Part 5

821 58 28
                                    

Aku merasa seseorang berjalan ke arahku, aku dapat mengenali sepatu itu. Itu sepatu milik Abi.

Abi memeluk dan membawaku kelusr dari situasi memalukan itu. Abi membawaku ke UKS, disana Abi menghapus air mataku. Ia berkata, aku tampak jelek jika sedang menangis, dan aku hanya tertawa mendengar itu.

Perlahan senyumku kembali terbit. Aku berterima kasih pada Abi, untuk segala hal yang telah ia lakukan. Sepanjang aku bersama Abi, aku belum pernah melihat Abi memarahi orang lain, aku kagum untuk sikap Abi yang satu itu.

Abi mampu menahan emosinya, bagiku Abi seperti malaikat. Dan lagi-lagi aku nyaman dengan semua perlakuan Abi. Bahkan tanpa Abi tahu, aku sudah mulai menaruh perasaan padanya.

Setelah merasa baikan, aku memutuskan untuk kembali ke kelas. Disana sudah ada Olin yang siap memelukku dan Bella yang siap menghapus air mataku. Aku bersyukur memiliki sahabat sebaik mereka walau pada kenyataannya mereka tidak terlalu sering ada disaat aku membutuhkan mereka.

Tak lama kemudian Bu Rena masuk dan memberikan tugas untuk kami membuat kelompok. Karena Bu Rena akan memberikan tugas drama dengan tema yang berbeda.

Olin yang tidak mau pusing, memilih kelompok sesuai saat kami diberikan tugas membuat bolu. Dan setelah mendengar penjelasan Bu Rena, kami mendapatkan tema keagamaan.

Bella menatapku penuh harap, aku tahu Bella dan Olin sangat malas jika harus mencatat tulisan panjang. Jadi Bella menyerahkan tugas membuat naskah kepadaku dan Abi. Lagi-lagi kami harus berdua.

Aku mengusulkan mereka untuk latihan di rumahku saja. Atau di balai sekolahan, untuk masalah kunci, aku nanti bisa memintanya pada Alfa.

Aku berkata jika naskahnya sudah jadi, aku akan langsung mengabari mereka untuk tempat dan waktu latihan. Sementara proses pembuatan naskah, Abi jadi lebih sering main ke rumahku. Aku senang ketika Abi tidak banyak bertanya kenapa rumahku sepi. Itu artinya aku tidak harus menjelaskan detail masalah keluargaku.

Butuh waktu dua hari untuk aku dan Abi menyelesaikan naskah tersebut. Dan setelah selesai aku langsung mengabari teman-temanku, kalau besok kelompok kami sudah mulai bisa latihan. Dan tempat yang aku sarankan adalah balai sekolah.

Mengesampingkan perihal hubunganku dengan Alfa, aku berniat meminjam kunci balai. Dan Alfa dengan senang hati memberikannya.

Balai sekolahku cukup besar, karena balai ini bisa dijadikan sebagai panggung saat pensi atau acara lainnya. Dari pagi hingga siang kami terus berlatih agar kelak saat kami tampil, kelompok kami tidak memalukan.

Disela-sela latihan aku melihat Nania yang berada di ambang pintu. Ia menatap ke arahku dan Abi. Aku bertanya pada Abi, apakah ia memberitahu Nania kalau kelompok mereka latihan di balai. Tapi Abi menjawab tidak.

Lalu aku melihat Abi menghampiri Nania, pikirku saat itu mungkin Abi akan bertanya kenapa Nania ada disini.

Aku mulai mendekat, aku tidak berniat menguping, aku hanya ingin mengambil minum. Tapi niatku mengambil minum hilang saat aku mendengar Nania menyebutkan namaku. Aku melangkah lebih dekat hingga akhirnya aku dapat mendengar jelas perkataan Nania.

"Aku nggak suka kamu dekat dengan Lia, Ab."

"Tapi kenapa?"

"Aku cemburu, aku tahu ini nggak seharusnya, karena kamu dan Lia lebih dulu dekat dibanding aku. Tapi dengan semua perhatian kamu ke aku, maksudnya apa, Ab? Aku cemburu melihat kamu dengan Lia."

Aku menutup mulutku, aku tidak menyangka jika Nania ternyata menyimpan rasa pada Abi. Tapi yang lebih membuatku kecewa adalah ucapan Nania barusan.

Aku marah pada Nania, hingga aku tidak lagi mau mendengarkan lebih lanjut. Aku benar-benar kecewa dengan sikap Nania yang terlihat baik seakan tidak ada masalah apapun denganku, tapi nyatanya? Dia membenciku. Dasar munafik.

Aku melihat Abi telah selesai berbicara dengan Nania. Ia kembali ke tengah-tengah kami.

Aku sangat berusaha untuk terlihat biasa, walau pada kenyataannya aku benar-benar kecewa. Tapi tidak ada alasan untukku marah pada Abi, karena akupun bukanlah siapa-siapa untuk Abi.

Aku ingat, waktu itu Abi hanya berkata bahwa aku adalah seseorang yang spesial untuknya. Saat itu aku hanya tersenyum, aku berpikir untuk percaya pada ucapan Abi, karena menurutku Abi bukan tipe lelaki yang dengan mudah mengumbar janji-janji manis.

"Arti aku di hidup kamu apa, Ab?" tanyaku saat itu.

"Kamu spesial, aku nggak bisa jelasin dengan detail, yang pasti, aku sangat membutuhkanmu untuk mengimbangiku." katanya.

Mengingat itu membuatku ingin menangis. Aku benar-benar tidak menyangka akan jatuh cinta pada lelaki biasa seperti Abi. Dengan cepat aku menggelengkan kepalaku, aku pamit untuk pergi lebih dulu, aku tidak tahan dengan keadaan ini, apalagi aku melihat Nania masih menunggu Abi diluar.

Saat aku berpapasan dengan Nania, gadis itu masih sempat mengumbar senyumnya. Dan aku hanya membalasnya dengan tatapan sinis. Aku hanya tidak suka jika seseorang yang membenciku, berpura-pura baik demi mendapat citra yang baik dari orang lain.

Aku memang tidak tahu alasan dan perasaan Nania, tapi aku rasa aku memang tidak perlu tahu. Karena aku bukan Nania.

Aku sedang tidak bisa berpikir jernih saat itu, bahkan aku memilih untuk pergi ke sebuah pusat kota. Aku sangat berharap keramaian dapat membuatku tenang.

"Lia..."

Aku menoleh, mendapati Abi sedang menatap ke arahku. Posisi Abi tidak begitu jauh dari tempatku berdiri. Aku berpikir sejenak, apakah Abi mengikutiku?

"Kamu marah padaku?" tanya Abi.

Aku hanya diam, aku bahkan tidak berniat membahas hal itu sekarang. Walau aku dan Abi cukup dekat, tapi kami tidak pernah tahu perihal perasaan kami. Aku tidak tahu Abi, dan Abi tidak tahu aku.

Cukup lama kami terdiam, akhirnya aku mendengar Abi bersuara. Abi bertanya arti dari hubungan kami. Dan aku bungkam.

Aku pun tidak tahu arti dari hubungan ini, kami dekat, sangat dekat, tapi kami tidak tahu status apa yang cocok untuk hubungan ini. Aku selalu menunggu Abi menyatakan rasanya padaku, tapi sampai detik ini, Abi tidak kunjung menyatakan rasa.

"Just a friend..."

Abi terdiam, sebenarnya aku tidak berniat menjawab itu, tapi apa ada pilihan lebih dari sahabat untuk kami? Aku sangat sedih mengatakan itu.

Aku mendengar Abi menghela napas, aku pikir saat itu Abi akan mengatakan jika dia menyukaiku. Tapi ternyata Abi malah mengajakku pulang. Alih-alih Abi berjanji untuk tetap seperti ini, walaupun Nania mengatakan bahwa ia tidak suka dengan kedekatan kami.

Aku tahu aku salah, aku terlalu egois saat itu hingga menyebabkan Abi membangun jarak di antara kami. Aku hanya cemburu, aku hanya takut Abi meninggalkanku.

Tapi ternyata dengan sikapku yang merajuk, malah membuat Abi menjauh. Aku tidak tahu alasan ia menjauh, tapi yang aku percayai saat ini Abi sedang mencoba menjaga dua perasaan. Yaitu perasaanku, dan Nania.

TBC

Everything I Do (COMPLETED)Where stories live. Discover now