Part 27

1.6K 56 9
                                    

KAFKA POV
Kepalaku serasa ingin meledak secepatnya sekarang.

"Kamu kenapa?"

Suara Anika mengecohkan pikiranku. Aku dan Anika baru saja "disidang" oleh Om Tora dan Om Arnold barusan. Kami sudah membicarakan tanggal pasti kapan aku dan Anika akan resmi bertunangan. Aku dan Anika hanya manggut-manggut saja dan tidak terlalu banyak berbicara. Jujur saja, aku masih belum terlalu ikhlas dengan pertunangan ini. Jangan tanya mengapa, karena aku juga tidak mengerti alasannya.

"Gapapa, capek aja" ucapku sambil menarik lengannya menuju mobilku.

Aku sudah menggunakan mobil yang dulu diberikan oleh ayahku. Aku masih menggunakan motor kesayanganku tetapi jika aku pergi bersama orang lain aku akan menggunakan mobil ini. Entahlah, aku merasa lebih enak mengobrol jika menggunakan mobil.

"Kamu gasuka ya kayak tadi?" tanya Anika memecahkan keheningan di dalam mobil.

"Kayak tadi gimana?" tanyaku sambil menengok ke arahnya sebentar.

"Ngomongin tadi" ucap Anika.

"Ribet aja" ucapku singkat.

Aku merasa seperti laki-laki tak berperasaan sejak berpacaran dengan Anika. Bukan berarti aku pernah menyakitinya ya. Aku merasa seperti tidak terlalu peduli padanya, berbeda jauh seperti aku dan Kayla dulu. Beda jauh sekali.

-----------------------------
ANIKA POV
Aku melangkah masuk ke rumahku dengan langkah gontai. Ayahku tidak langsung pulang setelah acara "sidang" tadi, ia masih harus menyelesaikan urusannya di kantor.

Kaki ku terasa lega setengah mati saat sepatu hak yang ku pakai sejak tadi sudah terlepas dari kedua kakiku. Aku segera masuk ke kamar dan mulai bersiap-siap untuk tidur.

Aku terbaring di kasur kamarku sambil menghela napas panjang. Pikiranku masih mengulang acara "sidang" yang baru saja aku lewati bersama Kafka.

Jujur, aku senang akan bertunangan dengannya. Aku merasa nyaman dan bahagia saat berada di dekatnya. Tetapi, aku merasa Kafka merasakan hal yang beda.

Selama aku berpacaran dengan Kafka, ia memang baik. Tetapi, rasa baiknya tidak seperti aku adalah pacarnya, hanya sekedar aku adalah teman dekatnya atau bahkan adiknya. Semua chat aku dan Kafka, 70% aku yang memulainya terlebih dahulu. Jika aku belum sampai rumah atau aku tidak mengabarinya sama sekali, dia akan menanyakan keberadaanku. Tetapi, dengan embel-embel "ayah kamu telepon aku, kamu dimana?"

Perkataan itu seperti bermaksud jika ia menanyai keberadaanku karena ayahku menanyakan keberadaanku. Aku merasa seperti aku yang berjuang sendirian di hubungan ini. Aku yakin ia sayang padaku, aku yakin itu. Tapi, tidak ada yang tahu apa arti rasa sayangnya padaku. Adik? Teman? Sahabat?

Dan aku menyayanginya sebagai seorang kekasih.

Lamunanku buyar saat suara yang menandakan ada notifikasi di ponselku berbunyi. Aku segera mengambil ponselku yang terletak di meja kecil dekat kasurku.

Aku udah sampe rumah.
-Kafka

Aku membacanya dan segera membalasnya dengan kecepatan cukup kilat.

Iya, met malem Kaf.
-Anika

Aku memandangi balasan ku yang hanya di baca olehnya. Itu memang sudah biasa. Tetapi, aku sekarang malah terlalu memikirkannya.

Udah gini aja? Gak nanya apa-apa gitu?, batinku dalam hati.

Aku segera menaruh ponsel ku di tempat semula, lalu menarik selimut untuk menutupi tubuhku untuk segera tidur. Baru menutup mata selama beberapa detik, tanganku langsung mengambil ponselku yang tadi baru ku letakkan.

Tanganku membuka satu aplikasi favoritku di ponselku dan mencari nama yang cukup memenuhi otakku sekarang.

Kayla Andari.

Aku mengucap syukur saat akun Kayla tidak di private. Ada 60 foto yang ia unggah di akunnya. Aku melihatnya satu per satu dengan otak yang terus berpikir.

Apa lebihnya dia daripada aku?

Sebenarnya, aku tahu benar memang dia menang jika dibandingkan denganku. Tetapi, apa itu sampai membuat seorang laki-laki tidak bisa melupakannya? Laki-laki itu bahkan sudah mempunyai penggantinya. Dan akulah penggantinya.

Aku berhenti melihat foto yang lain saat satu foto yang Kayla unggah cukup menarik perhatianku. Sejauh yang ku lihat, sudah tidak ada foto berdua nya dengan Kafka saat mereka berpacaran. Tetapi, foto ini menunjukkan Kayla dengan teman-temannya dan ada Kafka di sana. Kafka berdiri tepat di samping Kayla dengan senyum nya yang merekah.

Aku segera menutup akun Kayla dengan perasaan tak karuan. Aku tidak boleh membencinya, Kayla tidak salah dalam "masalah" ini.

Serasa belum puas melihat-lihat akun Kayla. Aku pun membuka akun Kafka. Kafka mengunggah 48 foto di akunnya. Aku melihat foto-foto tersebut satu per satu sama seperti apa yang aku lakukan dengan akun Kayla.

Tanganku membeku saat mataku menatap satu foto yang sudah cukup lama Kafka unggah. Aku tahu Kafka sudah menghapus foto-foto Kayla di akunnya. Tetapi ternyata, tidak semuanya.

Aku meyakini foto itu diambil oleh Kafka sendiri karena isi foto itu hanyalah Kayla seorang diri. Kafka mengambil foto Kayla dengan candid. Kayla sedang meminum teh dengan menggunakan jaket abu-abu yang cukup kebesaran dengannya dengan rambut yang ia kuncir kuda. Jujur, walaupun foto itu candid, Kayla terlihat cantik. Cantik banget lebih tepatnya.

Aku melihat caption yang diketik oleh Kafka.

Happy birthday to this creature❤️

Aku segera mematikan ponselku dan menaruh nya kembali ke tempat semula. Ku tarik selimut hingga menutupi seluruh tubuhku. Melihat-lihat akun Kafka dan Kayla malah memperburuk mood ku. Pikiranku semakin bertebaran kemana-mana.

Benar, Kafka belum melupakannya.

*************************
Hai!! Maaf ya kalo rada gaje. Lagi kurang pencerahan soalnya😢
Makasih banget buat semua yg udah vote, comment, dan yg juga mau baca!❤️
Kalau ada saran dan kritik silahkan comment aja yaa:)
Jangan lupa vote dan comment!
-stephanie1318

About Love and YouWhere stories live. Discover now