part 4 'wellcome home' [Deva]

Start from the beginning
                                        

Aku menghampiri dan memeluknya, ya Tuhan aku hampir tak mengenali adiku ini. Bagaimana tidak? Kinal adiku yang terakhir kali kulihat Kinal remaja yang baru menginjak kelas 2 SMA diusia 16 tahun. Sedangkan sekarang? 8 tahun terlewati Ia sudah semakin dewasa, tubuhnya yang dulu kurus kini berubah menjadi padat berisi dan mulai terbentuk dibeberapa bagian.

Jangan menganggap aku kuno atau ketinggalan jaman, aku tau teknologi semakin maju. Banyak cara untuk dapat berkomunikasi lebih baik, tidak hanya suara melainkan gambar atau video langsung pun kita dapat mengetahui dengan baik rupa dan keadaan lawan bicara kita.

Dulu saat awal Kinal pergi ke USA memang papa dan mama sering melalukan skype, video call dan teman- teman lainya. Namun mulai tahun kedua, Kinal mulai jarang menghubungi kami disini. Beberapa alasan seperti perbedaan waktu, banyak kegiatan, sibuk, dan lain-lain ia katakan. Dan telpon via suara pun menjadi pilihannya karena lebih praktis di banding video call.

"Rupanya kau masih ingat pulang, dan masih ingat mempunyai keluarga disini" ujar Deva setelah melepaskan pelukannya.

"Terasa seperti sindiran untuku" balas kinal santai.

"Kau merasa? Berarti kamu cukup pintar untuk memahami kata-kataku adik kecilku yang nakal" aku mengacak-acak rambutnya dan mecubit hidungnya.

"Stop kak, kau merusak tampilanku. Dan ingat aku bukan lagi anak kecil, kau tak lihat aku sudah menjadi pria dewasa" gerutunya.

"Ya ya ya,,, mau bagaimana pun, bagiku kau tetap adik kecilku"

Dan sebuah suara pun berbunyi nyaring dari dalam perut Kinal lebih tepatnya.

"Huhh....Aku lapar sekali" Ucap Kinal sambil mengusap perutnya.

"Sepertinya kebiasaan mu tak pernah hilang, jika menyangkut perutmu. baiklah kita pulang.. Mama dan papa juga sudah tidak sabar bertemu kamu" Deva merangkul pundak adiknya.

"Let's go" seru Kinal yang sedikit terhunyung akibat rangkulan sang kakak, mengangkat tangannya membentuk kepalan keudara.

***

Didalam mobil yang awalnya hening, terdengar helaan nafas kasar yang berasal dari Kinal. "Hahhh... Ini yang ku benci jika berada di jakarta, macet. Tidak seperti di L.A yang tak pernah macet" gerutunya.

Aku hanya terkekeh mendengarnya, walau aku pun sama kesalnya menghadapi kemacetan. Ya mau bagaimana lagi ? Aku menghidupkan mp3 player sekedar hiburan. Sampai terdengar kembali umpatan kesal Kinal.

"Ayolah,,, mau sampai kapan aku berada disini"

"Ck.. Kamu ini berisik sekali, bisa diam tidak ?"

"Baiklah,,, tapi minta untuk mampir di restoran. Perutku lapar sekali"

Sontak aku tertawa mendengarnya, dan dia hanya mendelik kesal kearahku. Tapi ku turuti permintaanya, dan aku membelokan setirku pada restoran cepat saji.

"Apa ?" tanyanya saat aku hanya menahan tawaku.

"Kamu berisik kalo lagi lapar"

"Terserah kau Tuan Deva, aku lapar mengerti ?" dan dia pun langsung turun terlebih dulu.

.
.
.

Aku dan adiku melahap makanan favorit kami, ini adalah resto yang sering aku datangi. Ya sedikit bernostalgia juga. Ditengah aktivitas makanku, ponsel ku berdering menandakan panggilan masuk dari Veranda, yang menanyakan aku dimana. Dan memberitahu kalau Denzel sedikit rewel dan ingin bicara denganku.

"Yaudah sekarang Denzel bobo ya sama bunda, papa sebentar lagi pulang kok. Dah sayang"

Aku mengakhiri sambungan telpon, kulihat Kinal sudah selesai dengan makanannya. Aku kembali melanjutkan makanku yang tertunda.

Levirate (END) Where stories live. Discover now