Bab 5

4.2K 304 7
                                    

"Geseran dikit elaaaah gamasuk frame lu Raaaam!"

Tiba-tiba Vika menggaet tangan Rama.

"Sini laaaah jauh-jauh amat, gue udah dirabies kemaren!"

Mati kutu! Pasti muka gue jelek banget difoto! Batin Rama.

Saat sedang asyik-asyik berfoto ria, tiba-tiba Vika menerima panggilan telepon. Rama memperhatikan Vika dari jauh. Senyumnya mengembang. Rambutnya dibiarkan tergerai panjang. Saat Vika menyibakkan rambutnya yang hitam kebelakang, membuat Rama mengenang saat mereka pergi karya wisata ke Jogjakarta bersama sekolah saat kelas IX.

Dulu Vika selalu berusaha bisa foto bersama Rama. Namun, Rama selalu menghindarinya.

Rama memang dingin terhadap Vika dulu. Tapi bukan berarti Rama selalu jahat terhadap Vika. Saat mereka pergi ke Jogjakarta selama 5 hari, pada hari ke-3, pengumuman masuk SMA keluar. Vika daftar di SMA yang sama dengan Rama, SMAN 8. Sebenarnya, Vika memang mau masuk SMA tersebut sejak kelas VII karena dulu mamanya Vika bersekolah disana. SMA itu juga terkenal banyak yang masuk jurusan Hubungan Internasional di universitas incaran Vika. Rama tahu, Vika mati-matian untuk bisa masuk kesana.

Ternyata takdir berkata lain. Ternyata Rama yang masuk kesana. Vika dan beberapa teman yang mendaftar juga tidak masuk ke sekolah yang masuk kedalam salah satu sekolah favorit tersebut.

Sempat terlihat Vika begitu kesal saat mengetahui Rama masuk ke SMA yang diinginkan Vika tersebut. Rama merasa tidak enak karena dulu Rama memang tidak mau kesana.

Vika tidak bersemangat setelah pengumuman diterimanya di SMA. Yang awalnya Vika selalu berusaha masuk di dalam foto yang sama bersama Rama, hanya diam, memperhatikan anak-anak yang sibuk berfoto. Saat makan pun, Vika tidak bersemangat.

Sungguh, Rama merasa kasihan, mengingat betapa Vika sangat belajar dengan keras untuk masuk ke sana. Namun, ia cukup senang dengan Vika yang seperti itu, dia bisa bebas tanpa diikuti oleh Vika.

"Hayooooh! Mikirin bagian yang mana Ram? Atas apa bawah?" Bisma memeluk Rama dengan manja dari belakang yang langsung ditepis Rama dengan geli. Bisma hanya tertawa. Bisma kalau iseng suka tidak dipikirkan terlebih dahulu. Kalau diliat yang lain kan...geli juga.

"Apaan sih?!"

" Tuh, iler dilap dulu! Vika sekarang seksi yak!"

Rama mengelap muka Bisma. Ya, Bisma sadar bahwa Rama suka dengan Vika. Rama sering cerita tentang Vika ke Bisma.

"Ngaku lu! Imajinasi apaan lu soal Vika!"

"Nggak! Ih! Gue gak segila itu! Tapi, pas dia nyibakin rambutnya..."

"KAAAAAAAN KAAAAAAAAAAN!!!"

"Heh! Bukan gitu! Gue inget zaman dulu, waktu kita karya wisata ke Jogja..."

Bisma duduk di ayunan gantung yang ada disebelah Rama.

"Ram, lu serius sama Vika?" Rama memandang Bisma.

"Maksud lu?"

"Yaaaaaaa... Vika cantik, pinter juga. Dia supel dan serba bisa. Dia sempurna. Gue aja minder kalau sama dia. Lu juga sempurna. Tapi, sometimes, yang sempurna belum bisa bersama."

"Maksud lu, gue ga cocok sama Vika?" Nada Rama agak meninggi.

"Nggak, bukan... Tapi, Vika itu cewek Ram, siapa yang siap memeluk dia, lu ga bisa apa-apa walupun lu menyesal dengan apa yang lu lakukan dulu."

Rama tidak mengerti. Kenapa sih Bisma dan Ruby seperti tidak bisa menerima jika Rama ingin bersama Vika. Toh, Rama sudah menyesal dengan apa yang dilakukannya terhadap Vika terdahulu.

"Hey boys! What are you two doing here?"

Vika menghampiri mereka, berjalan kasual sambil memasukkan tangannya di kantung jaketnya.

"Ngobrol biasa. Pulang dijemput, Vik?"

"Iyaaaa biasaaa."

"Salam buat Viko ya, Vik!" ujar Rama. Vika tersenyum. "Iya, nanti disampein. Waktu itu Viko pernah nanyain lu loh Ram!"

"Kangen Viko sama lu Ram! Sama gue apalagi, ya gak Vik?" Vika tertawa renyah. Suaranya terdengar merdu seperti dentingan piano yang biasa dia mainkan di bigband.

" Gue nyamperin Ruby dulu, yak!" Bisma menepuk pundak Rama.

"Masih usaha aja lu Bis!"

"Iya lah, Vik! Cowoknya belum ngelamar dia ini! Siapa tau gue jodoh sama dia!"

"Jangan-jangan Ruby susah nikah karena lu suka doain ya, Bis?" Vika memicingkan matanya.

"Iyalaaaahhh! Pake ditanya! Hahaha!"

Bisma pergi, meninggalkan Vika dan Rama disitu. Vika duduk diayunan. Rama, secara otomatis mendorong ayunan Vika.

"Yang kenceng Raaaaam!"

"Jangan, nanti kamu jatoh!" Vika hanya tertawa-tawa.

"Bigband sekarang gimana Vik?"

"Yang kuliah? Udah nggak Ram. Gue ikut bigband yang lain."

"Gue inget dulu waktu lu SMP suka banget pake headset. Koleksi headset udah seberapa?"

"Ahahaha! Udah nggak sejak gue SMA. Sekarang gue koleksi batu akik. Ngga lah! Becanda."

"Suka banget sama musik ya, Vik?"

"Yes, more than my boyfriend!"

"Emang punya?"

"Ada. Chris Pine. Hahahaha!"

"Masih aja ngayal tingkat nirwana."

Vika tetawa-tawa seperti anak kecil. Rambut Vika yang terayun-ayun ingin sekali rama pegang. Punggungnya yang ia dorong perlahan ingin sekali Rama peluk. Rama ingin ikut menanggung beban yang Vika punya saat ia berpikir. Rama ingin menjadi orang yang pertama Vika cari saat ia akan menangis.

Tiba-tiba ada suara gemuruh kecil yang mengganggu moment indah mereka.

"Hahaha! Sorry Ram! Gue laper nih!" Rama menghentikan ayunannya, mengulurkan tangannya kehadapan Vika.

"Yuk makan! Emang udah waktunya makan siang." Vika menyambut uluran tangan Rama dengan merangkul pundaknya.

"Makaaaaaaan! Makaaaaaaan! Ayo makaaaaaan!"

Holla! Aduh, masak gue baper sendiri nulis ginian ahahaha!
Makasih yang udah baca! Jangan lupa untuk vote dan comment yaaaa! Sarangheooooo
Xoxo

Saturday Afternoon CoffeeWhere stories live. Discover now