Bagian 16: Angin Dingin Musim Gugur

24.7K 1.9K 205
                                    


Kenyataan yang buruk. Aku tidak mengerti tentang semua yang dikatakan Drew dan itu terus membuatku bertanya-tanya mengapa aku mengalami semua ini. Vampir-vampir itu bukan memburuku karena balas dendam tapi ada sesuatu yang lebih mengerikan. Tak ada waktu untuk bersembunyi. Dan itu membuatku merasa seperti di remas-remas. Aku takut.

Lebih buruk lagi, aku tidak bisa pulang. Aku harus tinggal di sini untuk jangka waktu yang entah hingga kapan. Bagaimana pun, kata Drew ini demi kebaikanku. Meski begitu aku tau semua tidak akan menjadi baik-baik saja. Cepat atau lambat semua hal yang aku takutkan mungkin akan terjadi. Ini sungguh menyedihkan. Aku ingin kisah mengerikan ini segera berakhir, tentu dengan akhir yang menyenangkan. Aku berharap itu akan terjadi. Tapi sepertinya, kenyataan seolah melawanku.

Suasana malam ini seolah memperkeruh pikiranku. Udara dingin malam musim gugur terasa mulai menusuk kulitku dan membuatku kedinginan. Saat ini aku berdiri menatap keluar jendela yang dibuka lebar-lebar di kamar Drew. Memperhatikan lampu kota yang tersembunyi di balik pepohonan lebat dan tinggi. Ini sudah tengah malam, tapi aku tidak bisa tidur. Terlalu banyak hal yang aku pikirkan dan itu memenuhi kepalaku.

"Vee!"

Tiba-tiba aku mendengar seseorang berteriak memanggilku. Aku menunduk ke bawah dan mendapati Drew melambaikan tangannya ke arahku.

"Ya," balasku merasa penasaran dengannya saat ini. Untuk apa dia memanggilku dari bawah?

"Kemarilah! Lompat!" Dahiku berkerut dalam. Dia menyuruhku melompat dari lantai dua. Itu gila. "Tenanglah, aku akan menangkapmu," lanjut Drew seakan tau apa yang aku pikirkan.

Aku menggeleng. Tentu melompat dari atas sini bukan ide yang bagus. Aku hanya manusia bukan seorang werewolf sepertinya. "Tidak. Itu tidak mungkin."

Drew tersenyum memandangku dengan mendongakkan kepalanya. Dia berdiri dengan melipat tangan di dada. Jelas tidak meyakinkanku jika dia menungguku untuk melompat. Tapi dari tatapan tajamnya, sepertinya dia serius.

Tiba-tiba Drew mengambil ancang-ancang. Melompat dengan memanjat dinding dan undakan tinggi di sana. Dia menggapai jendela dan dalam sekejab Drew sudah berada di depanku. Wajahnya begitu dekat dengan wajahku, membuat bagian wajahnya menyentuh ujung rambutku. Aku terjebak antara rasa ingin tetap terpaku atau mundur dan memberi akses baginya untuk naik dan memijakkan kaki ke lantai. Tapi aku tersadar dan segera memundurkan tubuhku.

"Ayo, ikut aku."

Aku memiringkan kepalaku. "Ke mana?"

Drew berjalan mendekatiku. Membuat jarak di antara kami semakin lenyap. Dia menurunkan pandangannya sehingga alis matanya yang gelap dan tebal meneduhi mata hazelnya. "Jelas sesuatu tempat yang membuat kita lebih memiliki ... privasi."

Tanpa sengaja aku melebarkan mataku. Drew menyeringai senang, dia memajukan tubuhnya. Dan aku bisa merasakan hangat tubuh dan aura pekatnya mengelilingiku. Privasi? Memang apa yang dia perlukan dari privasi?

Pipiku menghangat saat aku menatapnya. "Ke mana? Aku--" Aku memekik saat dalam sekejab merasa tubuhku melayang. Drew mengangkat tubuhku, menggendongku dalam dekapannya. Dia berjalan ke arah pembatas jendela, hendak melompat. Aku melihat dari sudut mata, aku sudah pernah mengalami ini sebelumnya. Tapi tetap saja aku masih merasa takut.

"Kau akan tau."

Aku memejamkan mataku rapat-rapat. Rasanya jantungku melopat meyumbat kerongkonganku saat Drew mulai menjatuhkan tubuhnya ke tanah. Meloncat dan mendarat dengan mudah. Aku tercengang oleh gerakan cepatnya. Butuh beberapa saat bagiku untuk menyadari kini dia mulai berjalan ke arah bukit dengan aku yang masih dalam gendongannya.

Aku mengeratkan peganganku pada pundak Drew. Memperhatikan wajah seriusnya melewati medan bebatuan dan pepohonan di depan. Entah dia ingin mengajakku ke mana. Tapi seperti yang dia katakan. Dia butuh privasi.

Tak lama kami sampai di sebuah tebing yang cukup tinggi setelah kami melewati beberapa pepohonan besar dan semak-semak. Drew menurunkanku di sini dan aku mencoba untuk tidak langsung memeluk diriku saat angin dingin menerpa tubuh ringkihku. Aku hanya mengenakan baju tidur yang dibawakan Alex dari rumahku. Gaun selutut berwarna cokelat kemerahan. Dan buruknya, tidak cukup untuk melindungiku dari udara dingin.

Aku menoleh pada Drew, dia mendudukkan tubuhnya di tanah. Duduk dengan menjatuhkan lengan di atas lututnya yang tertekuk. Aku ikut duduk di sampingnya, saat kulitku menyentuh lengannya. Aku mati-matian mencoba untuk tidak merangkak ke dalam dirinya dan mencari kehangatan.

Aku mencoba menyimbak helaian rambut yang tertiup ke wajah. Tapi rambut itu kembali menutup bagian wajahku. "Apa yang ingin kaukatakan?"

"Apa kau mendengar saat vampir yang menyerangmu mengatakan jika aku melanggar perjanjian?" Drew mengulurkan tangannya, dia meraih helaian rambutku dan menyelipkannya di balik telinga. Jari tangannya menyentuh pipiku. Sentuhan ringan itu membuat gelenyar aneh dalam diriku juga sensasi merinding yang tidak ada hubungannya dengan angin dingin yang menerpa tubuhku saat ini.

Perutku serasa seperti diremas pelan. "Ya."

"Kuharap kau tak mendengarnya. Tapi ya sudah lah."

"Kenapa?"

Drew menolehkan wajahnya padaku dan tersenyum tipis. Sebuah senyum simpul tanpa emosi. "Aku telah melanggar perjanjian antar kaum supernatural untuk tidak membunuh keturunan langsung dari salah satu pemimpin kaum. Kedua vampir itu, mereka adalah bangsawan, anak raja vampir."

Sekarang perutku terasa seperti dililit keras. "A-apa yang akan terjadi? Padamu? Pada yang lain?"

"Serangan balik," balas Drew singkat. "Aku akan ke perbatasan kota untuk memeriksa dan mencegah kedatangan mereka."

"Apa mereka akan kemari?"

Drew beringsut. Menatap ke depan, ke arah jurang. Langit mulai terang meski gelap masih mendominan. Berkas cahaya matahari sudah terlihat di antara tinggi pepohonan yang mencakar angkasa. Sepertinya hari menjelang pagi, mengingat Drew membawaku ke sini tengah malam. Aku beralih pada Drew. Matanya tampak menerawang, ada kepedihan di sana. "Sayangnya, kemungkinan besar, ya."

"Kau akan pergi." Aku bergumam menyedihkan. Entah mengapa aku merasa amat sedih menyadari itu. Drew akan ke perbatasan. Dia akan pergi. Jadi itu alasannya mengajakku ke sini, alasan tentang hal privasi yang ingin dia katakan. Drew menoleh menatapku. Pandangan kami beradu, tubuhku menegang saat merasakan matanya serasa mencengkramku. Angin dingin masih berhembus di antara kami, menciptakan keheningan dan mulai menghancurkan tatanan rambutku untuk kesekian kalinya.

Drew kembali menjulurkan tangannya, menyelipkan rambutku lagi di balik telinga. Namun kali ini tangannya berlama-lama di sana. Memberikan kehangatan pada wajah dan telingaku yang kedinginan. "Semuanya tidak seperti yang kuharapkan. Tapi, aku akan kembali." Dia begitu meyakinkan. Dan aku tau, itu sebuah sumpah. Drew menurunkan tangannya dan berdiri. Cahaya matahari pagi telah menerangi sisi tebing ini. "Ayo, kita harus segera kembali," lanjutnya.

Aku berdiri. Namun, aku tidak berbalik ke arah hutan. Aku berjalan ke ujung tebing, sebuah jurang dengan pepohonan di bawahnya.

Angin musim gugur menerbangkan rambut cokelatku, dan aku menyelempangkannya ke sisi pundak. Melihat ke arah perbatasan kota yang terlihat dari sini membuatku merasa seakan tubuhku di gantung di sebuah tiang yang tinggi. Sendirian. Jantungku seakan dihantam. Aku tidak bisa membayangkan kemungkinan yang akan terjadi pada Drew. Kuharap dia akan baik-baik saja. Bagaimana pun vampir-vampir itu pasti sangat kuat.

"Veerena."

Aku menoleh, mendapati Drew telah berada di belakangku. Mendongakkan kepalaku, aku menatap wajahnya yang kaku. Jantungku telah remuk menjadi serpihan. Aku mengangkat tanganku, menyentuh bagian rahang tegasnya lantas mendekat dan menjatuhkan tangan pada pundaknya, merengkuhnya dalam pelukanku. Ini terasa lebih baik. Aku mengeratkan pelukanku sebelum akhirnya aku melepaskannya.

Drew menatapku tepat di mata, wajahnya tampak terkejut, tapi aku melihat rasa puas di matanya yang terlihat senang. Aku tersenyum. "Aku akan menunggumu."


Tbc.

An:

Hiks. Kenapa chapter ini romantis banget ya ampun. Saya jadi merasa jomblo :(

Han.

I See You (Werewolf)Where stories live. Discover now