part 42

41K 2.7K 44
                                    

Sembari menunggu makanan datang Sasti mencoba mencari informasi mengenai penyakit yang didiagnosa oleh dokter, meski pemeriksaan lab akan dilakukan besok untuk diagnosa yang lebih pasti.

Mata Sasti membaca dengan teliti hasil pencarian yang ia dapatkan dari Google, sesekali jari telunjuk Sasti menyentuh layar handphonenya untuk menggeser artikel tersebut sehingga Sasti bisa membacanya sampai selesai.

Sesekali ia menarik nafas lalu menghembuskannya perlahan, perasaannya tak menentu saat membaca setiap kata yang ada di artikel kesehatan tersebut.

"Sebagian besar kasus penyakit ini disebabkan oleh infeksi virus, tetapi infeksi bakteri dan jamur juga dapat menyebabkan menderita penyakit ini. Tergantung penyebabnya, penyakit ini dapat sembuh dalam beberapa minggu atau bahkan dapat mengancam jiwa. Jika anggota keluarga atau orang terdekat Anda menderita penyakit ini, segera mencari perawatan medis karena pengobatan awal yang dilalukan dapat mencegah komplikasi yang lebih serius."

Sasti menarik nafas panjang sebelum ia melanjutkan membaca artikel tersebut di dalam hatinya.

"Komplikasi penyakit ini bisa menjadi parah jika tanpa pengobatan dan semakin besar risiko kejang dan kerusakan saraf permanen, termasuk gangguan pendengaran, kesulitan mengingat, kerusakan otak, kejang, gagal ginjal, syok, atau bahkan berujung kematian."

Tiga kata terakhir dalam paragraf tersebut benar-benar menusuk hati Sasti, seketika kepalanya berdenyut keras sontak membuat tangan kanannya tergerak untuk memijit pelipisnya.

Dan gerakan Sasti tersebut disadari oleh Satria, lelaki itu berjalan mendekati Sasti lalu duduk di sebelahnya.

"Kepala kamu pusing?" tanya Satria lembut.

Sasti menggeleng pelan, "engga kok."

Melihat tangan kirinya yang sedang memegang handphone dengan layar yang penuh tulisan mengundang rasa ingin tahu Satria, "kamu lagi baca apa?"

"Hmm.. ini artikel soal penyakit yang dokter diagnosa" jawab Sasti kembali melanjutkan membaca artikel tersebut.

"Sas..." Satria menutup layar handphone Sasti dengan telapak tangannya, membuat mata Sasti beralih dari yang semula menunduk ke arah handphone berganti menjadi menatap Satria yang duduk di sebelahnya.

"Jangan dilanjutin bacanya kalau itu cuma memperburuk kondisi kamu" ucap Satria pelan.

Sasti segera menarik handphonenya dari bawah tangan Satria, "aku baik-baik aja Sat, aku harus baca, aku harus cari tahu sendiri tentang penyakit yang kemungkinan besar diderita sama anak aku" balas Sasti sembari menekankan kata kemungkinan besar.

Tatapan tajam Sasti ke arah Satria memudar, ia kembali menatap layar handphonenya membaca setiap kata yang ada di paragraf pada artikel kesehatan tersebut. Selesai dengan artikel yang satu, Sasti kembali mencari artikel yang lain. Saking seriusnya Sasti dengan artikel yang ia baca, dirinya tak menyadari kalau Satria sedang menatapnya lekat, menatap penuh kelembutan dengan senyuman yang perlahan tercetak dibibir tipis lelaki itu.

Aku tak pernah menyesal bertemu denganmu Sas, aku juga tak pernah menyesal dulu menciummu, aku tak pernah menyesal membiarkan perasaan ini tumbuh saat aku berpikir kamu telah menikah, mungkin sekarang belum waktunya tapi apakah kita bisa bersatu nanti? batin Satria dengan mata yang lekat menelusuri setiap inci wajah Sasti.

Deg! Jantung Satria berdesir melihat setiap perubahan ekspresi wajah Sasti yang sedang serius dengan handphonenya. Sasti yang kadang mengerutkan keningnya karena bingung, lalu ekspresi wajahnya berubah datar, lalu berubah lagi penuh dengan kesedihan.

DIA (BANYAK DIHAPUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang