BAB 1 - Bersebelahan

Mulai dari awal
                                    

Yah, Hani juga tak ambil pusing masalah penampilannya, lagian juga suka-suka dia kan mau berpenampilan seperti apa. Nggak ada yang berhak untuk mengaturnya, kecuali orang tuanya pastinya.

Saat bertepatan dengan bel pulang berbunyi dan guru sudah keluar dari kelas, handphone Hani bergetar. Seseorang menelponnya.

"Halo!'' jawab Hani kesal.

Sontak semua anak-anak sekelas menatapnya kaget. Kenapa?

Karena ini pertama kalinya mereka mendengar suara Hani selama mereka berada satu kelas dengannya.

Hani mengernyitkan dahinya sambil terus menjawab telfon di telinganya.

"Nggak usah bawel! Ini gue lagi jalan ke gerbang.'' Hani lalu memutuskan sambungan telponnya dan mengabaikan tatapan teman-teman sekelasnya, termasuk Gana.

Setelah Hani keluar dari pintu, kelas kembali menjadi riuh.

"Gila! Ini pertama kalinya gue denger suara dia!'' Beni heboh sambil tertawa cengengesan diikuti gelak tawa anak-anak yang lainnya.

Ini memang pertama kalinya untuk mereka, tapi tidak untuk Gana. Ia sering sekali mendengar dumalan atau umpatan-umpatan kecil yang dikeluarkan oleh teman sebangkunya itu.

"Lo liat nggak tadi dia nyuekin kita?'' Rina mulai bergosip. "Anak culun gitu aja belagu. Sialan!''

"Tapi, kalo kata gue sifatnya sebelas dua belas deh sama Gana.'' Vivi melirik kearah Gana yang berjalan dengan cueknya melewati mereka.

"Mirip dari mananya? Khayal sih lo! Buktinya Gana masih mau kok ngobrol sama kita-kita.'' sahut Rio menjitak kepala Vivi.

"Duh, sakit!'' Vivi mengelus kepalanya pelan. "Iya kalo sama anak cowok dia welcome, lah sama anak cewek, nggak kan?!''

"Iya juga sih.'' Rio manggut-manggut menyetujui perkataan Vivi.

"Heh! Kalian ngomong gitu saat orangnya ada di depan kita? Nggak punya otak ya?'' Beni memukul kepala Vivi dan Rio pelan dengan buku tulisnya.

Sedangkan Gana lebih memilih pergi dan ia juga tak peduli dengan obrolan tak penting mereka.

***

"Cepetan! Lama banget lo!'' semprot Digo pada adiknya, Hani.

"Sabar! Nggak usah bawel deh.'' Hani mengambil helm dari tangan Digo dengan kasar lalu memakainya.

Setelah itu ia langsung naik ke motor ninja merah milik kakak laki-laki semata wayangnya itu.

Dari kejauhan Gana memperhatikan Hani yang memakai helm dan naik kebocengan Digo.

Entah sejak kapan Gana mulai memperhatikan teman sebangkunya itu. Mungkin sejak pertama kali ia masuk ke kelas itu?

Saat pertama kali masuk kekelas itu, Gana hanya melihat sosok Hani yang menatapnya tanpa minat sama sekali, karena itu ia memilih duduk di sebelah gadis itu, karena Gana pikir gadis itu tak akan menganggunya, dan juga ada suatu hal yang membuatya tertarik begitu melihat Hani.

Benar saja. Jangankan mengganggu, menegurnya saja tak pernah.

Hani benar-benar berbeda dari gadis-gadis seumurannya. Kalau gadis seumurannya suka berdandan, mengurus tubuh atau mempercantik diri mereka, beda halnya dengan Hani.

Ia menghabiskan waktunya dengan novel-novel favoritnya. Ia sangat suka membaca, terutama hal-hal yang berbau fantasi dan misteri.

Dari mana Gana tau? Tentu saja karena ia selalu memperhatikannya setiap waktu.

***

Seperti biasa, Hani Kalisa siswi kelas XI IPS 2 SMA Dirgantara yang tak populer, atau dengan kata lain cupu, culun, kuper dan sebagainya datang ke sekolah sebelum teman sebangkunya datang terlebih dahulu. Entah kebiasaan atau apa, Gana selalu datang di waktu yang mepet sebelum bel masuk berbunyi.

Hani biasa diantar Digo, kakaknya yang lebih tua tiga tahun darinya ke sekolah dengan motor ninja merah kesayangannya setiap pagi.

Digo termasuk kakak yang baik buat Hani, karena ia mau mengantar jemput adiknya. Tapi kadang Hani terpaksa pulang sendiri dengan transportasi umum atau angkot jika Digo tak bisa menjemputnya. Alasannya tak lain dan tak bukan karena Digo jalan dengan pacarnya, ini lah yang membuat Hani tak bisa protes.

Hani duduk di bangkunya dan memasang headset di kedua telinganya. Hani sadar teman-teman sekelasnya yang sudah datang mencuri-curi pandang ke arahnya, bahkan ada yang dengan beraninya menatap Hani dengan ekspresi wajah mengajaknya perang. Siapa lagi kalau bukan Rina.

Hani bahkan malas menatapnya, bukannya takut atau apa, tapi menurut Hani itu hanya akan membuang-buang energi dan waktu kalau meladeninya, dengan kata lain itu sia-sia, nggak berguna plus nggak penting!

Hani tak suka dengan kericuhan apalagi kekerasan. Ia tak pernah sekalipun bertengkar, kalau ia terpaksa mungkin ia akan menyelesaikannya dengan cepat, meskipun ia harus menggunakan kekerasan.

Dan slogan dalam hidupnya adalah ''Abaikan semua hal yang nggak penting dan merepotkan.''

Alasan Hani tak pernah berbicara sedikitpun selama hampir satu tahun dengan teman sebangkunya yaitu Gana adalah karena tak ada hal penting apapun yang patut dibicarakan di antara mereka berdua. Ia tak menyukai basa-basi.

Hani bersyukur, kalau teman sebangkunya itu juga tak pernah mengusiknya.

Dan alasan Gana?

Ia tak perlu menyapa atau berbicara pada Hani. Hanya dengan duduk sebangku dan kadang melirik kearah gadis itu saja sudah cukup menghiburnya. Hanya dengan duduk di sebelahnya saja Gana sudah merasa nyaman, karena Hani tak berisik dan juga tak mencari-cari perhatian padanya seperti kebanyakan cewek yang ada di kelasnya. Bukannya pamer atau apa, tapi kenyataanya memang Gana itu ganteng, tinggi dan dia juga ternyata pintar.

***

Next to YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang