20. Kopi Hitam

6.5K 620 75
                                    

Ruangan dipenuhi oleh hiruk pikuk orang yang sedang berdandan. Lebih tepatnya: berdandan dengan heboh.

Euis memintaku datang lebih awal dan mengajakku ikut masuk ke ruang ganti. Mungkin lebih baik kalau aku mencari tempat untuk tidur saja. Secara, aku harus memenuhi kebutuhan minimal tidurku.

Bayangkan saja, jam 5 pagi mataku baru bisa terpejam utuh.

Kenapa?

Penyebabnya tentu saja si manis yang sedang merias diri di meja tak jauh dariku. Bahkan ia seperti merasa tak berdosa setelah membuatku tidak bisa tidur ditambah ia memintaku untuk datang pukul 9 pagi. Ikut bantu dandan katanya.

Kenapa semalam aku susah tidur?

Setelah dengan sengaja aku membuka helmku, Euis memelukku. Seperti biasa. Tapi ketika melepaskan pelukan, ia berhenti sejenak di depan wajahku. Perlahan-lahan mendekatkan wajahnya dengan wajahku. Saat itu aku sudah kesulitan mengatur nafas. Matanya setengah terpejam, dan ketika bibir kami hanya berjarak dua ruas jari, ia berhenti.



"Muah, hati-hati di jalan ya Jems."



Setelah melepaskan airkiss di depan bibirku, dengan santainya ia berjalan masuk ke kostan. Seolah tidak terjadi apa-apa. Seolah tidak peduli padaku yang hampir saja mengalami gagal jantung dan gagal fungsi otak.

Sial.

Tadi pagi pun aku masih menahan nafas ketika melihatnya. Parah. Otakku sudah rusak. Sistem koordinasi tubuhku jadi sangat buruk. Dengan suksesnya tadi aku menabrak pintu kaca karena kukira tidak ada pintu disitu. Mengundang tawa banyak orang.

"Jems, pakein." Euis menyerahkan kain yang dibawanya. Demi semesta, ia hanya memakai long torso dan legging pendek ketat sebatas paha.

"Eh... Kamu bukannya bisa pake sendiri kalo kain jaipongan?" tetap saja kuambil kain yang ada di tangannya dan menjembrengnya.

"Maunya dipakein!" sekali lagi ia bermanja seperti ini, kedua kakiku pasti sudah tidak sanggup menopang tubuhku lagi.

"Yaudah sini." kukalungkan kedua tanganku ke pinggangnya. Tangan kiriku berusaha menemukan ujung dari kain yang digenggam tangan kananku. Duh kok gak ketemu-temu ya ini ujungnya. Aku tidak bermaksud modus, malah sebisa mungkin kutekan perasaan gugupku. Apalagi kedua tangan Euis malah memegangi panggulku.

"Jems jangan modus deh." bisik Euis di telingaku. Nadanya mesra. Reaksi spontan otakku menyuruhku untuk berlari menembus jendela untuk menyamai debaran jantungku.

"Modus mananya sih.." aku berusaha terdengar tetap tenang. Teman-temannya malah mengantri di belakang Euis, menunggu giliran dipakaikan kain juga. Tanganku bekerja lebih cepat hingga tak sengaja kain yang sekarang membelit pinggang Euis kutarik terlalu keras.

"Aawwhh Jeeemmss!" desah Euis dengan sedikit menggeliat. Anying bangsat anying anying. Umpatku dalam hati karena seolah aku sudah melakukan hal yang menuju ke arah seksual padanya. Teman-temannya sekarang memelototiku. Salah satunya sudah berusaha memakai kain sendiri.

"Next." kataku pasrah saat penari selanjutnya, yang untungnya masih mengenakan legging panjang dan tank top, meminta dipakaikan kain sambil menginterogasiku. Interogasi yang lebih menjurus apakah aku laki-laki mesum atau hanya perempuan yang berdandan seperti laki-laki. Heuheu.


***


Noniek S. Hutapea

Katanya mah JodohWhere stories live. Discover now