Sasti mengangguk lemah tanda bahwa ia paham dengan kode yang diberikan oleh Dr.Iksan.

"Mami keluar dulu ya sayang" bisik Sasti lembut, Sasti sudah mencondongkan wajahnya hendak mencium kening Naresh, namun Dr.Iksan menarik lengannya.

Sasti yang kaget lalu menoleh, dilihatnya Dr.Iksan menggelengkan kepalanya. "Tidak boleh mencium bu" ucap Dr.Iksan pelan namun Sasti bisa mendengarnya.

Tapi Sasti tak memperdulikan peringatan yang diberikan oleh Dr.Iksan, ia hanya menatap datar ke arah Dr.Iksan lalu dengan cepat ia mengecup kening Naresh yang terasa hangat membuat Dr.Iksan membelakkan matanya saat melihat tindakan Sasti tersebut.

Sasti dan Dr.Iksan pun keluar meninggalkan ruang isolasi tanpa ada pembicaraan, sesampainya di tempat ganti baju barulah Dr.Iksan bersuara.

"Bukankah Dr.Salman suda menjelaskan kalau penyakit Naresh ini bisa menular? Kenapa ibu menciumnya tadi? Padahal saya sudah melarangnya bukan?" tanya Dr.Iksan yang tak habis pikir dengan tindakan Sasti tersebut.

"Dr.Salman sudah menjelaskannya kepada Saya, dan saya.... saya tidak perduli kalau memang akhirnya saya ikut terjangkit penyakit tersebut" jawab Sasti datar.

Sasti seperti kehilangan akalnya, dia tau kalau penyakit itu bisa menular namun dia tak perduli. Dia hanya ingin mencium Nareshnya, memberikan semangat kepada malaikat kecilnya, memberitahukan malaikat kecilnya kalau maminya sedang menunggunya.

Dr.Iksan menatap Sasti seraya mengerutkan dahinya, namun akhirnya dia berlalu meninggalkan Sasti yang hendak melepas baju steril yang ia kenakan.

Setelah melepas baju steril Sasti segera beranjak menuju ruangan Dr.Salman ditemani Vito, ia butuh penjelasan mengenai keadaan Naresh. Ditinggalkannya Ayasha sedang masuk ke dalam ruang isolasi.

Tok tok tok!

Sasti mengetok pintu ruangan Dr.Salman sebelum ia membuka pintu tersebut.

"Maaf dok saya datang kemari" ucap Sasti saat dirinya dipersilahkan masuk olehdokter tersebut.

"Tidak apa-apa bu, jadi apa yang mau dibicarakan?" tanya Dr.Salman langsung saat Sasti dan Vito sudah duduk di kursi yang ada di depan mejanya.

"Keadaan Naresh, kenapa ruam ditubuhnya semakin banyak?"

"Karena perkembangan bakterinya sudah parah. Kami sudah berusaha semaksimal mungkin, terapi antibiotik empiris termasuk sefalosporin generasi ketiga seperti cefotaxime dan Amoxicillin sudah diberikan, karena di duga listeriosis. Kortikosteroid juga sudah diberikan untuk mengurangi edema, pembengkakan dan peradangan meninges. Steroid seperti deksametason juga telah diberikan untuk mencegah kehilangan pendengaran. Namun kami belum bisa memberikan pengobatan yang lain karena harus menunggu hasil pemeriksaan akhir, dan juga waspada dengan komplikasi yang muncul. Karena pengobatan yang akan kami berikan akan berbeda lagi kalau terdapat komplikasi." Jelas Dr.Salman panjang lebar, ia tak tahu apakah dua orang yang ada didepannya ini mengerti atau tidak dengan bahasa kedokterannya, yang jelas dia sudah berusaha untuk menjelaskannya kepada mereka berdua.

"Maksud komplikasi itu bagaimana dok?" tanya Vito yang sedari tadi berusaha memahami penjelasan Dr.Salman.

Dr.Salman menarik nafas pelan sebelum kembali menjelaskan komplikasi yang bisa menimpa Naresh. Satu persatu ia jelaskan, mulai dari kehilangan pendengaran, masalah dengan hidung, lalu kemungkinan terjadinya Gangren yaitu keadaan dimana terdapat jaringan yang mati karena racun dari bakteri yang masuk ke dalam darah apabil kerusakan cukup parah maka keputusan Amputasi harus dilakukan. Dr.Salman menghentikan penjelasannya sejenak karena melihat perubahan ekspresi pada wajah Sasti,  namun akhirnya ia kembali melanjutkan penjelasannya. Selain Gangren , komplikasi yang bisa muncul adalah Cerebral Palsy yaitu lumpuh otak yang tentu saja mempengaruhi gerakan dan koordinasi pada tubuh. Dan yang terakhir yang paling tidak diharapkan bukan hanya oleh Dr.Salman tapi juga dengan Sasti dan Vito yaitu kematian, apabila Naresh tidak mampu bertahan karena bakteri yang dengan ganas menyerang tubuhnya.

DIA (BANYAK DIHAPUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang