Bagian 3: Dia Terasa Begitu Nyata

45.6K 3.6K 200
                                    

Malam ini lebih buruk dari tadi sore. Perutku terus berbunyi minta diisi. Aku hanya meminum segelas susu hangat karena hanya itu lah yang tersisa di dapur. Tidak ada makanan yang bisa aku makan untuk mengganjal perut. Ini sungguh membuatku kelaparan dan tidak bisa tidur. Lalu seolah Tuhan melengkapi hari menyebalkan untukku menjadi sempurna, malam ini hujan turun dengan sangat deras. Beberapa kali petir menyambar dan daun-daun juga ranting pohon yang tumbuh di dekat jendela kamarku bergoyang dan menggugurkan daunnya. Malam yang sangat buruk.

Aku berbaring, meringkuk di atas ranjang kamarku lantas melapisi tubuhku dengan selimut tebal yang ada. Ruangan ini sangat dingin, aku harus mengingatkan Dad untuk memperbaiki penghangat ruangannya. Sangat tidak lucu jika aku mati kedinginan di rumah ini.

Belum sempat aku memejamkan mata, ponselku bergetar. Segara aku meraih benda persegi panjang itu dan menerima panggilan yang masuk. "Ya, Dad?" kataku setelah melihat layar ponsel.

"Kau ada di mana?" terdengar suara Dad di seberang tampak khawatir dan kedinginan.

"Aku ada di rumah. Kapan Dad akan pulang?"

"Dad tidak bisa pulang, ada badai di sini. Dan semua jalan ditutup. Kau tidak apa jika sendiri?"

Aku menghembuskan napasku yang terasa berat. Tentu tidak. Aku akan apa-apa, aku akan merasa takut dan sendirian. Tapi aku mengiyakannya, tidak ada pilihan untukku. "Tidak apa-apa, Dad berhati-hatilah."

"Dad akan pulang besok pagi. Jaga dirimu, I love you,"

"Oke, Dad, I love you too,"

Dan panggilan terputus, aku meletakkan ponselku di nakas. Dad tidak akan pulang malam ini. Itu artinya aku sendirian di rumah dengan penghangat ruangan yang rusak. Oh perfect! Aku kembali meringkuk di ranjang berusaha mencari kehangatan dari selimut-selimut tebal yang membungkus tubuhku lantas memejamkan mata dan mulai tidur. Tapi sepertinya itu tidak berhasil. Rasanya seakan mencoba tertidur di atas bongkahan es besar di kutub. Terasa begitu dingin dan yang paling menyebalkan tidak ada tanda-tanda badai akan reda. Aku hanya bisa berharap tidak terkena hipotermia berada terlalu lama di ruangan yang dingin.

Aku mencoba untuk tidur lagi. Meskipun aku menggigil aku mendapat rasa kantukku. Mataku tertutup dan aku mulai merasa semakin mengantuk. Kueratkan pelukkan pada selimut cokelatku. Dan aku bermimpi, aku melihat diriku berdiri di tengah hamparan salju putih yang sangat luas. Tidak ada pohon pinus atau semacamnya. Hanya gundukan salju-salju menggunung yang mengurungku. Aku mencoba berlari menaiki salah satu gundukan salju yang tinggi. Tapi aku tidak melihat apa-apa. Semuanya sama. Putih. Penuh salju dan tidak ada matahari. Aku menengadahkan kepala seraya memeluk diriku sendiri, di langit tidak ada bintang sama sekali, hampa. Aku tidak yakin ini baik, karena tubuhku mulai menggigil dan gigiku gemeletukan. Tapi anehnya aku merasa semakin kelelahan.

Aku hanya mengenakan pakaian biru tua musim dinginku yang tidak terlalu tebal. Sama sekali tidak membantu. Aku semakin mengeratkan pelukan dan berjalan. Namun, tiba-tiba salju yang aku pijak retak, retakan itu semakin besar dan melebar. Aku berlari menjauh berharap tidak terjatuh ke dalam genangan air dingin. Tapi sekuat apapun aku berlari, aku merasa aku hanya berdiri di tempat dan retakan itu seolah mengejarku, menghampiriku dan berharap aku jatuh. Dan benar saja, aku terjatuh tenggelam dalam air dingin yang menusuk-nusuk kulit sampai ke tulangku. Napasku pendek-pendek. Aku tidak bisa bergerak, bahkan aku tidak bisa merasakan jari-jari tangan dan kakiku. Apa aku akan mati? Mimpi ini begitu nyata.

Ternyata tidak. Aku merasa ada sesuatu yang hangat menyelubungi tubuhku. Rasanya begitu nyaman dan menenangkan. Aku tersadar dari tidurku, tapi aku tidak benar-benar sadar. Setengah kesadaranku masih tertidur. Aku menemukan diriku memeluk sesuatu, semacam tubuh pria yang berotot. Aku tidak yakin. Tapi aku malah mengeratkan pelukanku, menggesekkan wajahku pada dada bidang yang menangkupku. Aroma khas pria mengguar dan menusuk hidungku. Aku menyukai aroma ini. Terasa begitu maskulin.

I See You (Werewolf)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang