Bagian 2: Hari yang Buruk untuk Belanja

49.1K 4K 133
                                    

Semua mulai terasa aneh. Aku tahu aku tidak sinting atau lebih buruknya berhalusinasi. Tapi semua begitu nyata, rasa takutku, rasa penasaranku pada Drew juga sikapnya yang aneh. Itu membuatku tidak bisa berhenti memikirkannya. Apalagi tentang mata yang membuatku kebingungan itu. Mata Drew. Aku merasa dia melihatku seakan kami memiliki hubungan dekat, dia terlihat begitu memperhatikanku. Tapi buruknya, aku pun menangkap emosi kemarahan di sana. Bukankah itu sangat aneh? Kami baru saja bertemu.

Ah tidak! Sepertinya aku memang sedang berhalusinasi. Sebaiknya aku berhenti memikirkan pria itu. Harus!

Cuaca sangat mengerikan saat ini. Awan mendung keabuan belum menghilang dari langit meski hujan telah berhenti. Tapi sore ini aku harus keluar rumah dan membeli bahan makanan untuk nanti malam, aku tidak ingin makan junk food sebagai menu makanku nanti meski Dad memaksaku. Lebih baik aku memasak sendiri di rumah. Aku memang sudah terbiasa memasak makananku. Semenjak Mom tiada, kemampuan memasak adalah hal yang penting.

Aku berjalan di trotoar, mencoba menghalau rasa dingin dengan mantelku sambil berdoa agar hujan tidak turun lagi. Angin berhembus sangat dingin. Lebih buruknya tidak ada orang yang berjalan di sore ini, kebanyakan warga memilih tidur atau menghangatkan tubuh mereka di rumah berpenghangat. Itu membuat jalanan sepi dan rawan. Aku melupakan kenyataan itu, yang aku katakan tentang rawan. Jenis kriminalitas semacam perampokan disertai penganiayaan atau paling buruknya perampokan dengan pelecehan atau pemerkosaan memiliki peluang besar. Aku bergidik ngeri dan mempercepat jalanku. Namun sialnya aku malah semakin khawatir.

Kakiku gemetar. Ragu-ragu kupelankan langkahku. Di dekat gang antara gedung perumahan aku melihat sekelompok pria dengan jaket hitam ber-hoodie yang menutupi kepala mereka. Mereka ada empat orang dan semuanya sama-sama terlihat misterius. Di tangan mereka terlihat botol minuman keras. Mungkin mereka meminumnya untuk menghangatkan diri. Tapi akan jadi tidak bagus jika mereka meminumnya terlalu banyak dan mabuk.

"Hei, lihat."

Terdengar salah satu dari mereka berbicara pada temannya saat aku melintas di depan mereka. Entah kenapa aku merasa ketakutan, aku mempercepat langkahku seraya mencoba menenangkan diri dengan berpikir; mungkin orang-orang itu hanya ingin menyapa. Namun mendengar langkah kaki di belakangku membuatku sadar, ini bukan sekadar 'menyapa'. Aku menoleh ke belakang dan mendapati mereka mengikutiku, salah satu dari mereka menyeringai bejat. Sangat menakutkan. Aku mulai panik dan berlari.

"Hei berhenti!"

Teriakan bariton itu tidak menghentikanku. Jalanan sedang licin saat ini selain itu hari juga sudah mulai gelap. Tentu aku tidak akan dengan bodohnya menghentikan lariku hanya untuk membahayakan diri. Namun sialnya, rasa takutku semakin menjadi, itu membuatku tidak bisa berlari dengan maksimal. Kakiku terus gemetar apalagi kondisi jalan yang basah dan licin karena sisa air hujan yang membeku--tidaklah memungkinkanku. Aku bisa saja terpeleset dan tertangkap. Tapi aku menemukan tempat persembunyian. Di dekat trotoar terdapat gang sempit dan tempat sampah yang menyandar di salah satu tembok bagian kanan. Aku bersembunyi di sisi kiri tempat sampah berwarna hijau lumut gelap itu. Meringkuk dan membungkam mulutku. Berusaha tidak menimbulkan suara meski itu suara napasku yang terengah sehabis berlari.

"Di mana gadis itu?" tendengar suara pria dan langkah kaki yang berhenti.

Aku terkesiap. Bahkan aku lupa bernapas dan darahku bergejolak seiring detak jantungku yang semakin cepat. Aku ingin menangis.

"Shit! Kita kehilangan tangkapan besar!" Salah satu dari mereka mengumpat dengan marah.

"Itu semua karena kau terlalu lamban!"

"What the fuck! Ini juga kesalahanmu bodoh!" balas yang lain.

"Sudah! Hentikan, ayo kita pergi."

I See You (Werewolf)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora