Cerita Lepas: Dukun

7K 517 39
                                    

"Kalo bisa gitu pasti lebih baik Jal. Coba kamu pikir-pikir lagi, yang penting jangan dibawa pusing"

Aku mengangguk-anggukkan kepala mendengar jabaran pak Oji. Katanya TA terbaik akan diberikan ruang pentas khusus di salah satu gedung kesenian di Jakarta. Aku sebetulnya tidak berminat, tapi pak Oji mendorongku untuk bisa menampilkan TA-ku di pementasan yang entah akan digelar kapan itu.

"Tapi pak...." ucapanku terpotong karena melihat mbak Yara yang berjalan menuruni tangga dengan anggunnya. "Mbaaakk" aku malah menyapa mbak Yara, yang dibalasnya dengan kiss bye. Sontak langsung membuatku terdiam.

"Pak, laporan udah saya kasih ke mas Panji ya" mbak Yara menepuk pundak pak Oji. Buset macem nepuk pundak temen aja.

"Oh iya iya. Ra, ini Jalanidhi bawa ke ruanganmu. Yang urusan pentas itu" aku langsung mengernyitkan dahi mendengar kata-kata pak Oji.

"Oh yang maju karyanya Jala nih pak? Yaudah yuk ikut ke ruangan saya" mbak Yara melenggang meninggalkan kami.

Pak Oji memberiku isyarat untuk mengikuti mbak Yara. Terpaksa aku membuntut mbak Yara padahal aku ingin ke kostan. Tidur. Mataku berat luar biasa.

"Tiduran di sofa gih, kamu pasti belom cukup tidur kan?" mbak Yara langsung menunjuk sofa di pojok ruangannya begitu aku masuk ke dalam ruangan. Tanpa pikir panjang aku langsung tidur tengkurap di sofa itu. "Tapi tas kamu lepas dulu kaliiii" seloroh mbak Yara sambil memukul tas punggungku.

"Ehehehe, emang pentas apa sih mbak? Kok mesti aku sih? Yang lain aja kan banyak yang karyanya lebih bagus daripada aku" tanyaku secara beruntun. Mbak Yara tertawa kecil, malah mengambil kursi kecil dan duduk di depanku yang sedang selonjoran di sofa.

"Pak Oji jagoinnya kamu Jems, karena kamu yang paling kuat musik tradisinya. Katanya sih gitu" ah tapi tetap saja kenapa harus aku. Aku tidak mau menimbulkan kecemburuan sosial.

"Aduh...."

"Tapi latian kamu lancar kan? Lancar lah ya, orang penarinya pacar sendiri" mbak Yara mengedipkan matanya, membuatku salah tingkah.

"Ya....syukurnya lancar mbak.... Cuma kadang si Inug sama Dana suka ilang gak ada kabar. Tau-tau main futsal. Bikin kesel" aku membicarakan 2 adik kelasku yang kumintai tolong untuk menjadi pemusik pembantu juga.

Mbak Yara mendengus pelan, malah membelai kepalaku dengan lembut.

"Kalo kesel jangan ditahan Jems. Kamu tuh kalo apa-apa ditahan mulu, malah jadi stress sendiri....." aku hanya menyeringai konyol. "Kamu belum tidur cukup kan? Tidur dulu gih. Entar sore kan kamu harus jemput Euis"

Aku langsung bangun, menatap mbak Yara dengan bingung.

"Kok mbak tau aku entar jemput Euis....?"

"Kepo deh, hihi" mbak Yara beranjak bangun dari tempatnya lalu mengambil air dari dispenser. "Nih minum, pokoknya istirahat dulu aja. Hihi"

"Mbak seriusan deh mbak ada apaan sih sama Euis??" kejarku dengan penasaran.

"Mau tau aja atau mau tau banget?" mbak Yara tersenyum manis namun menggoda. Justru membuatku semakin penasaran.

"Mbak, sumpah dah...."

"Cium dulu baru aku kasih tau" potong mbak Yara sambil memajukan bibirnya yang sedang menahan senyum dengan mata terpejam.

"MBAAKK APAAN SIH MBAAAKKK"

***

Aku masih memasang muka datar walau Euis memelukku dengan riangnya. Bahkan saat Euis langsung asik bercerita kalau tadi presentasinya mendapat nilai A.

Katanya mah JodohWhere stories live. Discover now