Part 10 : Hypocrite

15 2 1
                                    

"Ti..dak kusangka kau akan nekat menyelamatkan kucing itu".

Ter..ternyata ini hanya main-main bagi Nathan. Aku pikir kucing itu anak TK sungguhan.

Rebecca menatap kosong rumput-rumput di bawahnya. Sekelebat potongan memori saat kelas 10, melintas di mata Rebecca. Satu tahun yang lalu. Ketika itu ia mencoba bernafas di dalam air selama mungkin. Tubuhnya di tenggelamkan di kolam berenang. Tubuhnya di tahan dari atas. Sedangkan kakinya terikat di dasar kolam renang.

"Rasakan itu! Seharusnya dari dulu kau sadar, kau itu bukan siapa-siapa. Berhenti cari perhatian orang lain, murahan!" Teriak seorang leader geng centil. Suaranya menjadi kecil akibat air yang menyeka telinga Rebecca.

Ini memang salahku seharusnya aku tidak berteman dengan orang yang seumuran denganku.

Karena pembullyan, Rebecca menghindari gaya feminim. Sembari merubah sikap menjadi 'ceria' dan melupakan trauma masa lalu. Dirinya lebih memilih akrab dengan Nenek Olive, Niel, dan Ms. Reen ketimbang dengan anak seumurannya. Hingga Jason datang ke kelasnya untuk menyampaikan informasi.

Karena terlalu asik, tanpa sadar, sekarang aku jatuh ke lubang yang sama.

"Terima kasih, Jason. Aku akan kembali ke TK," ucap Rebecca pelan. Tidak ada jawaban atau penjelasan dari Nathan yang Rebecca tunggu. Sudah jelas kalau Nathan ingin menyakitinya. Sekarang dia hanya ingin memastikan semua baik-baik saja kecuali dirinya.

Nathan masih menunggu reaksi Rebecca yang lebih dari sekedar 'kenapa'. Tapi, tidak ada teriakan atau caci maki dari mulut Rebecca. Dia hanya berdiri. Tanpa menoleh ke belakang.

"Jangan khawatir, guru mereka sudah datang," ucap Jason.

Rebecca menghela nafas lega,"syukurlah," semua anak sudah kembali jadi manusia ketika guru mereka datang.

"Jason maaf karena tidak jadi menyusulmu. Aku akan ke rumah Ms. Reen besok".

Nathan masih diam. Seolah dia bagian dari angin yang tidak terlihat.

Ketika Rebecca sudah pergi, Jason menatap Nathan, tajam. Matanya kesal melihat kelakuan Nathan. "Lakukan dan selesaikan eksprimenmu sendiri," ucapnya sinis.

Sesuatu seperti api terasa menjalari emosi Nathan. Tapi, ini bukan waktu yang tepat untuk berkelahi. Kalau Rebecca tau Jason terluka karena dirinya , masalah akan semakin rumit.

"Urus dirimu sendiri!" Balas Nathan seraya berbalik meninggalkan Jason.

*

Tok tok tok

"Rebecca? Ayo masuk," sapa Ms. Reen setelah membuka pintu,

Rebecca menekuk alisnya ke atas, rumah Ms. Reen terlihat lebih kosong. Hanya ada sofa dan meja di ruangan itu. Rasa bersalah kembali muncul.

Ms. Reen tersenyum ketika menangkap ekspresi Rebecca, "aku memutuskan untuk pindah. Kejadian di sekolah membuatku sadar kalau kota Eleanor bukan kota yang tepat untukku. Ini sama sekali bukan paksaan," jelasnya.

"Ms. Reen sebenarnya aku ke sini untuk minta maaf. Karena, sebenarnya cupcake yang kuberikan adalah magic cupcake dan itu sebabnya Ms. Reen melakukan percobaan dry ice".

Ms. Reen menggenggam tangan Rebecca erat. "Mau itu akibat sihir atau bukan, aku bersyukur bisa meluapkan perasaan. Membuatku lega dan tahu apa yang sebenarnya aku inginkan".

Rebecca tidak menyangka Ms. Reen akan berkata seperti itu. Membuat rasa bersalahnya sedikit memudar. Jika itu yang diinginkan Ms. Reen, maka Rebecca tidak bisa berbuat apa-apa.

The Fault in Our CupcakesWhere stories live. Discover now