Bab 15

3.8K 189 0
                                    

Rama menanti Vika dengan tidak sabar. Semua Pasukan Bodrex hari ini berkumpul lengkap merayakan kehamilan Ruby. Iya, Ruby sudah menikah 3 bulan yang lalu, dan baru sekarang Rama ikut kumpul lagi dengan Pasukan Bodrex sejak kejadian 1 tahun yang lalu pertengkaran dengan Bisma. Rama yakin, sebenarnya Bisma ingin sekali curhat dengat Rama soal pernikahan Ruby, hingga kehamilannya sekarang. Bisma pura-pura ikhlas, padahal.... Tidak tahu juga sih, tapi Bisma lebih banyak diam sekarang. Rama memastikan kotak cincin yang ia beli bulan lalu masih ada di kantung jaketnya. Ia ingin menyatakan perasannya kepada Vika hari ini.

Yang dinantikan datang. Dengan senyum sumeringah Vika masuk. Begitu melihat Ruby, Vika langsung heboh. Maklum, Vika sudah 7 bulan tinggal di Genewa kerja disana. Kalau kata Riza, dieksport.

"Vik, gue bisa ngomong sebentar sama lo?" Tanya Rama.

"BTW, lu mau cerita apa, Vik? Katanya ada kabar gembira." Potong Mei.

"Oh, iya!" Vika lupa dengan Rama dan mengaduk-aduk tasnya. Dikeluarkan beberapa undangan berwarna putih dan biru pastel.

"Taraaaaa! Mrs. Arka on the way!" Semua tak percaya dengan apa yang dibagikan Vika. Terlebih lagi Rama. Vika? Arka? Menikah? 2 minggu lagi? Rama masih tidak percaya dengan apa yang ada di tangannya. Tiba-tiba Vika melambaikan tangannya. Seorang laki-laki tinggi dan berpostur tegap, dengan garis wajah yang tegas dan alis tebal masuk ke dalam cafe dan menghampiri mereka.

"Geng, kenalin, ini Arka. Arka, kenalin ini temen-temen aku." Arka menyalami satu-satu sambil menyebut nama para Pasukan Bodrex.

"Elah Bisma sama Ruby sih udah tau! BTW, selamat ya, By!"

"Pengen, Ka? Sabar laaah! Makanya yang sukses ya nanti malem pertamanya!" canda Bisma.

"Coba, ya, gue tebak satu-satu. Ini Riza, ini Mei, kalau lu, Raka, ini Ayu, dan lu... Pasti Rama! Wah, Vik! Nyesel kamu nikahnya sama aku! Ganteng banget ini sih!"

"Heh! Kamu kan udah taubat, Ka! Kok gitu! Liat yang ganteng tergoda!"

"Oh, lebih milih diselingkuhin lagi sama yang itu?" Goda Arka. Vika mencubit Arka tanpa ampun. Tiba-tiba Rama langsung menarik lengan Vika mengajaknya ke dalam mobilnya. Vika sudah berusaha untuk melepaskannya, tetapi kekuatan Rama yang bercampur emosi lebih kuat.

"Sejak kapan lu balikan sama Arka? Kenapa lu nikah sama dia? Kapan Vik?"

Vika binggung. Ia menatap teman baiknya itu. "Lu kenapa, Ram?"

"Kenapa? Lu tanya kenapa setelah kita pergi bareng, chat-chatan sebelum lu pergi ke Genewa? Pikir dong Vik!" Rama melempar kotak cincin ke atas dashboard. Vika meraih kotak cincin itu dan membukannya.

"Ram, lu? Maksud lu?" Rama mengacak-acak rambutnya.

Vika sedang asyik main flutenya saat tiba-tiba seorang laki-laki datang menyentuh pundaknya. Vika memandangnya, lalu kembali fokus dengan not-not balok di depannya.

"Vik, kamu mau dengerin aku dulu nggak? Aku bisa jelasin sesuatu."

Setelah seminggu dia pergi begitu aja? Sekarang baru ngejelasin?

Lalu, seorang perempuan cantik dan anggun masuk kedalam kamar Vika.

"Vik, aku mau ngejelasin sesuatu, terserah kamu mau ngedengerin atau nggak. Tapi aku nggak mau kamu batalin pertunangan kamu dengan Arka." Raisha duduk di atas kasur sebelah Vika.

"Aku yang salah, Vik. Aku kaget waktu Arka bilang dia mau nikah dan tunangan tapi aku nggak tahu." Vika menghentikan memainkan flutenya, namun tetap memandang not balok didepannya.

"Aku yang langsung meluk dan nyium Arka. Aku kenal Arka banget, Vik. Sulit memang melupakan mantan kita yang sudah berhubungan selama 4 tahun sejak SMA." Vika masih tidak bergeming. Ia memilih diam. Arka di pojok kamar Vika juga memilih diam. Hatinya nelangsa.

"Aku yang memutuskan untuk memutus hubungan aku dan Arka. Aku mau fokus dengan karir aku. Makanya aku memutuskan hubunganku dengan Arka saat masuk kuliah. Aku ngejar law school Harvard sehabis lulus S1, belum lagi aku harus tes ini itu, Vika. Aku juga ikutan BEM, dan MUN. Makanya aku putusin Arka. Walaupun pada akhirnya tidak semua berjalan sesuai harapan dan ekspektasi. Sampai kemarin, aku datang kerumah Arka sekedar main. Ternyata perasaan itu belum hilang."

Vika mengepal tangannya. Ada rasa sakit di dadanya. Perasaan yang campur aduk antara marah, degdegan, dan ingin memuntahkan isi perutnya. Tapi Vika lebih memilih diam.

"Vik, tapi aku ikhlas kalau Arka lebih milih kamu. Aku yakin rasa yang aku punya adalah rasa cinta yang tidak harus memiliki. Setelah pelukan dan ciuman kemarin, aku sudah melepaskan Arka ke kamu. Aku yang maksa cium dia, padahal dia sudah menolak aku. Aku yakin, dengan kamu, Arka bahagia. Kamu perempuan baik yang memang diciptakan untuk Arka, Vik." Raisha menggenggam tangan Vika dan tangan Arka. Raisha menatap mata Vika dalam.

"You made each other. I knew it. Kamu perempuan yang baik dan apa adanya. Semua perempuan iri sama kamu. Dan laki-laki lain pun iri dengan Arka bisa dapetin kamu."

"Maafin aku ya, Vik... Aku yang bodoh, tidak seharusnya menyentuh Arka saat kalian sudah tunangan." Sesungguhnya air mata Vika sudah menumpuk, tapi bukan Vika namanya kalau tidak jaim. Justru air mata Raisha, dan Arka. Arka menangis. Ia berlutut di depan Vika, menggenggam tangan Vika.

Kak Viko, kakak Vika bilang, kalau laki-laki menangis pasti hatinya sudah sangat terluka dan terpuruk. Vika menyentuh wajah Arka.

"Cengeng! Kenapa baru seminggu kemudian lu nyamperin gue?"

"Aku tahu kamu butuh waktu untuk sendiri biar bisa berpikir jernih, Vik!  5 tahun sudah mampu membuatku mengenal kamu. Saat Ibun cerita kamu memutuskan hubungan kita ke mama dan papa, aku yakin, kamu nggak mau melihat aku. Jangankan melihat fisikku, melihat chatku pun pasti kamu nggak mau. Dengan memberi kamu waktu seminggu, mungkin kita bisa berbicara dengan lebih jernih seperti sekarang." Air mata Arka bergulir. Vika menghapus airmata Arka dengan jempolnya. Dengan sigap Arka memeluk Vika. Vika langsung mendorong Arka.

"Flute gue kejepit!"

"Fuck with this flute!" Arka menarik Vika kedalam pelukannya. Dalam dan hangat. Arka tidak ingin melepas wanita dalam pelukannya sekarang ini. Ia tidak mau kehilangan seseorang yang dia cintai lagi. Terlebih, ia tahu bahwa Vika akan ke Genewa. Vika dan Raisha sama-sama mementingkan karier mereka. Mereka memiliki banyak persamaan tentang pandangan hidup mereka. Namun Vika, ia tidak mau kejadian 5 tahun lalu terulang lagi. Raisha yang melihat hal tersebut pelahan meninggalkan mereka berdua. Raisha tidak boleh egois. Dia yang mencampakkan Arka, dan dia tidak berhak mengambil Arka dari Vika, pengisi hati Arka yang baru. Raisha bukan menganggap bahwa cinta tak harus memiliki, bukan. Itu hal terbullshit menurutnya. Bodoh juga kalau dia bilang seperti itu ke Vika tadi. Tetapi, untuk kali ini, karena memang Arka sudah bukan miliknya, dan saat dia sudah milik Vika, tidak seharusnya dia mengambilnya.

Saturday Afternoon CoffeeDonde viven las historias. Descúbrelo ahora