Bab 2

5.9K 398 3
                                    

Langkah Rama terhenti melihat seorang gadis yang duduk sendirian sambil membaca buku di cafe biasa dia dan teman-temannya nongkrong. Kali ini ia mengenakan kemeja flannel kebesaran sebagai outer dan rambutnya diikat cepol. Vika, sendirian. Tidak lama, ia mengangkat handphonenya. Sepertinya ada telpon masuk. Saat menjawab teleponnya, Vika melihat Rama berdiri di depan pintu.

Vika melambaikan tangannya. Mau tak mau, Rama berjalan menghampiri Vika.

"Iya, iya! Oke! Besok? Yaudah. Nanti aku telpon lagi mamanya, Rama udah dateng soalnya. Oke! Bye!" Rama langsung meraih buku menu. Sepertinya itu telpon dari Viko, kakak Vika. Viko adalah tipe kakak laki-laki yang sangat protektif terhadap adiknya. Walaupun kini Viko telah berkeluarga, tetap saja dia masih super protektif  ke Vika.

"Hey Ram! Gimana? Baik?" Rama hanya mengangguk. Ia berdiri kembali menuju bar untuk memesan minuman.

"Sebenernya, kurang baik, Vik. Biasa, banyak banget yang harus dikerjain di kantor." Ya, Rama lelah sekali. Tetapi, Sabtu sore, melihat Vika dengan baju casualnya, memandang wajahnya yang selalu tersenyum, membuat masalahnya hilang untuk sementara karena Rama fokus untuk mengatur debaran jantungnya yang naik turun seperti roller coaster.

"Vik..."

"Heem..." Vika mengangkat wajahnya. Mata Vika yang kecoklatan memandang lansung ke arah mata Rama. Seketika, Rama membeku. Bibirnya kelu. Tidak lama, rombongan bodrex datang dengan rusuh. Thank to them!

Lagi-lagi, Rama teringat zaman SMP waktu Vika menyatakan perasaannya kepada Rama. Rama benar-benar terkejut awalnya karena tidak menyangka, temannya bisa memiliki perasaan kepadanya. Awalnya dia bingung. Namun, lama-lama Rama risih juga.

Ya, secara penampilan, Vika memang menyeramkan. Rama sendiri merasa jijik dengan hal-hal romantis yang dilakukan oleh Vika.

Vika menyeramkan menurutnya. Vika bukanlah tipe anak perempuan yang bisa dijadikan pacar pertamanya. Sampai suatu ketika, Tama menanyakan perasaan Rama terhadap Vika.

"Ram, Vika kan suka sama lu, lu juga suka kan, sama Vika?"

"Hah?!" Rama pura-pura tuli.

"Iyaaaa lu suka kan sama Vika?"

"Gue? Suka sama Vika?" ujar Rama sambil tertawa.

"Sampai lebaran monyet juga, gue gabakalan suka sama dia!"

"Hati-hati, Bro!" Tama menepuk pundak Rama.

"Kalau suatu hari lu suka sama Vika gimana?"

"Nggak mungkin laaaah. Gabakalan!"

Banyak cara yang dilakukan oleh Rama agar Vika berhenti menyukainya. Sampai suatu ketika, Rama bertemu dengan Rara, cinta pertamanya.

Rara adalah adik kelas yang digandrungi oleh anak-anak laki-laki disekolah. Berbeda dengan Vika, Rara adalah gadis yang halus, sesuai dengan namanya. Ia juga manis dan cantik. Rama senang bahwa Rara menanggapi ajakan-ajakan Rama. Setiap hari, Rama smsan dengan Rara. Rama jatuh cinta dengan Rara.

Suatu hari, Rama mengajak Rara untuk ikut nongkrong bersama Vika dan teman-teman segengnya.

Vika sudah berdandan manis kali ini. Rambut Vika yang mulai dibiarkan tumbuh panjang diberi bando. Walaupun menggunakan celana pendek dan kaos, Vika berusaha tampil segirly mungkin. Sayangnya, saat Rama datang, ia bersama gadis lain. Anak baru yang membuat heboh anak laki-laki di sekolah saat MOS. Vika patah hati untuk pertama kalinya. Sepanjang hari itu Vika diam. Dan kalaupun berbicara, dia mengucapkan kata-kata yang sarkatis. Semua teman-temannya tahu, itu bukanlah sarkatik yang selalu dilontarkan vika sehari-hari.

"Gimana Ram? Lu mau ikut gak?" Raka membuyarkan lamunan Rama.

"Hah? Iya, iya ikut. Eh, ikut apaan?"

"Heeeeeeu!!!" Semua menyoraki Rama.

"Lu masih sore udah mikir yang macem-macem aja sih!"

"Kita mau ke Bandung. Jalan-jalan sekali-kali kita refreshing."

"Gue ikuuuuuut!!!"

Melihat Vika mengacungkan tangan, Rama ikut-ikutan mengacungkan tangan.

"Jumat Sabtu Minggu cukup lah, yaaaa liburan abis Lebaran aja gimana?"

Semua setuju dengan usul Bhisma.

Ya, Rama akan bermalam bersama Vika nanti.

Helloooooq :) Terima kasih sudah mau membaca cerita Rama dan Vika. Jika ada kesamaan cerita, harap dimaafkan.
Jangan lupa vommet yaaaa

Xoxo

Saturday Afternoon CoffeeWhere stories live. Discover now