Part 12a

231 16 5
                                    

           

(12a)

From Vayza: Mas Diza, emg benar ya bsk lusa pas hari Minggu nanti mas mau jemput Mba Letta di bandara? Td tantenya Mb Letta main kesini ngobrol sama mama. Berarti bsk Sabtu mas harus anter aku dulu ya ke toko buku nyari buku2 referensi untuk skripsi, jgn sampe lupa ya! Lusa nya mas mau ngedate kan soalnya! Thx mas ku cayang!

Nampaknya Vayza salah mengirimkan chat yang seharusnya ia tujukan pada kakak lelaki keduanya, Diza.

Lantas mengapa Echa merasakan ada sesuatu yang perih di dadanya? Mungkinkah penyakit lambungnya kambuh? Mengapa kambuh di saat ia sudah makan malam tepat waktu? Dan kenapa pula rasa sakitnya bukan terletak di uluhati? Sepertinya penyakit magh ini sudah semakin parah. Setidaknya seperti itulah pemikiran Echa.

"Cha? Lo kenapa? Muka lo pucat" Zeezee menyadarkan lamunan Echa, memegang bahunya yang nampak semakin tegang.

~~

"Damn it! Stupid me stupid me stupid me!!!" Terlihat Vayza sedang mengetuk-ngetukkan ponsel pada kepalanya. Nampak ia sedang mengomeli diri sendiri.

"Vay? Kenapa sih kamu? Anak mama stress banget kayaknya nih dengan skripsi?" Tanya Mama Widya pada anak bungsu yang memang terlihat seperti sedang tidak waras menggerutu heboh dengan dirinya sendiri.

"Maaaa Aku bodoh banget ma, bodoooh, stupid! I'm serious mom! I feel so bad to ka Echa"

"Echa?? Lah kok Echa? Kenapa memangnya dengan Echa?"

"Aku tadinya cuma mau ngerjain Mas Diza, karena aku dapat info katanya mas Diza mau ngedate sama Mba Aletta, dan karena aku butuh mas Diza nemenin aku untuk cari buku referensi skripsi makanya aku pake alesan bawa-bawa nama Mba Letta" Vayza berlari memeluk Mama Widya erat, dengan isakannya yang tiada henti hingga mengalirlah cerita tentang kekeliruannya dalam mengirimkan pesan whatsapp.

~~

"Sayang, kamu istirahat aja ya. Mungkin kamu terlalu capek sampe keringat semua begini wajah dan badan kamu juga. Ibun jagain kamu disini kok, kamu tidur ya" Ibun mengelus kepala Echa hingga ia terlelap.

Zeezee memasuki kamar Echa dan melihat Ibun sedang menitikkan air mata.

"Bun?"

"Eh Zee? Sini masuk. Kamu juga pasti lelah kan, tidur aja Zee istirahat. Biar besok fresh kamu bisa jalan-jalan keliling Sumedang, udah lama kan kamu gak kesini" ujar Ibun sembari berjalan keluar kamar Echa.

"Ibun, tadi Zee liat Ibun menangis? Kenapa Bun?" Zeezee menggamit lengan Ibun saat Ibun hendak mencapai pintu kamar Echa.

"Hm? Enggak Zee, gak apa-apa"

"Ibun bisa cerita sama Zeezee, kan kita biasa begitu Bun.. Ibun udah gak sayang sama Zeezee ya? Makanya Ibun udah gak mau cerita lagi sama Zee" Zeezee berlagak merajuk, sengaja supaya Ibun mau bercerita.

"Bukan begitu nak.. Ibun cuma rada sedih ngeliat keadaan Echa" Sepertinya Ibun sudah mulai luluh dan kalah pada rajukan Zeezee.

"Echa? Emang kenapa Bun?"

"Ibun gak tega liat dia harus menderita sendirian di Jakarta, tanpa Ibun juga Ayah. Seharian ini Ibun pehatiin Echa seperti ada sesuatu yang dia pikirkan, tapi dia gak cerita itu apa"

Jeda sesaat yang membuat Zee nampak bingung menanggapi kalimat Ibun.

"Anak kesayangan Ibun udah gak mau cerita dengan Ibun, Ibun juga gak bisa memaksa Zee. Ibun merasa bersalah karena Ibun lebih memilih mengurusi Om Putera di sini daripada Echa"

The Art of FriendshipWhere stories live. Discover now