Part 15

146 10 0
                                    

(15)

"Siang Guys, i'm so sorry i.. Umm i have a bad news for us, it's about our talent...." Kalimat Aletta hanya mampu didengar Echa sebagian ketika matanya tidak sengaja bertumbuk pada kilauan yang berasal dari jemari tangan kiri Aletta. Bentuk yang serupa namun didesign lebih feminim. Membuatnya teringat pada peristiwa tadi pagi saat ia berada di dalam mobil milik Diza.

Flashback

"Kenapa lo Cha nunduk gitu? Ngeliat apaan sih?" Tanya Diza berhasil menyadari perubahan sikap Echa yang mendadak bungkam dan fokus menghadap ke bawah kakinya

Echa bingung apakah ia harus jujur dengan apa yang dilihatnya, atau berpura-pura saja tidak melihat apapun di bawah sana. Namun ternyata sebelum dirinya berhasil memutuskan apa yang harus dilakukannya, Diza sudah mencondongkan tubuhnya ke arah Echa dan melongokkan kepala mengikuti arah pandang Echa ke bawah kakinya.

"Oh itu" jawab Diza datar

"Eh? Ngapain sih lo? Kepo banget, gue kan cuma nunduk" ujar Echa yang ternyata memutuskan untuk berlagak tidak melihat apapun di bawah sana

"Itu cincin Cha. Lo segitunya banget ngeliat tuh cincin, mau? Besok gue beliin" ternyata sia-sia sudah kepura-puraan Echa barusan. Diza menyadari apa yang mendistraksi Echa hingga membuatnya nampak terdiam

"Ambil aja Cha siniin deh, kayaknya itu punya..."

"Ta-ta?" Belum sempat Diza menyelesaikan kalimatnya sudah disambung oleh Echa yang berhasil mengeja huruf yang tertulis di balik cincin itu.

Tata, nama panggilan sayangnya Diza untuk Aletta kah itu? Rasanya Echa ingin memaki, namun entah harus memaki pada siapa? Sang penentu takdir kah? Dosa Cha. Gumam Echa dalam hati, ia teringat perkataan Ibun untuk selalu bersyukur dan tidak boleh menyalahkan takdir.

Cincin itu nampak sangatlah biasa, bukan sebuah cincin dengan rancangan berlebihan, juga bukan cincin yang nampak harus mengocek banyak lembaran rupiah.

"Iya bener kan tuh si Tata, eh Aletta Cha maksud gue. Coba liat sini Cha"

Echa memberikan cincin yang designnya seperti dibuat sengaja lebih maskulin itu pada Diza.

"Eh punya gue ding ini udah lama banget nih, kok bisa ada disitu ya?"

"Ta-ta?"

Echa tak mampu untuk menanggapi pertanyaan Diza, ia hanya sanggup mengeluarkan sebuah kata dengan intonasi bertanya yang seharusnya dapat dengan mudah ditangkap oleh Diza

"Huh? Oh, umm.. Dulu gue sama Aletta pernah kayak tukeran cincin gitu, iseng-iseng sih. Cincin murah juga sih ini, maklum lah jaman bocah Cha mana kebeli yang mahal. Terus ini pas dulu gue mau balik ke Indo seinget gue sih ketinggalan di London. Tapi tadi kenapa bisa ada di bawah situ ya ?"

Diza berusaha menjelaskan pada Echa sebaik mungkin supaya Echa tidak marah atau ngambek lagi padanya. Tapi kalo dipikir, kenapa juga Echa harus marah? Dan kenapa dirinya harus khawatir kalo Echa marah atau ngambek dengannya?

Entahlah, mungkin semesta yang akan menjawab pertanyaan sulit itu.

Mendengar Diza yang kembali bertanya mengapa cincin itu bisa tergeletak di bawah kakinya, Echa pun hanya menanggapi dengan mengedikkan bahu acuh sembari menengokkan kepala ke arah jendela.

Ia lelah dengan hatinya yang terus jumpalitan jika bersama dengan Diza. Pasalnya, tadi ia baru saja terbang bahagia mendapat perlakuan istimewa layaknya seorang Ratu oleh Diza namun kini ia baru saja dibanting keras untuk kembali menginjak tanah.

'Sadar akan posisi lo Mahesya Mayang Kirana' ujar Echa mengingatkan dirinya sendiri

Off

"Gimana Cha menurut lo?" Tanya Mas Andra yang sedikit gemas melihat Echa sedaritadi belum ada reaksi apapun setelah Aletta selesai memberikan update informasi mengenai main talentnya-Dokter Dhony.

The Art of FriendshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang