CHAPTER 14 : Hujan dan Pelangi

2.3K 121 0
                                    

Setelah hujan, pasti ada pelangi. Saat masalah datang, pasti ada jalan keluar. Setiap kesedihan, pasti ada kebahagian. Semua memang rumit. Tapi begitulah hidup.

Walau cuaca tak bersahabat hari ini, cewek berdagu tirus itu terus melangkahkan kakinya. Menyusuri jalan sambil sesekali bersenandung ria. Kedua tangannya berayun-ayun ke depan-belakang secara bergantian. Kedua kakinya yang lincah meloncat-locat kecil di atas aspal dengan sedikit retak dibagian tertentu. Menendang kecil kerikil-kerikil yang ada di sekitar jalan yang di telusurinya.

Matanya berbinar kala langkahnya semakin dekat dengan tempat yang ia tuju. 'MIFY FLORIST'. Nama itu terpampang sangat jelas di sana. Yah, sudah hampir satu minggu lamanya ia tak berkunjung ke toko bunga bundanya.

"Bun-" Kalimatanya menggantung. Ia mematung di tengah pintu.

"-nda." Lanjutnya. Matanya menatap tajam satu sosok yang ada di samping bundanya. Ia menggertak-gertakkan giginya menahan amarah. Kedua tangannya tanpa sadar mencengkram erat rok abu-abunya.

"Alyssa?" Sapa pria paruh baya berjas hitam itu sok lembut. Mata teduh pria paruh baya itu membuatnya semakin marah. Tatapan itu merupakan tatapan yang sangat ia benci. Pria paruh baya berjas hitam itu bergerak hendak melangkahkan kakinya.

"BERHENTI DI SANA! Jangan coba-coba anda mendekati saya!" Teriaknya mengacungkan telapak tangannya di hadapan pria paruh baya itu. Mengisyaratkan agar pria paruh baya itu diam di tempatnya.

"Alyssa sayang.. ini papa nak. Alyssa tidak rindu dengan papa?"

"Jangan panggil Ify dengan nama itu lagi! Papa?! Papa mana yang tega meninggalkan anak dan istrinya?!"

"Ify.."

"Maaf bunda, Ify udah gak tahan lagi. Lebih baik Ify pergi daripada harus berlama-lama dengan ORANG ITU! Permisi." Ify menyeka air matanya yang sudah meluncur bebas di pipinya. Melenggang pergi dari tempat itu.

"Alyssa!/ Ify!"

Ify terus berlari tanpa arah. Air matanya yang terus mengalir. Awab yang tadinya kelabu, berubah menjadi hitam pekat. Awan kumulunimbus berkumpul di atas langit. Suara gemuruh seakan gencar menyerukan namanya. Kilatan cahaya yang saling bersahutan dengan petir, tak membuatnya gentar untuk terus berlari.

Breeeshhhh!!!

Tak tanggung-tangung, awan langsung menumpahkan tangisnya tanpa ragu. Hujan deras yang mengguyur sekujur tubuhnya, membuat tangisnya semakin pecah. Tangis itu seakan lenyap oleh hujan. Karena tak memperhatikan jalannya, Ify pun terjatuh di tepi jalan dekat pemakaman. Lututnya seakan mati rasa karena sudah terlalu lelah berlari lagi. Berkali-kali ia memukul tanah yang tak bersalah. Melampiaskan amarahnya yang tak terkendali lagi.

"Ify?!" Suara samar itu membuat Ify menoleh. Penglihatannya kabur karena hujan menghalangi bulu matanya. Orang yang memanggil namanya itu, setengah berlari kearahnya. Dengan balutan jaket Parka, ia membawa payung hitam.

"K-kak Ri-Rio?" Lirihnya pelan disela-sela tangisnya. Bibirnya yang sudah dingin, bergetar. Rio membungkuk dan berlutut. Mangarahkan payungnya di atas kepala Ify.

"Lo kenapa bisa ada di sini fy?" Tanya Rio menatap Ify sendu.

"Gu-gue.. gue gak tau kenapa gue bisa lari sampai sini. Gue-"

"Yaudah gue anter pulang ya?"

"NGGAK! Gue kabur kak. Gue gak mau pulang sekarang." Tolak Ify mentah-mentah atas tawaran Rio.

Tatapan Rio tak lepas dari wajah Ify. Ada kerapuhan jelas terlihat di raut wajahnya yang polos. Rio melepaskan payungnya dari genggamannya. Lalu melepaskan jaketnya dan menyampirkan jaketnya di tubuh Ify. Membuat Ify menoleh cepat kearahnya. Rio kembali mengambil alih payungnya.

30 DAYS FOR LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang