VII Penghianatan

30 2 0
                                    


7

Penghianatan

Hermis yang memandangi pertempuran itu dari pesawat utamanya, telah dibuat semakin geram. Rasanya telah tiba saatnya untuk dia turun tangan membasmi mereka semua. Ia berjalan dengan cepat kearah pintu keluar, melompat dari pesawatnya. Tubuhnya melayang di udara bagaikan seperti Superman, beranjak pergi menghampiri mayat Gigantes yang telah tumbang, menatapnya dengan pandangan kebencian kearah Ralphie dan Viola yang berada di udara.

Hermis mengulurkan lengannya kearah batu besar, membuatnya melayang lalu melempar objek berat itu kearah kedua orang yang tengah berbahagia di atas Permadani Terbangnya. Pesawat Primus yang menyadari serangan tiba-tiba itu langsung menembakkinya, tapi karena objeknya terlalu besar, serangannya tidak menghancurkan secara total, sehingga masih menyisakan puing-puing besar yang melesat dengan cepat kearah mereka berdua. Viola yang menyadari ledakan itu langsung menggerakkan Permadaninya, menghindari batu yang melesat kearahnya. Mereka selamat kini, tapi tidak dengan Pesawat Primus-33 yang telah hancur.

"Sial! Apa permainan belum selesai?" ucap Viola dengan kesal.

Ia melihat sosok makhluk dengan postur tubuh besar, mengenakan jubah kekaisaran disamping mayat Gigantes. Viola langsung menyadari siapa dia, sosok yang sangat ia benci, yang telah membantai kaumnya hingga tak tersisa, tanpa belas kasih.

"Keparat! Ternyata dia, harusnya aku menyadarinya dari awal."

"Siapa dia, Viola?" Ralphie pun kini telah melihat makhluk itu.

"Dialah pemimpin mereka, Hermis."

Ralphie terkejut mendengarnya, itukah sosok dalang dibalik ini semua? Yang membuat planet ini menjadi seperti kuburan mayat besar.

"Kita harus kesana, aku harus menyelesaikan ini sekarang juga."

"Tidak! Kau tidak boleh kesana. Telalu berbahaya, kau akan mati." larangan itu muncul dari mulut Ralphie yang panik, ia tidak mau jika Viola sampai terluka.

"Aku tidak perduli! Lagipula tidak ada gunanya lagi aku hidup di dunia ini. Semua kaumku telah tewas, hanya akulah orang Poa terakhir. Apalah arti hidup ini jika diselimuti dalam rasa kesepian?!"

Sang Heliophobia menampar wajah Viola, menyisakan bekas kemerahan di pipi wanita itu. Wajahnya mulai berubah menjadi sangat buruk.

"Dasar bodoh! Kau sendiri yang berkata padaku, untuk tetap tegar meskipun kau tau orang yang kau sayangi telah tiada. Lagipula kau tidak sendirian, Viola. Masih ada aku disini yang akan bersamamu, meskipun kita dari ras yang berbeda, aku sudah menganggapmu sebagai teman terbaikku."

"Teman? Kau menganggapku teman? Bahkan teman satu Guildku tidak ada yang menganggapku sebagai teman terbaik mereka, aku hanyalah seorang pesaing yang harus disingkirkan."

"Aku tidak seperti mereka, kau kuat dan hebat. Tapi aku tidak menganggapmu sebagai saingan. Aku memang iri padamu, terhadap semua kekuatan yang kau miliki. Kenapa aku tidak bisa memilikinya juga? Tapi aku kagum dengan semua kemampuanmu, kau orang yang hebat, Viola!" Ralphie mengusap air mata yang mengalir dari air mata wanita itu. "Jadilah wanita yang tegar, karena aku tidak suka orang yang cengeng!"

Kedua bola matanya berkaca-kaca, memandang seorang pria dengan hoodie hitamnya. Satu-satunya orang yang menganggapnya sebagai teman. Sungguh indahnya kini, ia behasil menemukan teman terbaiknya. Seseorang yang takut kehilangannya.

Gerbang AntariksaWhere stories live. Discover now