twenty second

1.1K 36 0
                                    

Ramai sekali di lorong ini, banyak kah korbannya? Sampai seramai ini? Aku membaca petunjuk arah yang menggantung di langit langit rumah sakit ini. "UGD" yap! Ruangan itu yang aku cari, aneh! Sangat ramai di sini penuh orang yang asing menurutku.

Aku berjalan memecah keheningan di sana, aku melihat Kevin sedang duduk di kursi ruang tunggu, bersama seorang cewek, aku berpikiran bahwa itu Lenia yang sangat menyukai Kevin.
Oke... Saat ini, tak ada tempat agar aku bisa berbagi bahkan orang yang sangat aku cintai juga tidak bisa mendengarkan keluh ku...

Aku berjalan melewatinya begitu saja, dia juga belum menyadari keberadaan ku sampai akhirnya aku duduk di depan pintu UDG tempat yang aku pikir adalah tempat ayah ku sedang tertidur saat ini.

Aku meruntut kejadian demi kejadian hari ini, hari ini harusnya hari yang paling membahagiakan untuk aku dan orang tua ku. Tapi Tuhan berkehendak lain, Dia belum ingin melihat ku bahagia. Air mata yang sempat surut, tiba tiba mengalir dan menyebabkan isak yang membuat seisi Ruangan menyadari kehadiran ku.

"Ss... Sovia.. Sudah, kamu jangan terlalu bersedih, aku ada di sini" ujarnya
        "Apakah aku harus senang melihat kedua orang tuaku terkulai lemas di dalam ruangan yang tidak dapat ku masukki! Kamu..." belum sempat aku melanjutkan omongan ku, namun tiba tiba Kevin kembali berulah. Ulahnya kali ini benar benar tidak bisa di terima, dia.. Memelukku?.

***

Mata ku terbelalak, melihat orang yang ku suka memeluk orang lain.

Sungguh aku tidak dapat berbuat apa apa sekarang, namun makin lama, aku makin geram dibuatnya. Dia adalah satu satunya orang yang tahu bahwa aku menyukai Kevin, dia sadar akan kehadiran ku disini, harusnya dia tahu diri!

Aku.. Harus mengambil tindakan

***

Dugaan ku benar, wanita itu Lenia. Sungguh aku tak ingin menyakiti perasaan nya dengan melihat adegan ini, tapi di sisi lain juga aku tak mau melepas pelukan orang yang kucintai.

Aku mulai memejamkan mataku, berpikir tidak akan terjadi apa apa. Perlahan, air mata ini mulai mengalir lagi, tak berniat untuk mengingat ingat kejadian ini. Tapi tetap saja aku tak bisa menguatkan hati ku sendiri, aku tak bisa berpikir positif sekarang, aku tak bisa optimis akan kondisi orang tuaku.

Seseorang melerai kami berdua, aku masih memejamkan mataku, tangan ku sibuk menyeka air mata yang membasahi pipiku. Baru saja aku berniat membuka mata, namun tamparan sudah mendarat di pipiku. Tamparan ini sangat keras hingga menyebabkan aku jatuh, pandangan ku lama lama kabur, pendengaran ku juga... Hanya suara suara terdekat saja yang bisa ku dengar.

"Kenapa kamu melakukan itu? Harusnya kamu bisa membuat dia lebih tenang!" Suara itu... Membuat, senyumku mengembang, senyum tipis. Karena aku tahu, orang yang ku cintai tengah mengkhawatirkan ku.

***

"Kamu yang kenapa?! Kenapa tiba tiba memeluknya?!" timpalnya
"Gadis aneh! Sudahlah!" balasku, aku sibuk membopong Sovia mencari seseorang yang bisa menolong Sovia sekarang.
"Bukannya kamu menyukai Sovia karena dia aneh?!" Suara itu menghentikan langkah ku.

Jadi ini alasan, kenapa Sovia menjauh.. Di balik sikapnya yang dingin, wanita ini mempunyai perasaan yang tak kalah hebat juga.

Aku tak menghiraukan ucapan Lenia barusan, aku hanya terus mencari seseorang yang sekiranya bisa membantuku. Tapi nihil, suster dan dokter di rumah sakit ini seperti di telan bumi, aku sudah mulai kelelahan, akhirnya aku membawa nya ke tempat yang sepi, aku berpikir agar Sovia bisa bernapas di ruangan yang sepi...

