Part 6

237 16 3
                                    

(6)

"Cha, nanti lo balik kantor jam berapa?" Tanya salah satu sahabat GirlPower yang memiliki wajah oriental di ujung saluran telepon.

"Haii Soraya Fahrani Wang, tuh gue masih inget nama lengkap elo selengkap-lengkapnya kan Ay?"

Aya terpingkal menanggapi telepon dari Echa. Ia teringat kejadian beberapa minggu lalu yang membuat dirinya kesal lantaran Echa telah salah menyebut nama lengkap Aya menjadi Soraya Larasati, nama seorang artis terkenal ibukota.

"Iyee nah itu baru benar! Reseh lo ah pake nyebut nama artis segala kemarin. Eh buruan jawab, lo balik jam berapa?"

"Kayanya sih mau balik cepat kok gue, sekitar jam tujuhan gitu deh. Whaddap sist?"

"Tumben banget lo? Itu juga pasti belum ada sembilan jam kerja kan? Enak banget sih" Aya sudah hafal dengan kebiasaan sahabatnya ini.

Echa akan pulang cepat jika pekerjaan belum terlalu hectic namun sebaliknya, Echa akan pulang dini hari atau bahkan menginap di kantor jika memang load pekerjaan sudah meninggi terlebih saat mendekati hari H berlangsungnya program live.

"Hahaaa, yakin enak? Kalo enak kan elo gak mungkin nyuruhin gue resign melulu Ay. You knowlah, selagi bisa aja gue segerakan pulang cepat, kalo enggak juga kan-"

Sengaja Echa menggantung kalimatnya. Rasanya sudah tidak perlu lagi dilanjutkan, karena Aya pasti sudah memahaminya.

Memang Aya lah yang paling semangat meminta Echa untuk mengundurkan diri dari dunia broadcast, melihat pola hidup sahabatnya yang nampak kacau seperti malam dibuat siang dan siang dijadikan malam bahkan tidak jarang pula Echa terus terjaga selama 24 jam tanpa memejamkan mata jika programnya mendekati hari H untuk live.

Sangat tidak manusiawi, begitulah pemikiran Aya yang memang sudah dikenal yang paling teratur dalam menjaga pola hidupnya diantara para GirlPower.

Diantara GirlPower lainnya, hanya Aya lah yang tidak terjun ke dunia seni. Ia yang memang keturunan Chinese menjadikan dirinya lebih menyukai dunia hitung menghitung.

Perbankan, itulah dunia yang ia pilih untuk memenuhi keberlangsungan hidupnya. Menjadi seorang bankir membuatnya selalu hidup teratur, dengan berangkat kerja pagi hari dan pulang pun saat adzan Isya belum lagi berkumandang.

Itulah yang membuatnya tidak dapat memahami mengapa pekerjaan di dunia seni yang ketiga sahabatnya geluti itu sungguh tidak dapat mengenal waktu. Walaupun sebenarnya tidak jarang juga ia harus melembur untuk menyelesaikan laporan perbankannya di akhir bulan. Masih sangat masuk akal baginya.

"Hhh.. Iya juga sih. Elo juga lagian ngapain betah banget kerja rodi gitu ih, gak masuk akal. Eh gue mau ngajakin lo dinner nanti sama Zeezee juga, yuk! Terus setelah dinner kita nebeng nginep di rumah lo ya, karena besok gue ada meeting di daerah dekat rumah lo Cha"

"Yuuuk!! Mau banget! Gue lagi stress tingkat dewa Ay, really need to laughing all night long with you guys!"

Echa memang baru saja mendapatkan shocking therapy dari kantornya yang menginginkan Diza sebagai main talent dalam program talkshow terbaru mengenai kedokteran yang akan ia kerjakan, sehingga membuatnya stress lantaran tak ada seorang pun di Great Tv yang mengetahui persahabatannya dengan Diza.

Echa pun tidak ingin teman-teman kantornya mengetahui hal tersebut, mengingat nama besar yang disandang oleh Diza memiliki andil cukup besar untuk Great Tv.

The Art of FriendshipDonde viven las historias. Descúbrelo ahora