Bagian 18: Sweet Bunny

Start from the beginning
                                    

"Don't bunny me! Aku bukan anak kecil."

Geon tergelak. Menatapku dengan jenaka seakan aku memang anak kecil baginya. "Sayangnya, tidak bisa, bunny. Aku suka memanggilmu begitu. Kau harus menerimanya," katanya membuatku melotot. "Aku pergi." Dan dia meninggalkanku, berjalan menjauh dengan keangkuhan yang tercetak jelas pada garis wajahnya.

Hari yang buruk.

┈┈┈┈✽✽┄┈┈┈

Mungkin aku akan membenci musim gugur. Hal yang bodoh untuk dipikirkan. Namun, kenyataannya aku tidak bisa berhenti memikirkan itu. Tentang apa yang terjadi padaku, aku tidak memikirkan tentang apa yang Geon lakukan. Logika dan akal sehat tidak berpihak padaku. Aku malah memikirkan tentang kilasan pria berjubah dalam kepalaku. Aku yakin ada sesuatu yang kembali mempengaruhiku, seperti apa yang dikatakan Drew tentang vampir yang menginvasi mimpiku. Mungkin ini sama dengan itu. Tapi bisa saja aku keliru.

Sekarang hari semakin gelap. Awan putih yang menggumpal tadi pagi telah lenyap sempurna. Aku berjalan menuju halaman kampus untuk mulai menunggu Alex menjemputku.

Dengan napas berat, aku melangkah. Angin tiba-tiba menampar wajah dan leherku, membuat kulitku menggigil kedinginan. Aku memeluk diriku sembari menunduk melihat kerikil kecil di aspal jalan yang kehitaman. Namun ketika aku mendongak, aku merasa ada yang aneh. Aku mendengar deru mesin mobil, dan juga suara ban yang berdecit sempurna dengan aspal. Itu membuat semua mahasiswa yang masih bersantai di halaman memandang ke ujung jalan penuh penasaran. Deru mesin mobil itu terdengar seperti suara mesin di arena balap. Penuh kecepatan dan gesekan.

Aku melihat mobil hitam dengan kecepatan tinggi menuju ke arahku. Aku bahkan tidak sempat melihat arah datangnya ketika hanya beberapa meter mobil itu dariku sebelum si pengendara membanting setir ke kiri, mengerem dan menukik dengan pintu terarah tepat di depanku. Jantungku berhenti berdetak dalam beberapa detik.

Orang-orang terdiam untuk sesaat. Aku tau mereka sedang memperhatikan, melihat ke arahku dengan mobil hitam mengkilat yang sengaja--seolah menabrakku tadi. Aku mengerutkan alis bingung, aku tidak mengenal mobil ini. Tapi saat pintu itu terbuka, aku melihat sesuatu yang membuatku membeku.

Sosok pengendara dalam mobil itu berjalan ke arahku. Memperlihatkan dirinya. Sisa-sisa cahaya kemerahan matahari sore menerpa kulit telanjangnya, membuat bayangan pada lekuk tubuh Drew dan tulang rahangnya terlihat tegas. Aku berusa untuk tidak mengerang. Bukan karena melihat dia ada di sini. Bukan. Tapi karena dia hanya mengenakan celana jeans selututnya!

Astaga.

Kenapa dia bisa kemari dan berpakaian seperti itu?! Bukankah dia sudah pergi ke perbatasan?!

Tatapan Drew begitu mengintimidasi sampai-sampai aku mundur selangkah tanpa menyadarinya tapi aku tetap menatap mata Drew. Paru-paruku serasa dihimpit mendapati matanya berubah sewarna madu keemasan. Tubuhku seolah di sengat dan darahku berdesir, menjalar hingga kakiku lemas. Jenis perasaan yang aku percaya tidak pernah menyentuh diriku. Aku takut dan ... berhasrat.

Tubuh besar Drew berdiri depanku, matanya menatapku begitu lekat hingga aku memalingkan pandangan karena gugup.

"Veeren ... Errr hai Drew." Aku menoleh ke belakang pundakku ketika mendengar suara Steve yang menyapaku. Aku mendapati Seirra dan Emma di sampingnya. Tangan Steve menggantung di udara, matanya melotot seolah akan meloncat dari rongganya.

Seirra dan Emma melirik tajam ke arahku penuh kecurigaan. Tapi belum sempat aku membalas sapaan Steve, Drew menarikku menjauh menuju mobilnya. Tergesa-gesa dan memaksa, bahkan dia tidak menoleh sedikitpun pada Steve untuk sekedar melihat wajahnya, dia langsung menarik tangan dan menghelaku di sampingnya.

Tanpa bicara Drew membukakan pintu mobilnya, aku menoleh ke arah teman-temanku dan menatap mereka penuh permintaan maaf sebelum Drew mendorong dan mendudukkanku di kursi samping kemudi. Drew sungguh aneh, sikapnya berubah kasar padaku. Mungkin karena serigalanya, Rhys tengah menguasai setengah tubuhnya. Mata emas itu penuh daya binatang. Mungkin saja.

Aku menatap Drew ketika dia menjalankan mobilnya. Kuputuskan untuk diam. Aku terlalu takut untuk menanyakan tentang dia akan membawaku kemana atau apa yang terjadi dengannya. Dia berbeda, lebih dingin dan kasar. Dan aku tidak mengerti apa yang membuatnya menjadi seperti itu. Dengan kecepatan tinggi, dia membawa mobil melesat melewati beberapa belokan sehingga ban bercicit keras. Tanganku meremas jok dengan gemetaran. Aku rasa aku ingin berteriak tapi tenggorokanku terlalu kering. Aku hanya berakhir dengan mengeluarkan suara-suara aneh yang tertahan.

Aku menutup mataku, mencoba untuk bernapas dengan teratur. "Drew!" cicitku dengan suara tercekik.

Drew mendengus kasar dan malah menambah kecepatan mobilnya. Aku menoleh ke arahnya, ekspresinya tampak amat marah. Matanya berkilat-kilat masih terfokus pada jalan. Sebenarnya apa yang terjadi padanya.

"Kau tidak apa-apa? Apa yang terjadi?" Suaraku terdengar lemah dan parau.

"Diam!" balasnya kasar hingga aku terpaku menatapnya kaget akan nada perintahnya.

Aku terdiam, mengalihkan pandangan pada pohon-pohon di sepanjang jalan. Tanganku masih getaran hingga aku tidak sadar jika aku lupa memasang sabuk pengaman. Aku mengusap wajahku yang membeku kedinginan.

"Veerena." Aku tersentak mendengar nada serak Drew di telingaku. Takut-takut aku menoleh, sedetik kemudian dia menggeram untuk mengontrol suaranya.

"Ya?"

Drew tidak membalas, dia meraih tanganku dan menggenggamnya dengan erat. Aku menatapnya dengan bingung. Ketika dia menautkan jemarinya dan meremas tanganku lembut. Air mukanya tampak gusar, dia terlihat seolah tidak ingin melepasku. Kehilanganku.

"Drew," panggilkuku lembut. Tapi Drew menghela napasnya keras-keras, amarahnya masih tampak jelas. Aku kembali terdiam. Menikmati genggaman hangat tangannya. Mataku berkeliling memandang sekitar, memperlihatkan gelapnya jalan yang diterangi cahaya rembulan. Kupikir Drew akan membawaku ke rumahnya tapi ternyata dia berhenti di depan rumahku.

Drew menghentikan mobilnya di halaman rumahku yang kecil. Dia terdiam untuk beberapa saat sementara aku menegang di jok mobilnya. Tidak nyaman dengan kesunyian yang terlalu menekanku. Tapi aku tersentak saat dia mulai bersuara. "Siapa yang bersamamu tadi?"

Tbc.

An:

Sisi posesif dan kasar Drew mulai kelihatan. Apa yang akan dia lakukan pada Vee? Well, hanya waktu yang akan menjawab. HAHAHA.

Han.

I See You (Werewolf)Where stories live. Discover now