***

Semenjak ia meninggalkan ku di sini, aku tidak bisa berbuat apa apa, aku tidak tahu pasti keadaannya sekarang. Aku tertunduk, berharap semua nya baik baik saja. Aku larut dalam lamunanku, tiba-tiba ada seseorang yang memasuki ruangan ini, aku pikir itu Sovia. Jadi aku bangkit kembali, ternyata bukan. Melainkan seorang lelaki yang kelihatannya sibuk mengipasi seseorang, aku bangkit dari dudukku untung melihat apakah dia membutuhkan bantuan atau tidak.

Astaga! Sovia!!
Batin ku semakin tak karuan, dan lelaki itu... Siapa dia??
"Kenapa dengannya?" Aku langsung duduk di lantai untuk memastikan keadaannya, dari dalam ruang ICU keluarlah satu persatu orang yang telah berjuang menyelamatkan nyawa seseorang. Aku langsung bangkit dengan senyuman terbaikku untuk menyambut diagnosa dari dokter ini.

***

Mata ku enggan terbuka, berat sekali... Rasanya aku mengantuk seperti tidak tidur semalaman, belum pernah kurasakan badan ku selemah  ini, aku merasa masih dalam dekapan seseorang, dan orang lainnya di sisi kiriku. Entah siapa... Tapi orang itu mulai bangkit, ketika mendengar suara suara dari belakang.

Kini terdengar samar suara suara orang sedang berbincang.

"Anda keluarga nya?"
"Bukan... Tapi wanita yang sedang tertidur disana lah keluarga nya, tolong berikan kabar baik jika ingin langsung memberitahukan padanya."
"Baik, saya akan memberitahukan padamu dulu. Kondisi Ibunya sangat tidak mungkin bertahan lama, ia mengalami banyak pendarahan di bagian kepalanya akibat terpental tadi. Hanya mukjizat yang dapat menyelamatkannya hingga saat ini.."

Air mata ku kembali mengalir deras, tapi belum ada yang menyadarinya.

"Tapi... Bagaimana aku menjelaskan padanya dok?"
"Sampaikan saja beribu ribu maaf dari kami, tim medis yang tidak bisa menyelamatkan ibunya."

Orang itu berlalu begitu saja, ingin sekali bertanya, apa aku boleh membesuk ibu ku di dalam? Tapi mulut ini sangat berat untuk berbicara, hanya airmata yang sanggup mewakili perasaan ku saat ini.

"Apakah dia boleh masuk saat siuman nanti dok?"
"Maksudmu wanita ini? Tentu saja!"

Tuhan.. Bantu aku membuka mata ku, aku ingin melihat ibu untuk terakhir kali nya, aku ingin berada di dekapan nya, jangan dulu Kau ambil sumber kebahagiaan ku satu satu nya...

Namun, Tuhan belum membiarkan mata ku terbuka. Tangan ku di raih oleh seseorang, dia menangis di tangan ku, Henry.. Sudahlah, jangan menangisi keadaan ku, aku sudah tahu betul bagaimana kondisi ibu ku, tak perlu repot repot menyakiti hati mu untuk menjelaskannya pada ku.

"Sovia.. Bangun dong... Ayo kita temui ibu mu, aku pikir dia rindu kamu di dalam, jangan lemah seperti ini, jadilah Sovia yang tegar ya... Aku tak cukup berani menyampaikan ini padamu, tapi kamu harus tau kebenarannya" Suara itu membuat air mataku kembali mengalir deras, hingga membuat Kevin tersadar, bahwa sebenarnya aku telah siuman, hanya saja belum membuka mata.

"Hey! Lihatlah, dia menangis! Dia telah siuman, sekarang tolong... Tolong persiapkan mental mu untuk menyampaikannya pada gadis lugu ini.." ucap Kevin

Mata ku perlahan terbuka, aku berada di posisi duduk di bantu oleh keduanya.

"Tak.. Per..lu. A...ku.. Sudah... Tahu.." ucap ku terbata bata.

Ucapan ku itu, malah membuat semua orang menangis sekarang. Apa yang aku ucapkan salah?

"Ya sudah, ayo kita temui ibu mu!" ucap Henry yang masih sibuk menyeka air matanya.

BROKEN (COMPLITED)Where stories live. Discover now