Bagian 4

3.9K 196 0
                                    

    Ditengah perjalanan iPhone Justin berdering. Dia kemudian memberhentikan mobilnya. Lalu mengangkat telfonnya.
    “Ya?”jawab Justin kemudian dia terlihat menggangguk, lalu menggeram. Dan mengumpat kata-kata kasar.
    “Apa? Bagaimana bisa? Shit!! Ini tidak bisa dibiarkan! Dia harus habis ditanganku, baik. Oke aku akan segera kesana.” Lalu Justin memutuskan sambungan telfonnya. Dia mengeram sambil meremas stir mobilnya.

***
   

    Dia membawaku ke sebuah apartment mewah. Sebenarnya Justin membawaku kesini untuk apa sih? Pikirku dalam hati. Dia lalu menuju kelift sambil terus menarik tanganku. Dia menekan tombol lift dengan angka 10. Aku menatapnya dari bawah,em maksudku dia itu tinggi sedangkan aku lebih pendek darinya jadi aku harus mendongak untuk menatapnya. Hidungnya yang mancung,mata hazel yang indah tapi dingin. Bulu mata yang lentik dan aahh bibirnya yang sexy.

  “Jangan melihatku seperti itu,aku tidak ingin kau menyukaiku dengan ketampananku”sahut Justin ketus.
 Aku langsung kegelapan lalu kembali menatap lurus.

DING

    Bunyi lift terbuka,Justin kembali menyeretku. Justin menyeretku kesebuah ruangan apartment. Kalau tidak salah kamarnya nomor 212.

    “Tunggu disini dan jangan macam-macam!”ancam justin. Hell masa iya, aku harus menunggu ia diluar sambil berdiri pula. Tak lama dia masuk sambil mengendap-endap. Aku hanya menunggu diluar sambil memainkan IPhoneku tiba-tiba… 

    Terdengar sebuah bunyi ledakan,seperti bunyi pistol. Aku langsung masuk kedalam aku tidak peduli jika justin marah. Dan aku menjerit melihat justin menembak seseorang dengan pistolnya dia langsung menatapku tajam.

    “Sudah kubilang kau tunggu diluar!”sahutnya. aku masih melihat pria yang sepertinya sudah berumur 50 tahun itu. Terdapat lubang besar menganga tepat di dadanya. Darah mengalir deras dari dadanya. Aku menutup mulutku. Sambil menahan jerit. Aku merasa seperti tidak memiliki tulang lagi pada kakiku, kakiku melemas tiba-tiba saat melihat darah.

    “Kalau kau lapor polisi dan bilang pada orangtua mu hm.. aku juga tidak akan segan menembakan peluru ini tepat di kepalamu”ancam Justin. Aku mengangguk sambil terus memperhatikan pria tadi. Sungguh mengerikan,ternyata benar yang dikatakan Venni dia pembunuh,dia gila! Dia berandalan. Aku harus jauhi dia. Tapi bagaimana?

 Dia kembali memasukan pistolnya di saku belakang celananya. Lalu dia menarikku untuk keluar dari sana. Lalu dia menutup pintu kamar itu dengan pelan. Seolah tidak terjadi apa-apa. Dia menarikku menuju lift.
Dilift dia menelfon seseorang.

    “Aku sudah berhasil,kau masih terus menghack CCTV mereka kan? Aku masih disini sedang perjalanan pulang. Kau hapus rekaman CCTVnya mengerti?, baik,ya”sahutnya menelfon seseorang. Sampai diparkiran Justin berkata.

    “Kau ingin pulang kan?”sahutnya dingin. Aku menatapnya sebentar,lalu mengangguk.

    “Kalau begitu naik taksi saja sana! Aku masih punya banyak urusan! Dan ingat jangan beri tau siapapun atau kau akan menjadi korban selanjutnya”ancamnya dia langsung memasuki mobilnya.Lalu mobilnya melaju didepanku dengan cepat. aku mendengus, tetapi.. tunggu..eh..Apa naik taksi? Bahkan disini jarang sekali ada taksi! Dasar Justin bodoh! Aku menghela nafas. Dan mengerang keras, Sial!. Dan aku masih ingat betul kejadian tadi, Darah, pistol, dan..dan Justin pembunuh! Aku harus jauhi dia,bagaimana pun caranya kalau perlu aku harus pindah ketempat terpencil agar jauh dari dia.

 

***


     Aku menghela nafas saat sampai rumah, bayangkan aku harus berjalan kurang lebih 3 km untuk mendapatkan 1 taksi. Justin memang gila! Seenaknya saja dia menyuruhku untuk naik taksi,memangnya dia pikir mencari taksi di sana mudah apa? Dasar pria dingin yang menyebalkan!. Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu kamarku. Aku menggerutu sebentar lalu bangkit dari kasur ku yang empuk ini. Saat kubuka ternyata ada Defanda,tidak biasanya dia kekamarku. Biasanya aku yang kekamarnya.

Lost Or In Danger With Me ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang