EPILOG

891 60 11
                                    

"Jangan persulit dirimu hanya untuk sebuah cinta yang tak pernah usai, mari tersenyum seakan duniamu bebas tanpa cinta."

****

Sambil dengerin mulmed yah•


Sejak kejadian itu, dari kejauhan aku melihat Abi yang perlahan mulai biasa tanpa hadirku. Walau aku harus benar-benar menunggu saat ini tiba kurang lebih membutuhkan waktu tiga tahun, tapi aku cukup puas.

Karena aku yakin, tidak akan ada penyesalan setelah ini. Kini, Abi dan Nania sedang repot mengurus keperluan nikah mereka. Ya, aku melihat undangan yang beberapa waktu lalu Abi kirimkan kerumahku. Aku melihatnya saat Abi telah berpamitan pergi.

Aku senang, ternyata Abi masih mengingatku, hingga memberanikan diri ke rumahku. Awalnya saat aku melihat Abi akan datang, aku ragu, karena aku merasa ada ketakutan serta rasa bersalah di dalam diri Abi saat ia menginjak rerumputan sekitar rumahku. Tapi ternyata ia menepis rasa itu, dan aku senang.

"Ab, bagaimana?"

Itu suara Nania, ia sedang mencoba gaun pengantin mereka. Warna biru laut seakan membuat Nania terlihat semakin cantik, apalagi seingatku pernikahan mereka nanti akan di adakan di pantai. Ah, pasti Nania akan terlihat seperti ratu lautan yang anggun dan cantik. Aku jadi ingin melihatnya.

Tapi tidak bisa, jika aku datang, itu sama saja mengacaukan semua yang telah Abi persiapkan dan Abi tata, yaitu hatinya. Aku tidak mungkin kembali memporak pondakan lagi, bagaikan tsunami mengancurkan kota. Tapi, aku masih punya sisa waktu terakhir untuk bertemu Abi, yaitu malam sebelum pernikahan mereka.

"Kamu sangat cantik, Nania."

Abi, aku merindukanmu.

Abi menoleh ke arahku, sementara aku dengan sigap menghindar dari kemungkinan Abi dapat melihatku. Hanya berlari, menatap dan bersembunyi yang bisa aku lakukan saat ini. Aku seperti kehilangan arah, walau aku tahu ada harapan yang bisa saja aku ambil untuk aku kembali menjelajah pada dimensi yang berbeda. Tapi aku belum siap mengambil harapan itu, harapan yang ada pada diri Abi.

******

Aku terdiam di sebuah atap gedung apartemen milik Abi. Mataku terpejam seraya menikmati angin yang menghembus ke kulit wajahku. Dingin seakan menyelimutu kehampaan dalam diriku, gelap, aku rindu.

Aku membuka mata saat merasakan aroma mint mengganggu indera penciumanku. Aku melihat Abi yang juga tengah melakukan hal yang sama padaku.

Aku mendekatkan diriku padanya, hingga aku bisa merasakan hangatnya tubuh Abi walau tidak memeluknya, aku juga bisa melihat bulu-bulu halus yang mulai tumbuh disekitaran wajahnya. Kini, Abi terlihat lebih tampan dan dewasa. Rasannya, melihat Abi sebentar lagi akan menjadi seorang suami, seperti mimpi, terlebih menjadi suami Nania, bukan aku.

Berpikiran seperti itu membuatku tertawa kecil. Sedangkan Abi masih tenang dengan kedamaian yang ia dapatkan dari langit malam.

"Ketika senja mulai mementaskan keindahannya, akankah langit malam segera sadar, bahwa matahari tak lebih indah dari langit sore?" tanyaku pada Abi.

"Kamu akan tetap menjadi senja yang selalu aku rindukan, Lia." jawab Abi tanpa membuka matanya.

Aku tersenyum, "Senja itu jauh, kamu tidak akan bisa menggapainya, sama dengan keberadaanku saat ini, begitu jauh. Tapi datanglah ke pantai setiap kali senja mementaskan keindahannya, maka aku akan memberikan kamu sesuatu melalui pantai..."

Abi membuka matanya, kelopak matanya berair, dan aku tahu jika Abi sedang menahan tangisnya. Sedangkan aku tetap mempertahankan senyumku.

"Lia..."

"Duduklah di hamparan pasir yang hangat, seakan aku sedang memelukmu. Pejamkan matamu lalu rasakan segarnya udara pantai, seakan aku sedang memberikan sentuhan hangat padamu, dan terakhir dengarkan suara ombak yang bersautan seakan aku sedang membisikkan kata cinta untukmu. Lakukanlah jika kamu merindukanku, Abi."

Aku bisa melihat Abi menangis walau saat ini gelap menutupi segalanya, perlahan aku mulai berjalan ke belakang Abi, tanganku mulai menyusup diantara tubuhnya. Kini, aku sudah memeluknya, menempatkan kepalaku agar bersandar di punggungnya.

Tidak aku sia-siakan, aku hirup aroma mint yang dulu begitu memabukkan untukku. Setidaknya untuk malam ini aku akan membuat suatu kenangan manis bersama Abi dalam ingatanku, sebelum aku benar-benar hilang.

Abi, jika ini akhirnya, maka lepaskan aku.

"Lia, jika merelakanmu adalah hal yang paling terbaik untuk kita, maka mulai detik ini, aku sudah merelakanmu. Bahagialah disana, bersama dengan apa yang baru saja kamu temui, sedangkan aku disini akan bahagia bersama Nania, terima kasih, Alia." ucapnya dengan begitu pelan namun mampu membuat aku tersenyum.

Itulah harapan yang selama ini aku inginkan, harapan yang bisa membuat aku pergi dengan tenang, yaitu kerelaan dari Abi.

Perlahan aku tubuhku mulai memudar, kini aku seperti terlepas dengan bebas, bersamaan dengan air mata Abi yang kembali turun. Senyum tak kunjung pudar dari wajahku, walau semakin lama aku semakin hilang.

"Katakan pada Nania, alasan aku tak pernah ingin menemuinya selama ini karena aku tidak ingin menyakiti dia dengan kehadiranku." kataku untuk terakhir kalinya sebelum aku benar-benar menghilang menuju kedamaian yang abadi.

Ku dengar seorang wanita teriak dari arah berlawanan, "Ab, ayo masuk. Besok kita harus ke makam Alia dulu sebelum ke acara pernikahan kita."

Abi mengangguk, dan berjalan sembari menghapus air matanya. Setidaknya untuk terakhir kalinya, ia tidak mau terlihat seperti pria brengsek yang tengah menangisi wanita lain di hadapan wanitanya.

"Itu surat apa?" tanya Nania melihat surat berwarna soft blue di kantong Abi. Sedangkan Abi hanya menggidikan bahunya.

From : My Little Panda
To : My Little Bear

Hallo beruang kecilku...
Bagaimana harimu tanpaku?
Pasti menyenangkan,
Bagaimana Nania?
Dia pasti tidak kalah baik dari aku
Dan kamu pasti bahagia kan?
Selamat!!

Sekarang aku sedang menjelajah,
Tempatnya sangat jauh, dan kamu tidak boleh menyusul kecuali memang sudah waktunya kamu menjelajah.
Disini, banyak hal menarik dan indah, aku bahagia. Tapi, aku rindu pada kehidupanku bersamamu, bersama teman-temanku.

Tapi aku tidak ingin menyalahkan takdir lagi, sebab aku tahu apa yang sudah ditetapkan oleh Tuhan, adalah yang terbaik untuk umatnya. Semoga kamu mengerti ya, dan menerima takdirmu seperti aku menerima takdirku.

Terkadang manusia mengatakan Tuhan tidak adil karena membuatnya sial atau terkena musibah, padahal jika dipikir-pikir, hidup itu untuk dinikmati bukan di adili.

Boleh aku meminta satu hal? Biarkan aku agar tetap hidup dalam hatimu, kenanglah aku didalam hatimu, jangan pikiranmu. Karena aku ingin yang ada dipikiranmu hanyalah Nania dan masa depanmu, jangan aku.

Setidaknya biarkan aku menjadi memori pahit atau manismu sewaktu dulu yang kini tidak pernah bisa menjadi sosok pendamping abadi untukmu. Selamat tinggal, Abimana, cinta pertamaku.

Lelaki cupu dengan segala keseriusan dan kemisteriusan yang tak aku ketahui hingga sekarang. Jadi, apa alasanmu mencintaiku? Hahaha, tidak usah dijawab, toh, aku juga sudah tidak berada di dalam hidupmu lagi.

Salam rindu
Senja-mu, Alia.




•TAMAT•

Everything I Do (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang