Pengangguran Intelektual!

38 3 0
                                    


Tak terasa beberapa bulan telah berlalu semenjak hari kelulusannya, Fani benar-benar merasakan kehampaan dan titik jenuh dalam dirinya. Sekarang semua benar-benar harus ia pikirkan matang-matang, dan ini menyangkut masa depan di hidupnya. beberapa kali Fani berharap akan dibalas lamaran kerja yang ia kirimkan, namun hasilnya nihil. Tidak ada satu pun balasan yang Fani dapat tentang lamaran kerja yang ia ajukan, hingga suatu pagi saat Fani tengah asik sarapan dengan sereal kesukaanya sejak kecil, Ayahnya pun datang menghampiri Fani dengan setumpuk map di tangan.

''Kamu pilih mau jalanin yang mana, daripada di rumah ga jelas kaya gini!'' kata ayah Fani sembari menaruh setumpuk map di meja makan!

''Ini apa pah?'' tanya Fani ke ayahnya, sembari menghentikan sarapannya sejenak dan mengambil map yang ayahnya taruh. 

''Itu data-data beberapa usaha yang papah punya, mulai dari profil sampai data-data penunjang, kamu pelajarain dan pilih salah satu yang sesuai minat kamu!'' Tegas Ayah Fani.

''Aduh pah nanti dulu deh! Fani lagi nunggu balesan dari beberapa perusahaan."

''Kamu aneh ya? di kasi hidup gampang, malah nyari susah. Kalau seperti itu, buat apa papah bangun semua ini? buat papah kasi ke orang lain? Atau kamu kuliah S2 aja lagi lah, dari pada nganggur ga jelas sperti ini.''

''Udah-udah, pagi-pagi kok uda saling adu argumen, bener kata papah Fan! setidaknya kamu coba dulu deh kelola salah satu bisnis papah, kan ga ada salahnya sayang!'' Nasihat Mama ke Fani sembari ikut duduk di meja makan.

''Ia denger apa yang Mama kamu bilang!  kamu di kasi hidup enak kok mau susah, jadi karyawan? kamu kira gampang? udah capek, paling nanti di gaji ga seberapa!'' balas Ayah Fani menanggapi pernyataan istrinya.

''Fani pikir-pikir dulu deh, Fani naik dulu ya Mah, Pah!'' balas Fani dengan nada lemas dan langsung bergegas menuju kamarnya!

''Liat si Fani!, apa yang salah sama itu anak!'' keluh ayah Fani, sembari mengambil roti dan selai di meja makan.

Di atas kamar Fani berfikir keras dan mulai mengerti betapa sulitya berjuang dalam hidup. Sebagai seorang sarjana di Universitas swasta bergengsi belumlah menjamin akan lowongan pekerjaan yang cepat, dan hampir beberapa bulan terakhir Fani hanya makan, tidur, menonton TV dan begitu seterusnya. Rasa malu terhadap orang tua jelas ada, sebagai seorang sarjana yang tidak memiliki pekerjaan, atau  pengangguran intelektual Fani mengerti bahwa posisinya tidaklah mudah. Rasa malu menghindari orang tua menjadi rutinitas setiap hari, ada rasa dimana titik jenuh dan dirinya merasa sedang di uji oleh Tuhan. Fani pun tetap mencoba bertahan demi keinginannya yang teguh memulai hidup dan pembuktian bahwa dirinya mampu sukses tanpa harus berada dibawah ketiak orang tua.

Batas kesabaran dan kepasrahan yang Fani hadapi menemui titik terang, dua email pemberitahuan menghiasi notifikasi saat Fani sedang iseng membuka emailnya, dan betapa girangnya Fani setelah hampir berbulan-bulan panggilan untuk interview datang padanya, dengan antusias Fani membaca email yang masuk, satu perusahaan nasional dan satu perusahaan internasional memberinya kesempatan untuk interview, dan yang lebih melegakan lagi waktu interview yang tidak bersamaan membuat Fani semakin bahagia karena dirinya bisa melihat profil perusahaan yang akan dirinya pilih seandainya ia diterima.

Dengan antusias Fani langsung membuka obrolan di line dengan sahabat-sahabatnya di Kampus, Vira, Lina dan Novi.

''Guys doain gue yah, minggu depan hari selasa sama jumat mau interview nih, hehe!'' chat Fani ke teman-temannya.

''Wah interview dimana Fan? semangat :)'' balas Lina.

''Inget kalo uda kerja traktirannya haha!'' balas Vira.

Tidak Ada Cinta Di Manhattan!Where stories live. Discover now