Bab 4

4.7K 325 0
                                    

Ravika Rachmanina: Gaeeees...Maafin yaaaa nanti sore eike ga bisa ikut belanja :(

Bisma Fajar: Ngeselin gila ente

Ravika Rachmanina: Maaf Fulan, ana nanti belanja sendiri...

Bisma Fajar: Bahlul ente

Rama Juniar Putra: Yah... Kenapa Vik?

Ravika Rachamanina: Iya...ada acara mendadak... Maaf ya Raaam.... Tuuuuuh para istri tua yang mau bareng mas Raa! Wkwkwk

Raka Wisdiantoro: Wah, ni Vika udah jadi istrinya raja minyak Bisma keknya. Ramanya di talak nih?

Ravika Rachmanina: Iya niiiih di talak pisang sama talak biji salak.

Raden Riza Wibowo: Kolak jiiiir! Vik, kalau lu ntar di eksport ke luar negeri, yang gini-gini jangan dibawa, ya!

Rama menghembuskan nafas panjang. Vika tidak ikut belanja. Padahal Rama sudah membawa dua helm.

Rama Juniar Putra: Anyone nebeng ntar? Gue bawa helm 2 nih!

Meilani Winarno: Gue mau dong Ram nebeng. Hemat ongkos.

Rama Juniar Putra sent sticker

"Deeeeuh happy banget nih keknyaaaaa"

"Vika nggak jadi ikut belanja."

"Lah lah lah! Kenapa?"

Rama mengangkat bahunya. "Ga tau. Kerjaan kantornya mendadak kayaknya."

Rama merapikan mejanya bersiap-siap untuk makan siang.

"Dipikir-pikir... Vika lucu juga, ya! Sayang lebih tinggi dari gue." Ujar Iksan saat mereka memasuki lift.

"Ah, itu sih, lonya aja yang kek Hobbit."

Saat lift berada di lantai 15, seorang wanita bertubuh berisi masuk.

"Hai Ram!"

"Eh, Mei! First day duty huh?"

"Iya nih... Makasih ya kemaren ngasih tau ada lowongan kerja."

"Ya, sama-sama Mei. Syukur deh kalau keterima. Sering-sering lah ke kantor gue."

Mei memang baru pindah ke kantor yang sama dengan Rama. Awalnya, Rama bilang di kantornya Rama sedang mencari customers service baru. Sebenarnya Rama berharap sekali walaupun kemungkinannya kecil Vika pindah ke kantor tersebut. Vika sudah bekerja di kementrian luar negeri, seperti yang dia inginkan. Untuk apa dia pindah?

Mei langsung menanggapi tawaran Rama. Dia bilang dia sudah tidak betah dikantornya yang sekarang. Entah mengapa. Padahal gajinya dikantornya yang lama dengan yang sekarang lebih besar.

"Lu kalau ketemu di stasiun sapa dia dooong biar dikenalin ke gue! Eh dia tu...." Rama langsung membekam mulut Iksan.

"Apaan sih! Lu..."

"Lemes amat sih lu! Buset dah!" Rama memberikan kode kepada Iksan dengan sudut matanya.

"Kenapa sih emangnya temen lu yang itu?" Tanya Iksan sesampainya mereka di kantin.

"Mei anggota Pasukan Bodrex San..."

"Lah, emangnya Pasukan Bodrex nggak tau lu suka sama Vika?"

Rama memandangi teh manisnya. "Kayaknya tau. Tapi, cuman beberapa. Gue nggak tau Mei tau atau nggak."

"Gue nggak pernah ngomong langsung kalau gue suka sama Vika... Tapi, mungkin mereka peka dan mergokin gue..."

Iksan menghembuskan nafasnya. Lama-lama kasian juga sama anak ini.

"Lu kena kar..."

"Ma. Ya, gue kena karma. Gue nggak tau kenapa dia jadi cantik dan berubah dan gue jadi suka sama dia. Itu sebabnya gue minder. Gue malu sama diri gue sendiri, San!"

"Bro, bro.... Selama janur kuning belum melengkung, selama badan belum masuk liang lahat, kejar lah bro. Emangnya Vika belum punya pacar?"

"Gue belum pernah denger dia punya pacar sih... Lagian dia juga ga aktif lagi di sosmed."

"Emangnya lu punya medsos-medsos? Lo hp doang yang cangih, cuman buat line, whatapp, email, telpon, sms doang siiih. Paling banter facebook. Udah gaada bro facebook! Sekarang tuh mainnya instagram, snapchat, sama path buat checkin-checkin."

Rama menyunggingkan senyum. Ya, Rama memang tipe orang yang tidak terlalu suka menggunakan media sosial. Yang dia punya hanya Facebook dan Linked.

"Makanya, deketin lah bro kalau distasiun."

Belum bisa. Rama belum bisa mendekatinya di stasiun sekarang.

Seperti biasa, Rama mencari sesosok wanita dengan tinggi 170cm yang sering dicepol rambutnya. Namun, hari ini dia belum melihat Vika sama sekali.

"Nyari Vika? Katanya dia ada acara makanya ga bisa ikut belanja." Ujar Iksan sambil menepuk pundak Rama. Ya, Rama lupa akan hal tersebut.

Tidak lama, punnggung Rama ada yang mencolek.

"Hai Ram!" Rama baru ingat. Mei minta nebeng untuk belanja hari ini.

"Hei Mei."

"Lu jadi belanja, kan?"

"Em, gue.... Kayaknya sih, tapi nyokap gue..."

"Anak-anak udah pada berangkat dari kantornya niiiih!" Mei mengecheck handphonenya.

Saat di perjalanan, Rama masih memikirkan Vika.

"By the way..." Rama memotong pembicaraan Mei dan Iksan.

"Lu tau nggak Vika kemana?"

Mei mengerenyitkan dahinya.

"Gue line dia dari tadi nggak dijawab, soalnya, list belanjaan yang Raka kasih ada di dia..."

"Oooooh... Nggak tau juga ya..." Rama kecewa. Ya, tidak apa-apa. Toh besok dia akan bertemu dengan Vika. Friday night... Please come faster...

Haloooo!Terima kasih sudah baca sampe chapter 4! Semoga kalian sukaaa. Jangan lupa yaaa di vommet!

Merci beaucoup!

Xoxo

Saturday Afternoon CoffeeWhere stories live. Discover now