[19] - The Left Person.b

69 5 1
                                    



Beberapa menit setelah Eza menjawab, pintu mendadak bergetar, dan pintu-pintu palsu langsung retak bersamaan dengan bergetarnya dimensi itu. Eza sama sekali tak mengeluarkan suara atau tepatnya, ia sedang menahan sakitnya.


"Cepat pergi, sakit nih," lirih Eza menahan sakit dengan menghadap teman-temannya.


Daffa dan Nesya tak sanggup menatap Eza, dan keduanya langsung berpaling. Sementara Fanny justru terdiam kaku seakan-akan tak bisa bergerak dengan mata yang tak dapat lepas dari Eza.

Daffa langsung mencengkram pergelangan tangan Fanny dan menariknya. "Ayo pergi, Fan," ucapnya menyuruh Fanny untuk mengikutinya masuk ke pintu.

Fanny menoleh dan mengangguk ke Daffa. Lalu kembali menoleh ke Eza untuk melihat senyumnya, senyum terakhirnya, sebelum semua tubuhnya mengeluarkan darah.


"Eza!!"


Tak ada yang bisa dilakukan lagi.

Mereka bertiga masuk melewati pintu. Bersiap menghadapi tantangan mematikan selanjutnya.




*




"Nesya pegangan!"


Tak ada yang tahu apa yang akan mereka hadapi, seperti saat ini. Tidak akan ada yang menyangka bahwa mereka akan berdiri di jalan setapak kecil yang berada beribu kaki di atas tanah. Mungkin akan bagus, kalau yang ada di bawah mereka adalah tanah dengan rerumputan. Namun saat ini, yang ada di bawah mereka adalah lahar api. Sekali jatuh, tak akan ada keajaiban yang mungkin terjadi.

Namun kini, mereka bertiga berada di posisi terburuk. Nesya tergelincir tanah yang lincin, dan untungnya, Daffa sigap untuk menangkap pergelangan tangan Nesya.

"Pegang tangan gue yang satunya!" seru Daffa seraya mengulurkan satu lagi tangannya yang bebas. Daffa kembali berteriak, "Fan, tahan tubuh gue!"

Fanny langsung melingkarkan kedua tangannya ke perut Daffa untuk menahan berat badannya agar tidak ikut jatuh saat hendak mengangkat Nesya. Sementara Nesya mencoba menggapai tangan Daffa untuk digenggam, agar ia bisa naik ke atas.

Daffa menangkap pergelangan tangan Nesya. "Bagus. Fanny, tarik gue," ucapnya seraya melirik Fanny yang memeluknya dari belakang.

Fanny terkejut dan mengangguk ragu. "I—iya."

Gadis ini mengeratkan pelukannya dan berusaha menarik Daffa, yang rasanya sangat berat, karena perbedaan antara pria dan perempuan. Daffa juga berusaha untuk menahan berat badan Nesya beserta tubuhnya, dengan memperkecil gesekan yang mungkin terjadi antara sepatu dan tanah. Karena salah langkah sedikit, tidak hanya Nesya, tapi mereka bertiga akan jatuh ke bawah.

Tangan Nesya berhasil mencapai tepi jalan. Fanny pun sudah melepas pelukannya, sementara Daffa masih memegangi satu tangan Nesya untuk membantunya naik.

"Nesy, injak batu yang ada di kanan, baru kaki lo yang kiri naikin," ucap Daffa menginstruksi gerakan Nesya. Nesya yang mendengarnya menghembuskan nafas kasar, karena hal itu cukup sulit. Ia harus membuka kakinya lebar-lebar di hadapan cowok sebayanya, dan itu sangat memalukan.

Riddle House [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang