26. Milo

20.5K 1.6K 86
                                    

a/n: haai! sebelum baca, follow Instagramnya Alana, yuk! [at]allanacalista yuyuyuuk!

****

"Kendra!" langkah Kendra terhenti. Jantungnya langsung berdetak hebat. Tanpa menoleh pun, Kendra tahu siapa yang memanggilnya. Kendra tak pernah lupa bagaimana suara gadis itu.

Kendra menoleh perlahan. Seperti biasa, cowok itu hanya melemparkan senyum singkat lalu kembali melangkah.

"Kendra, tunggu!" Alana langsung berlari menyusul Kendra. Kendra masih mematung dengan jantung bedegup kencang. Seperti sudah lama tidak bercengekerama dengan Alana, membuatnya jadi gugup dan salah tingkah. Tak disangka akan seperti ini. Padahal, betapa mudahnya dulu Kendra dapat berbicara dengan Alana.

"Ken," Alana mengatur napasnya, "ada yang mau gue omongin."

Otak Kendra sempat berhenti sejenak. Ia ingin menghindar tapi ia bingung memikirkan alasannya apa. Tiba-tiba ia teringat kalau sore ini ia ingin latihan futsal. Tentu saja ini dapat dijadikan alasan.

"Duh, lain kali aja ya, Lan? Gue gak bisa, soalnya sekarang gue mau latihan futsal. Ini mau ganti baju dulu terus langsung ke lapangan. Sorry, ya."

"Ken, please," Kendra lagi-lagi berhenti melangkah, "sebentarrr aja. Please, jangan menghindar kayak gini."

Kendra terdiam. Matanya menatap mata Alana tanpa kedip. Namun menurut Kendra menghindar lebih baik daripada berpura-pura tidak sakit hati di depan Alana. "Gue gak ngehindar. Gue emang ada latihan futsal sekarang."

Alana mendengus lalu menggeleng. Ternyata tidak semudah yang Alana bayangkan. Tidak semudah dulu.

"Ya udah, lo kelar jam berapa?"

"Ya ... mungkin bisa malem banget. Gak tau deh jam berapa." Kali ini Kendra berbohong. Ia memang benar-benar tidak ingin berbincang dengan Alana kali ini. Hatinya masih belum sembuh untuk sekarang. Memang benar, Kendra terlalu lemah.

Alana berdecak. "Gak mungkin sampe malem. Gue tau kok, lo bukan tipe anak yang pulang malem keluyuran gak jelas. Please Ken, cuma mau ngomong bentar." Alana memasang tatapan memohon, membuat Kendra tidak tega. Kendra menghela napas panjang. "Oke. Nanti kalo udah kelar futsal, gue samperin lo."

Alana tersenyum sekaligus bernapas lega. Untung saja Kendra mau tergerak hatinya. "Oke deh. Makasih banyak, Ken." Alana tersenyum memamerkan giginya, membuat Kendra ikut tersenyum kecil tanpa sadar.

"Ya udah, gue masuk dulu ya, mau ganti baju." Alana mengangguk lalu ia juga pergi masuk ke kamarnya. Senyum di wajah kedua insan itu menghilang, lalu mendengus berat.

--

Prrriiit! Wasit membunyikan pluit. Bola keluar dari lapangan alias out. Kendra mengusap wajahnya kasar dengan kedua telapak tangannya karena tidak konsen. Padahal, Putra sudah mengoper bola ke Kendra di depan gawang. Andai saja Kendra dapat menerima operan itu, lalu menendang ke gawang, pasti tim Kendra dapat bertambah satu poin.

"Lo kenapa Ken?" Putra menghampiri Kendra lalu merangkul Kendra. "Udah gue assist juga, malah lo diemin. Kesempatan emas tuh."

"Iya. Sorry sorry."

Putra mencebik. "Masih mikirin Alana?"

Kendra menatap Putra dengan mata sayunya. Rambutnya acak-acakan, wajahnya juga tampak penuh beban. "Si Alana bilang kalo nanti ada yang mau dia omongin sama gue. Daritadi gue kepikiran terus."

Putra mengangguk lalu menepuk-nepuk punggung lebar Kendra. "Udah, gak usah lo pikirin. Let it flow aja. Jangan gara-gara dia lo jadi gak fokus. Ngapain mikirin orang yang belum tentu mikirin lo?"

The Senior Next DoorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang