Bagian 4: Keinginan, Daya Tarik dan Gairah

42.3K 3.1K 118
                                    

Perkataan Dad masih terngiang sampai aku tiba dan duduk di bangku taman kampus. Memperhatikan pegunungan hijau yang tampak tinggi dengan pohon-pohon pinus yang lebat. Aku sering memperhatikan sesuatu jika itu mengusikku. Seperti sekarang atau seperti kemarin ketika aku memperhatikan Drew hingga memimpikannya. Itu sungguh tidak masuk akal.

Aku sudah beberapa kali satu kelas dengannya. Dan beberapa kali pula, aku berusaha tidak memperhatikannya dengan pipi merona. Tapi sialnya setelah mata kuliah semiotik dari Mr. Brock selesai, tanpa kuduga teman-temanku mengajaknya bicara dan berkenalan di cafétaria. Dia duduk berkumpul bersama mereka. Seperti hari yang menyebalkan di setiap hariku. Kadang teman-temanku sangat menyebalkan karena sifat mereka yang selalu ingin tau. Sangat bagus tapi menjengkelkan.

"Jadi, kenapa kau pindah kemari?" tanya Emma menatap Drew sambil tersenyum.

"Hanya ikut ayah. Dia bekerja di sini," jawab Drew santai. Tampak tenang. Meskipun dia tidak banyak berekspresi, dia terlihat begitu dominan dan menarik.

Aku tau makhluk supernatural itu hanyalah dongeng. Setidaknya itulah yang aku yakini. Tapi, Drew. Dia seperti iblis yang mempesona. Aura yang begitu dominan dengan sisi misterius. Itu benar, bahkan iblis pun tidak ada yang setampan ini. Ugh, aku harus melupakan pikiran itu.

Steve menyingkirkan minuman bersodanya ke pinggir meja. "Apa yang menarik dari kota ini? Kau tau, kota pinggiran cukup...eem kecil," katanya seakan dia sedang mengintrogasi.

"Jadi kau ingin bilang kota ini terpencil?" timpal Seirra galak yang hanya dibalas lirikan keji Steve.

"Di sini sama dengan Charleston. Udara dan suhu yang sama. Cukup menyenangkan," balasnya lantas menatap ke arahku. Dia menatapku dengan mata itu lagi. Mata dengan sorot tajamnya. Aku akan membunuh diriku jika aku tidak berhenti merona. Aku tidak pernah ditatap seperti itu oleh seorang laki-laki sebelumnya. Kecuali dia, Drew. Dia membuatku bertanya-tanya, kenapa dia menatapku seperti itu? "Bagaimana keadaanmu? Sudah lebih baik?" Dia bertanya padaku.

Untuk beberapa saat aku gelagapan di tempat. Aku merasakan teman-temanku menatap dengan penasaran. Butuh beberapa saat bagiku untuk kembali fokus pada Drew.

"Ya, aku merasa lebih baik setelah melihat ayahku." Kalimat lain untuk mengungkapkan rasa aman dan baik-baik saja.

"Baguslah. Karena aku sempat akan kembali dan melihat keadaanmu."

Aku melotot kaget. Sedangkan Drew, dia hanya tersenyum geli melihat reaksiku. Teman-temanku saling bertukar pandang sebelum mereka menatapku dan Drew penuh curiga. Dan aku tau siapa yang akan memulainya.

"Ukhuk ukhuk! Sepertinya... sudah ada yang mendahului kita untuk berkenalan." Steve mulai berbicara dan menatapku dengan jail. Sudah jelas itu untukku.

Aku memandang Drew memohon. Tapi dia tidak membantu, dia hanya menatapku dan tersenyum karena tingkah teman-temanku yang mulai menyebalkan seolah dia sedang menikmati ini. Aku mencoba mengintimidasinya, menatap matanya dengan tajam seakan mengatakan: berhentilah-tersemyum-dan-tolong-aku-buat-mereka-diam. Tapi sepertinya itu tidak berhasil. Aku malah terhisap dalam pesonanya, membuatku tak bisa berpaling.

"Hei! Mereka terlihat saling tertarik, apa kalian tidak bisa melihatnya?"

Tiba-tiba semua terdengar sunyi meski aku masih bisa mendengar ucapan Seirra. Tapi aku tak mengindahkannya, aku malah terpaku pada Drew. Caranya menatapku seolah dia memiliki suatu yang hangat dan dalam terhadapku. Keinginan, daya tarik dan gairah yang tak terbatas padaku. Panas yang mendekapku. Aku tidak pernah tau rasanya terhisap ke dalam black hole, mungkin akan sama. Ketika tubuhmu seolah bergetar karena darah bergejolak panas dengan jantung berdetak semakin cepat. Itu membuatmu kehilangan kesadaran. Cuma bedanya untukku hanyalah sebagian.

I See You (Werewolf)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang