Part 6 : Fog

39 3 3
                                    

Ms. Reen merupakan guru termuda di Eleanor High School. Mengajar kimia adalah hobi dan pekerjaannya. Karena masih muda, tidak sedikit kritikan pedas datang dari guru-guru senior.

"Ms. Reen, tolong lebih serius kalau mengajar. Agar murid serius mendengarkan dan bisa belajar serius!" Itu salah satu kritikan yang sering Ms. Reen dapatkan karena cara mengajarnya yang berbeda dari cara mengajar di masa penjajahan- di mana guru-guru senior hidup. Kritikan itu cukup  berpengaruh pada Ms. Reen. Banyak pengajuan eksperimen untuk mengajar ditolak karena alasan yang aneh.

Semua murid tahu, Ms. Reen menjadikan pelajaran kimia sebagai game 'siapa cepat menjawab', lirik lagu tabel periodik unsur, puisi rumus, bahkan sebuah drama antar ikatan kovalen. Murid-murid tidak keberatan dengan cara mengajar Ms. Reen. Walaupun murid-murid mendukung, guru-guru senior tidak berhenti membicarakan Ms. Reen di belakang punggunya. Seandainya Ms. Reen bisa mengungkapkan kerisihannya pada guru-guru lain, mungkin sekarang impiannya menjadi guru kimia akan hanya menjadi mimpi. Ms. Reen terpaksa menerima kritikan itu dan memutuskan untuk lebih dekat dengan para murid.

Entah kenapa pagi ini rasanya berbeda, Ms. Reen merasa lebih bersemangat dari biasanya. Lebih berani dari biasanya. Lebih nekat dari biasanya. Ms. Reen merasakan detak jantungnya yang meloncat-loncat.

"Wow! Apa ini karena kemarin aku berkunjung ke sekolah elit?" Ms. Reen menatap bayangannya di dalam cermin. Dirinya tidak terlihat sakit. "Reen, mungkinkah ini hari yang tepat?!" Tanya Ms. Reen pada dirinya sendiri. Kemudian dijawab dengan anggukan kepalanya sendiri. "MARI KITA BUAT PERTUNJUKAN SAINS BESAR-BESARAN!! HAHAHA!!"

Sebelum langit terang, Ms. Reen mandi dan bersiap-siap. Dirinya menyisir rambut hitam sepunggungnya. "Nope! Tidak ada kuncir formal untuk hari ini!" Kemudian Ms. Reen mengepang rambutnya. Kepangannya tidak terlalu rapih. Sisa rambutnya tergerai begitu saja. Rok panjang selututnya dia gunting hingga paha. Sepatu pantofelnya diganti dengan sepatu high hills hitam bertali. Penampilannya sekarang sangat berbeda dengan hari biasanya.

Setelah siap, Ms. Reen mengambil kunci mobilnya dan melaju menuju kota sebelah. Ada sesuatu yang harus dia siapkan.

***

Ketika Rebecca datang, lima truk terpakir rapih di lapangan Eleanor High School dengan bagasi terbuka. Bagasinya telah kosong. Seseorang sudah memindahkan isinya. Apapun itu isinya, pasti sangat banyak.

Rebecca mencoba berpikir positif, kalau truk-truk ini bukan ada karena Ms. Reen, tapi karena seseorang mengirim buku ke perpustakaan sekolahnya. Buku sebanyak lima truk!

Kekhawatiran mulai menyusupi kepala Rebecca ketika dirinya melihat jendela-jendela sekolahnya mengeluarkan asap putih. Tapi bukan asap hasil pembakaran. Asap ini jatuh seolah mengalir keluar jendela secara perlahan. Karena semua jendela sekolah di buka, sekolah jadi terlihat seperti memuntahkan asap putih, itulah yang membuat siswa siswi yang baru datang tiba-tiba bersemangat.

Rebecca berpikir, apa ini tidak menimbulkan masalah? Setidaknya itu bukan api kan? Maka apa yang dibilang Nathan salah. Mana mungkin Ms. Reen membakar sekolah.

Rebecca memasuki sekolahnya. Di setiap jendela dan sepanjang koridor, terduduk sebuah mesin box hitam di atas meja. Box itu mengeluarkan asap putih. Asap putih itu jatuh dari atas meja turun ke lantai, terlihat seperti awan yang berserakan.  Hingga lantai koridor benar-benar tertutup awan putih.

Ketika masuk ke kelasnya, tepat di jendela samping tempat duduknya juga ada box itu. Kira-kira 5 box hitam di taruh di tiap kelas. Bukan hanya di ruang kelas, tapi juga di ruang guru-guru. Karena kesal, guru-guru mencoba mematikan mesin box hitam itu sambil menggerutu. Tapi, tidak ada yang berhasil mematikannya karena ada pengaman di mesinnya.

The Fault in Our CupcakesKde žijí příběhy. Začni objevovat