History [1]

1.7K 168 24
                                    

Hari sudah malam. Matahari kembali ke tempat persembunyiannya, digantikan oleh bulan dan bintang yang bersinar cerah.

Waktu sudah menunjukkan pukul 11.00 Waktu Indonesia Barat. Namun seorang bocah laki-laki, masih belum juga terlelap dalam tidurnya.

Ia masih duduk di meja belajar yang berada di perpustakaan besar dalam rumahnya. Berkutit dengan lusinan buku yang ada di sisinya.

Rasa kantuk mulai menyerang. Ia melepas pena yang di genggamnya. Memejamkan matanya sejenak, menghela napas lelah. Tentu, ia bahkan sudah belajar di perpustakaan itu sedari pagi.

Seseorang membuka pintu masuk perpustakaan. Memunculkan pria yang sudah berumur 30-an.

Pria dengan setelan formal yang terlihat tegas. Seketika bocah lelaki itu membuka pejamannya dan menunduk murung.

"Axel, kamu ingatkan? Kamu akan menjadi penerus HJ group kelak!" kata pria itu dengan menekan setiap katanya.

"Iya, pa." jawab Axel, si bocah berumur 14 itu.

"Lalu, kenapa kamu memejamkan mata di saat kamu belum menyelesaikan pelajaranmu?" tanya papanya tegas.

Axel menatap buku-buku tebal di hadapannya yang seluruhnya berkaitan dengan perusahaan bisnis. "Axel gak akan ngulangin lagi, pa." katanya masih menunduk.

Papanya tersenyum, "Bagus, ingat! Kamu harus menyelesaikan semua buku itu sebelum tidur."

"Ta.. tapi besok Axel ada kelas biola!"

"Sudah papa bilang berkali-kali! Tidak ada kelas biola! Kamu keluar dari kelas musik! Musik hanyalah hal bodoh!" balas papanya dingin.

Seketika rahang Axel mengeras. Tangannya terkepal kuat, menahan amarah. Namun ia tak berani menjawab lagi dan memilih bungkam.

Begitu pula papanya. Setelah mengatakan itu, ia kembali keluar dari ruang perpustakaan. Meninggalkan putranya untuk berkonsentrasi belajar.

Axel menatap dingin kepergian papanya. Membuka laci mejanya, dan meraba laci itu hingga ke ujung ruang dalam laci. Mengambil sebuah botol putih.

Membuka botol itu lalu mengambil dua butir pil berearna biru.

'Ini demi Karin.' gumamnya sambil meneguk kedua pil obat bersama dengan segelas air.

Ia langsung memejamkan matanya kuat-kuat sambil menelan obatnya. Ya, obat itu adalah obat penenang. Obat yang tidak pantas untuk remaja sepertinya yang masih memiliki tubuh sehat dan bugar. Hanya orang pemilik tingkat stress akut, yang boleh meminumnya. Itupun, tak semua umur diperbolehkan meminumnya.

Axel kembali membuka matanya yang terpejam. Tampaknya raut wajah dingin dan amarahnya sudah larut bersama obat yang ia teguk. Karena kini, Axel hanya memperlihatkan wajah senyum penurutnya, seperti biasa.

Cowok itu bangkit dari kursinya, keluar dari perpustakaan diam-diam. Dan berjalan menuju kamar tempat adik manisnya terlelap.

Menyelinap masuk ke kamar Karin yang gelap. Dan mendekati kasur gadis manis itu.

Ia dapat melihat wajah adiknya yang tengah tersenyum dalam tidurnya. Membuat Axel ikut tersenyum.

Menatap jari manis adiknya yang tak pernah melepas cincin mahkota dari hasil pertunangannya dengan Farrel, 'Sekarang, Karin udah punya penjaga selain abang. Jadi, abang gak perlu khawatir lagi sama Karin.' gumamnya dalam hati.

Axel mengusap rambut adiknya sayang, membuat Karin semakin nyaman dan mendekat diri pada abangnya walau dalam tidur, 'Abang janji, abang gak bakal ngebiarin papa ngebuat kamu berada diposisi abang.'

Behind The Mask [KARIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang