part 45

39.3K 2.7K 47
                                    

Sasti terus menangis sesenggukan di dekat pintu ICU, begitupula dengan Ayasha. Mereka berdua enggan menunggu di ruang tunggu dan lebih memilih untuk berdiri di depan.

Tak lama keluar Dr.Iksan bersama dengan Dr.Salman, melihat kedua dokter tersebut Sasti langsung berjalan menghampiri keduanya.

"Dok, bagaimana keadaan anak saya?" tanya Sasti seraya menghapus air matanya.

"Sudah mulai stabil tapi saya tidak bisa berkata banyak" jawab Dr.Salman dengan ekspresi tenang.

"Sa..saya boleh lihat ke dalam dok?" tanya Sasti ragu takut dirinya tidak diperbolehkan untuk melihat Naresh.

"Boleh tapi hanya 5 menit ya bu, 2 orang saja tapi masuknya bergantian" jawab Dr.Salman sebelum akhirnya ia pamit hendak kembali ke ruangannya.

"Saya akan dampingi ke dalam" ucap Dr.Iksan yang kemudian memberikan Sasti jalan untu masuk ke ruang ICU.

"Sha.. aku duluan ya nanti kita gantian" ucap Sasti kepada Ayasha yang sedari tadi menatapnya dan juga Dr.Iksan.

Ayasha terlihat ingin protes namun akhirnya ia mengangguk pelan dan membiarkan Sasti yang pertama masuk ke dalam.

Sasti menggunakan pakaian steril terlebih dahulu sebelum mengikuti Dr.Iksan masuk ke ruang ICU bagian isolasi. Ada rasa takut yang menyelinap ke dalam hatinya, takut dirinya tak kuat melihat keadaan anaknya dan juga takut dengan segala kemungkinan yang akan terjadi kedepannya. Pintu kaca yang membatasi antara pintu masuk ke ruang ICU dan ruang ICU bagian isolasi terbuka, Dr.Iksan melangkah masuk dengan Sasti yang mengikutinya dari belakang.

Semula Sasti merasa tegang namun begitu melihat Naresh suasana hatinya berubah menjadi mengharu biru. Dilihatnya tubuh Naresh yang sudah mulai penuh dengan bercak merah. Sasti menutup mulutnya tak kuasa menahan tangis, air matanya berlinang begitu saja tanpa bisa dikontrol. Susah payah Sasti menahan suara tangisnya, menangis dalam diam membuat dadanya terasa begitu sesak untuk bernafas. Tarikan oksigen yang dilakukan oleh paru-parunya seolah terhambat karena isak tangisnya.

Dalam kurun waktu satu hari ruam ditubuh Naresh bertambah banyak, padahal kemarin malam hanya ada satu ruam. Melihat tubuh Nareh yang dipenuhi ruam berwarna kemerahan lalu wajah pucat dengan nafas yang tidak teratur membuat hati Sasti seperti diiris. Ia berjalan mendekati kasur Naresh, tangannya terulur hendak menyentuh Naresh dengan takut-takut Sasti mengelus tangan malaikat kecilnya.

Seharusnya mami yang terbaring seperti ini sayang, bukan kamu. Seharusnya tubuh mami yang penuh ruam, bukan kamu. Seharusnya mami yang sakit, bukan Ayesh batin Sasti pilu.

"Ayesh sayang.. ini mami. Ayesh harus sembuh ya, janji sama mami ya sayang" bisik Sasti terbata-bata ditelinga Naresh.

Sasti kembali menghapus air matanya yang terus mengalir.

"Ayesh jangan takut, Ayesh harus kuat, mami selalu ada disamping Ayesh."

Sakit ya sayang? Andai saja sakit yang Ayesh rasain bisa dipindahin ke mami. Andai saja penyakit Ayesh bisa dipindahin ke mami Sasti terus berbicara di dalam hati.

Tiba-tiba Sasti merasakan pundaknya disentuh, ia pun menengok ke belakang didapatkannya tangan Dr.Iksan yang memegang pundaknya dengan senyum samar Dr.Iksan memberikan kode kalau sudah waktunya bagi Sasti untuk keluar.

DIA (BANYAK DIHAPUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang