CHAPTER 37 : Cinta yang rumit

1.7K 102 19
                                    

Ketika semua menunjukkan antusiasmenya setelah libur sekolah selama tiga hari, Via malah tak bersemangat. Di sepanjang koridor kelas, ia terus menunduk tanpa menghiraukan sapaan dari teman-temannya. Setelah melewati masa sakitnya, nyatanya tak membuat Via sehat sepenuhnya. Hatinya terasa kosong. Menolak seseorang yang ia sayangi, malah membuatnya terkena syndrome broken heart. Aneh bukan?

Via menatap kosong ujung sepatunya tanpa harus menghentikan langkahnya. Namun siapa sangka, ujung sepatu lain yang tidak asing baginya membuat langkahnya terhenti. Cukup lama Via terdiam mengamati sepatu itu. Jantungnya berdebar. Ia tau siapa pemilik sepatu yang ada di hadapannya. Itulah sebabnya ia enggan untuk sekedar mengangkat wajahnya. Bukannya sombong, ia hanya tidak sanggup melihat wajah seseorang yang ia patahkan hatinya. Dia... Alvin.

"Hai, Sivia." Sapa Alvin, seolah berbisik padanya.

Kedua tangan Via sudah terkepal kuat. Padahal ia berharap jika Alvin tidak menyapanya dan berlalu begitu saja dari hadapannya. Ia pikir setelah kejadian malam lusa, Alvin membencinya. Dengan begitu, ia tidak perlu bersusah payah untuk menghindarinya.

"Sorry gue buru-buru!" Alibi Via tanpa menatap wajah Alvin yang sudah menunjukkan ekspresi terlukanya. Ia melewatinya dan hendak berlalu dari hadapan Alvin masih sambil menundukkan kepalanya.

"Tunggu!" Teriak Alvin seraya menahan lengan Via. Alhasil Via pun terpaksa menghentikan langkahnya. Tanpa membuang kesempatan, Alvin menarik lengan itu hingga Via berbalik dan tanpa sengaja menubruk tubuhnya.

Hening selama beberapa saat.

Via masih tenggelam di dada bidang Alvin. Terdengar jelas detak jantung tak beraturan di dada Alvin. Sama seperti halnya dengan detak jantungnya yang ia rasakan sampai saat ini. Namun Via tidak cukup bodoh untuk kembali terbuai saat berdekatan dengan Alvin. Sadar akan hal itu, Via pun akhirnya menghentakkan tangannya kasar hingga ia terlepas dari kukungan Alvin, lalu menjauhkan tubuhnya.

Kilat kemarahan bercampur kesedihan begitu jelas terlihat sesaat Via mengangkat wajahnya untuk bertatap langsung dengan Alvin. "Kita udah selesai vin. Jadi tolong jangan ganggu gue lagi, please." Pintanya dengan nada memohon.

Alvin terdiam. Ia memang sudah memperkirakan konsekuensi yang akan di terimanya. Meski begitu, ia tak boleh patah semangat. Selama Via menolaknya masih dalam hitungan jari, ia akan tetap terus berusaha.

Alvin menghela nafasnya singkat sambil berusaha tersenyum simpul. Berpura-pura bahwa apa yang dikatakan Via bukanlah menjadi masalah yang berarti baginya.

"Iya, gue tau kok. Tapi, kita masih bisa jadi sahabat kan?"

Via menggigit bibirnya. Ia benar-benar tidak mengerti jalan pikiran Alvin. Kenapa cowok itu begitu bodoh sih!

"Eumm.. i-- iya sih. Tapi--"

"Jadi sekarang lo mau nolak gue lagi? Bahkan disaat gue minta jadi sahabat lo?" Alvin menaikkan sebelah alisnya. Ia tau bahwa Via sedang berpikir karena ragu dengan tawarannya. Pasti di pikiran gadis itu, Alvin adalah orang yang begitu bodoh. Mana mungkin ada orang yang kembali menjatuhkan dirinya ke lubang yang sama? Hanya Alvin dan orang bodoh lainnya -- tentunya--.

"Oke, kita jadi sahabat sekarang." Jawab Via akhirnya.

Alvin tersenyum menyeringai. Lalu menggaruk pelipisnya. "Jadi gimana? Lo.. kemaren sakit apa? Terus sekarang udah sembuh?" Tanyanya bertubi-tubi membuat Via menganga tak percaya. Apa dia gak sadar diri kalo dia juga sakit?

"Gue cuma kecapean aja kok. Sekarang udah mendingan." Alvin mengangguk. "Eumm.. lo sendiri?" Via melirik Alvin ragu. Jauh dalam lubuk hatinya, sejujurnya ia juga mencemaskan Alvin.

30 DAYS FOR LOVEWhere stories live. Discover now