Bagian 4

189K 12.2K 335
                                    

"Kau membuat kita terlambat, Ollie," bisik Nate saat kami baru saja tiba di kediaman kedua orangtuanya.

Aku memilih untuk tidak membuka suaraku sejak tadi. Aura yang terpancar di diri Nate saat ini entah kenapa membuatku merasa waswas. Sepanjang perjalanan menuju ke sini, pria itu terus saja berceloteh mengenai kelakuanku kepadanya saat SMA dulu. Aku tahu Nate memang sengaja menceritakan segala kejahatanku padanya di masa lalu agar aku merasa bersalah. Dan sialnya dia berhasil.

Aku baru sadar kalau dulunya aku begitu jahat kepada Nate. Bukan hanya aku sebenarnya, tetapi semua orang. Dan aku bisa merasakan bagaimana menjadi dia saat SMA dulu lewat nada suaranya saat bercerita, terdengar sangat menderita. Sungguh, aku sangat menyesal telah memperlakukannya seperti itu.

Nate dulunya sering disebut sebagai anak aneh. Dia selalu sibuk dengan komputernya dan hal-hal aneh yang dilakukannya yang tidak kami mengerti. Rambut bergaya norak dan kacamata tebal yang menghiasi wajahnya membuatnya terlihat semakin aneh di antara kami semua. Apalagi saat itu dia memiliki tubuh yang agak gendut.

Namun, siapa sangka jika Nate bisa berubah seperti sekarang ini. Rambut dengan potongan rapi, tidak ada lagi kacamata tebal yang menghiasi wajahnya, dan tubuhnya yang begitu tegap layaknya model papan atas. Belum lagi dirinya yang sekarang luar biasa kaya. Nate yang sekarang adalah perwakilan dari sosok pria sempurna. Aku tidak tahu dia membobol bank mana sampai bisa berubah sedrastis itu.

Aku menahan napasku sejenak saat Nate melingkarkan lengannya di seputaran pinggangku seraya mengajakku masuk ke dalam, bergabung bersama beberapa orang yang memenuhi taman belakang rumah mewah ini.

"Kau ingin minum?" bisiknya saat kami berhenti di tengah-tengah tamu yang hadir di sini.

Aku mengangguk pelan. Tenggorokanku memang terasa kering sejak di mobil tadi.

Nate menjauhkan lengannya dari pinggangku lantas meninggalkanku untuk mengambil minum. Aku langsung menarik napas dalam-dalam saat dia tak lagi berada di sisiku. Leherku terasa seperti dicekik saat dia berada di dekatku. Aku tidak tahu bagaimana caranya dia membuatku merasa sangat terintimidasi dengannya.

Nate kembali dengan dua gelas minuman di tangannya. Dia menyerahkan salah satunya kepadaku. "Ini alkohol dengan kualitas terbaik. Langsung didatangkan dari Italia. Kau harus mencicipinya," ucapnya seraya meraih kembali pinggangku ke dalam pelukannya.

"Nate, aku tidak minum alkohol," ucapku seraya mendongak untuk menatapnya. Oh! Aku baru sadar kalau tinggiku hanya sebatas lehernya saja walaupun aku sudah memakai sepatu hak tinggi.

"Kau harus mencicipinya, Ollie. Ini sangat enak."

Baiklah, hanya mencicipi. Aku benar-benar tidak bisa menghabiskan satu gelas alkohol ini. Aku payah dalam urusan alkohol. Minuman tersebut bisa membuatku mabuk hanya dengan meminum satu gelas saja.

Aku mendekatkan bibirku pada pinggiran gelas tersebut lantas menyesapnya sedikit. Oh Tuhan! Ini adalah alkohol terenak yang pernah kuminum. Rasanya sangat familiar di lidah sehingga menyisakan sensasi yang luar biasa setelah cairan tersebut mengaliri tenggorokanku.

"Bagaimana?" tanya Nate dengan senyum lebarnya.

"Luar biasa," jawabku dengan takjub. Ayah tiriku harus mencoba alkohol ini.

Nate terkekeh pelan. "Habiskan, Ollie."

"Aku rasa cukup. Aku hanya ingin mencicipinya saja. Tadi aku melihat ada minuman soda di sana. Sebaiknya aku minum itu saja."

"Tidak. Aku ingin kau menghabiskannya," ucap Nate dengan senyum yang menghiasi bibirnya, tetapi nada suaranya menunjukkan kalau dia tidak ingin dibantah. Sialan, sepertinya dia ingin memanfaatkan kelemahanku.

"Tidak, Nate."

"Habiskan, Ollie," kali ini senyumnya sudah hilang dari bibirnya dan matanya menatapku dengan penuh ancaman. Dan aku dapat merasakan pelukannya pada pinggangku semakin mengerat.

Sambil menahan rasa takut yang mulai mengerubungi diriku, aku meminum alkohol tersebut secara perlahan sampai habis. Dan setelahnya, kepalaku mulai terasa pusing. Nate memang sialan.

Nate mendekatkan bibirnya di telingaku lantas membisikkan sesuatu di sana, "sudah kubilang kau terlihat semakin cantik saat kau menurut padaku, Ollie," dia menggigit pelan daun telingaku sebelum kembali ke posisi semula.

Nate mengambil gelasku yang sudah kosong lantas menyerahkannya kepada pelayan yang berjalan mondar-mandir di sekitar kami. "Ayo, kita beri ucapan selamat kepada tuan rumah," katanya seraya menarikku berjalan bersamanya.

"Wow! Siapa wanita cantik ini, Nate?" tanya seorang pria yang wajahnya tidak asing di mataku saat Nate membawaku duduk di salah satu meja berbentuk lingkaran yang sudah diisi oleh beberapa orang yang tak kukenal.

"Dia Olivia, wanitaku," jawab Nate dengan senyum lebarnya yang setelahnya langsung mendapat sorakan dari orang-orang yang duduk di meja tersebut.

Mulutku sudah ingin membantah ucapan asalnya barusan, tetapi kepalaku semakin terasa pusing. Andai saja aku baru mabuk setelah menghabiskan beberapa gelas alkohol, aku pasti akan langsung menjambak rambut Nate karena dia telah mengakuiku sebagai wanitanya di depan banyak orang.

"Hmm... sepertinya wanitaku terlalu banyak minum sampai tidak bisa menanggapi omongan kita lagi," kekeh Nate saat melihatku yang hanya diam saja sejak tadi. "Sudah kubilang jangan terlalu banyak minum, sayang," tambahnya seraya mengajakku untuk bangkit berdiri.

Siapa pun, tolong bawakan aku saos. Tanganku sudah gatal ingin menggosok mulut sialannya itu dengan saos agar dia berhenti mengatakan omong kosong.

Setelah aku mendengar Nate pamit kepada orang yang ada di meja tersebut, dia kembali membawaku berjalan entah ke mana. Ingatkan aku untuk membalas perbuatan kurang ajarnya itu setelah ini.

"Ini di mana, Nate?" tanyaku saat kami berada di sebuah ruangan yang terlihat seperti kamar tidur.

"Kamarku, sayang," jawabnya seraya membuka jasnya. Sialan, mau apa dia?

"Nate, bisa kau antar aku pulang? Kepalaku benar-benar pusing sekali," pintaku seraya memijat kepalaku yang terasa luar biasa berat.

"Tidak, sayang. Kita akan menghabiskan malam kita di sini. Dan aku harap kau masih dalam kondisi sadar agar kau bisa menikmati apa yang akan kita lakukan malam ini," ucapnya dengan seringaian di bibirnya yang terlihat mengerikan di mataku.

"Tolong jangan macam-macam, Nate," kataku saat aku melihatnya membuka satu per satu kancing kemejanya. Beruntung kesadaranku tiba-tiba saja kembali memenuhi diriku saat melihat Nate menelanjangi dirinya sendiri.

Aku menahan napasku saat dia melangkah mendekatiku dengan bagian atas tubuhnya yang sudah bebas dari pakaiannya. Dia terlihat panas dan mengerikan dalam satu waktu. Aku mundur, berusaha untuk lari dari jangkauannya. Namun, dia maju lebih cepat sehingga membuat tubuhku pada akhirnya berada di bawah kukungannya.

Aku bisa mencium wangi tubuhnya dari sini. Sangat menyegarkan indera penciumanku sehingga membuatku rileks selama beberapa detik. Namun, semua itu hilang saat sudut bibirnya tertarik ke atas, membentuk sebuah seringaian kemenangan.

"Menikahlah denganku," ucapnya.

Dan yang terakhir kali aku ingat yaitu, aku jatuh ke dalam pelukannya sebelum dia menjatuhkanku ke atas ranjangnya.

••••

1 Oktober, 2016

Sweet BillionaireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang