Bagian 7

180K 11.7K 193
                                    

Hal pertama yang kulakukan setelah aku berada di apartemenku adalah mandi. Saat ini, rasanya aku ingin menangis dan memaki-maki Nate. Bagaimana tidak, aku baru sadar kalau pria itu ternyata meninggalkan banyak bekas ciuman sialannya itu di tubuhku. Hal itu menandakan bahwa tadi malam memang terjadi apa-apa antara aku dan Nate. Padahal, aku berharap kalau semua itu adalah mimpi.

Aku menggosok-gosok bekas ciuman Nate yang kini sudah berubah warna menjadi kebiruan yang menempel di bagian dada dan perutku dengan keras, berharap bekas sialan itu akan menghilang dari tubuhku. Tetapi apa yang kulakukan saat ini hanya berujung pada kesia-siaan. Bekas-bekas itu tidak mau hilang dari tubuhku.

Aku menarik napas dalam-dalam untuk menahan air mataku agar tak jatuh, tetapi sialnya aku tidak bisa menahannya. Dadaku terasa luar biasa sesak ketika mengingat apa yang Nate lakukan kepadaku. Pria itu benar-benar kejam. Padahal, perbuatanku kepadanya saat SMA dulu tidak terlalu parah. Tetapi dia membalasnya sampai seperti ini. Demi Tuhan aku membenci pria itu.

Aku menyalakan shower untuk menyembunyikan suara isak tangisku yang terdengar memilukan dan menyamarkan air mataku yang mulai membanjiri wajahku.

Hidupku yang sudah berantakan ini semakin berantakan dengan kehadiran Nate yang tak kusangka-sangka sebelumnya. Semuanya bertambah parah. Beban pikiran yang menaungi kepalaku semakin bertambah dan membuat kepalaku terasa akan meledak sebentar lagi. Karma yang kudapatkan dari masa laluku benar-benar luar biasa. Semuanya datang berkali-kali lipat.

Setelah puas menangis, aku membasuh tubuhku dengan air sebelum mengambil handukku lantas mengeringkan tubuh dan rambutku. Setelahnya, aku meraih jubah mandiku dan memakainya lantas menggantungkan handuk di kepalaku untuk mengeringkan rambutku.

Aku meringis pelan saat rasa sakit tiba-tiba saja menjalar di bagian pusat tubuhku. Aku memegang knop pintu dan mendesah pelan. Rasanya benar-benar menyebalkan. Setelah rasa sakit di kepalaku hilang, sekarang gantian rasa sakit di selangkanganku yang datang. Sial. Dan kenapa rasa sakit ini baru datang sekarang? Oh Tuhan! Rasanya aku ingin mati saja.

Aku duduk sebentar di ranjangku untuk meredakan rasa sakit yang menjalar di pusat tubuhku. Setelahnya, aku meraih baju kerjaku lantas memakainya sebelum duduk di meja riasku dan mulai memoles wajahku. Ingat, kecantikan adalah salah satu hal yang harus ditonjolkan dalam diriku setelah aku jatuh miskin.

Dan bekerja adalah salah satu hal yang wajib dilakukan agar aku bisa menghidupi diriku dan membelikan barang-barang mewah untuk ibuku serta membelikan alkohol kualitas super untuk ayah tiriku. Persetan dengan apa yang terjadi denganku kemarin. Hidup harus terus berlanjut walaupun aku masih ingin menangis jika mengingat kalau aku sudah tidak perawan lagi sekarang.

Oh sial! Aku benar-benar ingin menangis lagi sekarang.

Setelah sekian menit berkutat dengan wajahku, aku mengambil tas dan sepatuku lantas membawanya keluar.

Jam masih menunjukkan pukul delapan, masih ada waktu satu jam lagi sebelum jam kerja dimulai. Itu artinya aku masih sempat untuk melakukan sarapan. Perutku benar-benar terasa sangat lapar sejak tadi. Kalau saja Nate bukanlah Nate yang berasal dari masa laluku, aku pasti akan menerima ajakan sarapan dari ibunya. Lagipula, lidahku sudah lama tidak merasakan makanan orang kaya. Dan aku merindukannya.

Aku terkejut bukan main saat melihat Nate berada di dapur apartemenku. Aku pikir dia sudah pulang setelah mengantarkanku tadi. Tunggu sebentar, aku rasa pria itu tidak ikut masuk saat aku masuk ke dalam apartemenku. Lalu, bagaimana bisa dia berada di sini sekarang?

Ah! Tentu saja dia menggunakan kekuasaannya untuk mendapatkan password apartemenku. Jangan bodoh, Olivia. Dia adalah Nate Hamilton kalau kau lupa. Bukan Nate H. yang aneh itu.

"Kenapa berdiri di situ terus? Ayo, duduk. Aku sudah membuatkan sarapan spesial untukmu," ucap Nate dengan senyum lebarnya seraya memindahkan masakan yang tadi dibuatnya ke atas meja bar.

Nate memasak? Untukku? Dia pasti sudah gila. Dan kali ini, aku melihat Nate yang berbeda; Nate yang ceria. Oh sial! Berapa banyak lagi sifat pria itu yang harus kuhadapi?

"Olivia Johnson, apa kau hanya ingin terus berdiri di situ sementara perutmu sudah sangat kelaparan?" tanya Nate dengan gemas seraya berkacak pinggang.

Aku mengerjapkan mataku berulang kali. Dan aku baru sadar kalau pria itu menggunakan celemek berwarna pink yang selama ini selalu dipakai Sasha ketika dia sedang memasak. Oh! Dan dia terlihat sangat imut sekarang. Selain sifatnya yang berbeda-beda, Nate juga mempunyai penampilan yang berbeda-beda. Aku benar-benar bisa gila kalau terus seperti ini.

"Olivia Johson, apa kau ingin aku memukul pantatmu dengan ini supaya kau segera duduk dan menikmati sarapanmu?" tanya Nate dengan kesal seraya mengetuk-ngetukkan spatula di telapak tangannya.

Ancamannya terdengar lucu. Bawah sadarku dibuat tertawa olehnya, tetapi untungnya tawa itu tak sampai ke bibirku. Bagaimanapun juga, aku harus menjaga harga diriku di hadapannya.

Aku mengambil duduk di bar, menuruti perkataan Nate sebelum pria itu benar-benar membuat ancamannya tadi menjadi kenyataan. Aku tahu pria itu bisa melakukan apa pun yang sebelumnya tidak pernah terpikirkan olehku.

Aku menatap lapar semua hidangan yang ada di hadapanku saat ini. Semua makanan itu terlihat sangat lezat sampai membuat perutku tidak sabar untuk menyantapnya. Aku tak menyangka jika Nate bisa memasak. Aku pikir pria itu hanya bisa memaksaku saja.

"Makanlah," ucap Nate dengan senyum lebarnya setelah dia mengambil duduk di hadapanku.

Tanpa diminta pun aku akan segera memakannya. Persetan dengan harga diriku saat ini. Aku lapar dan aku butuh makan.

Aku mengambil sesendok sarapan yang dibuat oleh Nate lantas memasukkannya ke dalam mulutku. Mataku mengerjap pelan saat makanan tersebut memenuhi mulutku. Rasanya benar-benar luar biasa. Kalau saja lidahku bisa berbicara, dia pasti akan melontarkan berbagai macam pujian kepada masakan yang dibuat oleh Nate. Aku seperti sedang memakan masakan restoran yang sering diberikan oleh tetanggaku. Pria ini berbakat juga rupanya.

"Enak?" tanya Nate dengan senyum gelinya.

Aku mengangguk cepat tanpa mengeluarkan suaraku sedikit pun karena mulutku sedang sibuk mengunyah sarapan yang luar biasa ini.

Nate terkekeh pelan. "Ini adalah salah satu hal yang akan kuberikan kepadamu setelah kita menikah nanti. Aku akan selalu memasak untukmu, calon istriku."

Aku langsung memelankan kunyahanku setelah mendengar kalimat tersebut keluar dari mulut Nate. Selera makanku hilang begitu saja setelah mendengar dia memanggilku dengan sebutan calon istri.

Kenyataan tersebut menampar keras diriku, membuatku kembali sadar kalau aku harus menghadapi realitayang sedang terjadi denganku saat ini. Ya, sebentar lagi aku akan menikahdengan Nate. Itu terdengar buruk, bukan? Oh Tuhan... tolong cabut nyawakusekarang juga.

••••

4 Oktober, 2016

Sweet BillionaireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang