Bagian 6

191K 12.4K 299
                                    

Aku tidak bisa mengatakan apa pun lagi saat Nate mengatakan kalau dia masih mencintaiku sampai saat ini. Jantungku berhenti berdetak selama beberapa detik saking terkejutnya dengan pernyataan tersebut. Tanganku yang tadinya sibuk meronta di dalam pelukannya, kini malah bersandar lemah di dadanya. Ini benar-benar mengejutkan sampai membuatku bingung harus berbuat apa.

Aku memejamkan mataku sejenak sebelum menarik salah satu tanganku yang masih berada di genggaman Nate lantas menarik tubuhku untuk keluar dari pelukannya yang langsung dituruti olehnya.

"Aku harus pulang, Nate. Aku harus bekerja," ucapku seraya berbalik untuk pergi dari sini. Semua yang terjadi hari ini benar-benar membuat tubuh dan pikiranku lelah.

"Kau akan meninggalkanku setelah aku mengatakan kepadamu kalau aku mencintaimu?" aku langsung menghentikan langkahku tanpa berbalik untuk menatap Nate saat mendengar pria itu membuka suaranya. "Sama seperti dulu, kau juga meninggalkanku setelah aku menyatakan perasaanku padamu," lanjutnya yang terdengar begitu terluka.

Aku menahan langkahku sekuat mungkin untuk tak berbalik ke arahnya. Untuk yang kesekian kalinya, Nate kembali berhasil membuatku merasa bersalah.

"Ayo, kuantar," ucapnya seraya menyambar lenganku lantas membawaku keluar dari kamar ini.

Kali ini, aku melihat Nate yang berbeda. Setelah Nate yang berbahaya dan Nate yang lembut, kali ini aku melihat Nate yang rapuh. Entah berapa sifat yang dia miliki di dalam tubuhnya itu. Semuanya seolah bertukar tempat tanpa kenal waktu. Dan itu membuatku sulit untuk bisa memahaminya.

"Kalian sudah bangun. Ayo, sarapan di sini saja," ajak seorang wanita yang tak kukenal setelah kami berada di lantai bawah.

"Tidak, Ma. Ollie harus bekerja setelah ini," tolak Nate. Dan aku yakin kalau wanita itu adalah ibunya.

"Ayolah, Nate. Tadi malam kau menghabiskan banyak waktu bersamanya sampai membuat kami tidak bisa mengobrol dengannya," kata seorang pria yang wajahnya terlihat tidak asing dimataku.

Oh Tuhan! Dia adalah Noah Hamilton. Pembalap motor yang menjadi juara dunia beberapa tahun belakangan ini. Pantas saja wajahnya tidak asing di mataku. Tetapi tunggu sebentar... kenapa dia ada di sini? Apa dia merupakan salah satu saudara Nate?

"Dia adikku. Adik kandungku," bisik Nate di telingaku seolah-olah dia tahu apa yang sejak tadi kupikirkan.

Hal tersebut sedikit membuatku terkejut. Itu artinya nama belakang Nate adalah Hamilton. Dan aku mulai bingung sekarang. Kenapa Nate merahasiakan nama belakangnya saat masih SMA dulu? Padahal, nama Hamilton sudah terkenal di seluruh Amerika dan semua orang merasa segan dengan keluarga tersebut. Kalau saja dia memberitahukan nama belakangnya, dia pasti tidak akan menjadi bahan bully-an selama masa SMA. Ah sudahlah, kepalaku terasa semakin pusing sekarang.

"Ada apa?" tanya Nate yang terdengar khawatir saat aku meringis pelan ketika kepalaku terasa seperti ditusuk-tusuk.

"Kau tidak apa-apa, Olivia?" tanya ibu Nate yang juga terlihat khawatir.

Aku menggeleng-gelengkan kepalaku seraya tersenyum lemah ke arahnya. "Aku tidak apa-apa, Mrs. Hamilton. Hanya sedikit pusing. Maaf karena tidak bisa ikut sarapan bersama kalian. Aku akan membayarnya di lain waktu," ucapku kepada Mr. Dan Mrs. Hamilton serta Noah dengan tidak enak hati karena telah menolak ajakan mereka.

"Tidak apa-apa, Olivia. Kau bisa datang kapan saja," ucap Mrs. Hamilton dengan senyum ramahnya.

Setelahnya, aku dan Nate pamit kepada mereka sebelum Nate membawaku masuk ke dalam mobilnya.

"Sekarang kau sudah tahu nama belakangku. Apa itu membuatmu menyesal karena telah menggangguku semasa SMA dulu?" tanya Nate setelah mobil yang kami tumpangi berjalan keluar dari rumah kedua orangtuanya.

Sejujurnya aku sudah menyesali segala kelakuanku saat SMA dulu setelah aku jatuh miskin. Aku sadar kalau semua itu merupakan karma. Sejak saat itupula hidupku jadi berantakan. Teman-teman yang dulunya selalu mengikutiku ke mana pun, sekarang memilih untuk mejauhiku hanya karena aku tidak sekaya dulu. Dan sekarang hanya tinggal Sasha saja. Itu pun karena dia juga jatuh miskin sepertiku.

Aku mengembuskan napas panjang sebelum menganggukkan kepalaku sebagai jawaban atas pertanyaan Nate barusan.

Nate membawa kedua tanganku ke dalam genggamannya yang membuatku langsung menoleh ke arahnya. "Kalau begitu, kau juga akan menyesal di kemudian hari kalau kau menolak untuk menikah denganku," ucapnya seraya menatap tanganku yang berada di genggamannya.

Oh, sial! Nate yang berbahaya telah kembali. Dan sifatnya yang seperti ini selalu berhasil membuatku merasa tercekik.

"Bagaimana, Ollie?" tanyanya seraya menatap tepat ke manik mataku.

Aku menahan napasku selama beberapa detik. "Tidak, Nate. Jangan seperti ini," ucapku seraya mencoba untuk menarik tanganku dari genggamannya, tetapi tidak berhasil karena Nate semakin mengeratkan genggamannya pada tanganku.

"Begini saja, aku akan membuat sebuah penawaran untukmu, kau harus menikah denganku dan aku bisa menjamin hidupmu akan selalu dipenuhi dengan kebahagiaan. Atau... kau tidak perlu menikah denganku, tetapi aku bersumpah akan membuat hidupmu menderita. Pilihlah."

Aku menatapnya dengan mulutku yang setengah terbuka. Penawaran macam apa itu? Dua-duanya sama-sama tidak ada yang menguntungkan untukku.

Aku menggeleng-gelengkan kepalaku seraya menarik paksa tanganku yang akhirnya lepas dari genggamannya. "Aku tidak akan memilih, Nate. Tidak akan," ucapku dengan tegas. "Paman, tolong hentikan mobilnya," pintaku pada supir yang membawa mobil yang kami tumpangi saat ini.

Aku mendengar Nate menggeram pelan seraya menyuruh sang supir untuk tetap melajukan mobilnya. Dan tentu saja supir tersebut lebih memilih untuk mendengarkan perintah Nate. Sialan.

"Pilih, Ollie. Jangan membuatku marah," desis Nate seraya menatapku dengan tajam.

"Aku akan memilih pilihan kedua!" teriakku pada akhirnya. Terserah apa yang akan dilakukannya kepadaku setelah ini. Aku benar-benar tidak peduli. Aku hanya ingin bebas dari pria sialan ini.

"Bagus. Kalau begitu, kita bisa memulainya dari Jeff. Bagaimana, Ollie?" tanya Nate dengan senyum miringnya seraya mengeluarkan ponselnya.

Jantungku mendadak berhenti berdetak saat Nate menyebutkan nama Jeff. Aku tidak tahu seberapa jauh pria itu sudah mengetahui tentang kehidupanku. Dia tahu Jeff dan itu artinya gawat.

"Baik, aku akan memilih pilihan pertama. Aku akan menikah denganmu!" ucapku saat Nate mulai memberikan perintah kepada seseorang di seberang telepon.

Nate menghentikan segala perintahnya lantas mematikan panggilannya begitu saja sebelum memberikan senyum miringnya kepadaku. "Pilihan yang bagus, sayang," katanya seraya menyimpan kembali ponselnya.

Aku memejamkan mataku erat-erat sambil menahan sesak yang berkumpul menjadi satu di dadaku. Nate benar-benar gila. Aku tidak bisa membiarkan Jeff masuk ke dalam masalah ini. Setelah aku mengetahui nama belakang Nate, aku tahu pria itu bisa melakukan hal apa pun yang sebelumnya tidak pernah terpikirkan olehku. Dan aku tidak ingin Jeff menjadi sasaran Nate hanya karena diriku.

Aku langsung membuka mataku saat merasakan sebuah kecupan hangat mendarat di mataku. Dan setelahnya, pandangan mataku langsung beradu dengan Nate yang wajahnya hanya berjarak beberapa centi saja dari wajahku.

"Jangan menangis, Ollie. Kau pasti akan bahagia setelah menikah denganku. Aku mencintaimu," ucap Nate seraya menghapus air mataku yang entah sejak kapan jatuh membasahi wajahku.

Saat ini, Nate yang lembut telah kembali. Dan aku rasanya ingin mati saja.

••••

3 Oktober, 2016

Sweet BillionaireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang