Bab 11

2.7K 181 0
                                    

"Ram, kemarin gue ketemu Vika loh di stasiun. Kemaren kok Rama nggak ada?"

"Em.... Itu Mei... Gue... Kemaren si Iksan minta ditemenin ke GI nyari baju. Tau tuh buat apaan." Rama menahan diri untuk tidak membuat wajahnya merah. Sekeras apapun ia berusaha, wajah merona tidak akan penah bisa ditahan. Sambil mengaduk-aduk mie ayamnya, Rama menutupi wajahnya.

Besok gue mau makan bareng Vika, mau ikut?"

Mati kutu! Ah ngapain juga sih si Mei janjian sama Vika?! Batin Rama.

"Em... Aduh, gue kayaknya besok ada kerjaan deh... Soalnya yang hari ini aja belom beres..."

"Mungkin, Vika aja kali ya yang makan disini. Kayaknya dia mau..."

"JANGAN!!!" Suara Rama menggema di seluruh kantin membuat orang-orang disekitar merek menoleh.

"Maksud gue, gue kasian sama Vikanya. Kan agak jauh kantor kita sama Kemenlu..."

Mei hanya mengangguk saja. "Yaudah, gapapa kok gue sendirian."

"Hati-hati ya besok kesananya."

Yang gini-gini nih bikin Mei ingin meraih tangan Rama, dan memeluknya erat. Sayangnya dia lebih memilih Vika yang jelas-jelas sudah tidak menyukainya. Mei tahu, bahwa Rama hanya menghindar bertemu dengan Vika.

Rama mengingat sewatu ia menonton konser terakhir Vika di UKM orkes. Vika yang malam itu terlihat manis mengenakan atasan putih dan rok tulle 1/4 tetap tak bisa menyembunyikan kaki jenjangnya. Tak lupa ia mengenakan sepatu oxford hitam bercorak putih, ditambah kaos kaki putih diatas mata kaki memberikan tampilan vintage. Bibirnya dipoles dengan lipstick berwarna pink nude. Matanya yang besar diberi eyeliner yang membuat matanya tambah besar. Vika amat sangat cantik dan memesona saat itu tanpa menutupi freckles wajahnya.

Mata Rama tak mampu lepas dari Vika. Sesekali ia meniup flutenya sambil tersenyum, menikmati setiap alunan yang ia dan teman-temannya mainkan. Rama meremas tangkai bouquet bunga yang ia bawa.

Setelah intermission, giliran bigband yang tampil. Ini yang paling ditunggu oleh Rama. Vika memainkan lagu jazz dengan pianonya. Lagu Sing Sing Sing mulai mengalun. Ini lagu kesukaan Vika. Ia sangat ingat, sebanyak apapun Vika mengganti handphonenya, ringtonenya selalu lagu itu.

Vika yang bermain piano jauh lebih memesona Rama. Kenapa, kenapa baru sekarang Rama menyadari Vika begitu cantik?

"Gue sama jerknya sama cowok lain! Cuman ngeliat tampang!" Umpatnya dalam hati. "Kalau dulu Vika sudah seperti Rara...." Rama menggelengkan kepalanya. Bodoh.

Saat konser telah selesai, orang-orang telah berkumpul di aula performing arts building kampus. Mereka berfoto, bertemu dengan pemain, dan lain sebagainya. Rama melihat Vika. Berdiri di dekat ruang pemain melihat orang-orang berlalu-lalang. Mungkin dia tidak ada yang menonton? Rama ingin menghampiri Vika. Sayangnya, kakinya kaku tidah mau berjalan. Seperti ada paku yang menancap ke laintai di kakinya. Tiba-tiba, Rama dikejutkan dengan tepukan dari belakang.

"Eh Ram! Lu nonton juga?" Ujar laki-laki tersebut.

"Eh Zaki! Em... Iya... Hehe lagi pengen nonton acara musik-musik gitu... Lu?"

"Gue gantiin ketua marching dateng. Dapet undangan. Lagian ada temen satu section gue pas marching di SMA jadi anak orkes. Ah, tuh orangnya! Arka!" Tanpa sadar, Rama mengikuti Zaki menghampiri Arka yang berdiri tidak jauh dari Vika berdiri. Senyum Vika mengembang saat melihat Rama datang.

"Hai Ram! Duh gue kira gue nggak ada yang nonton..." Ujar Vika sambil menyambut bouquet bunga yang disodorkan oleh Rama.

"Ah, hehe itu... Gue dibayarin Zaki minta ditemenin nonton... Mau liat temennya. Mumpung gratis." Ujarnya sambil mennjuk Zaki dengan jempol. Rama berusaha secausal mungkin.

"Bouquetnya juga beli disini dooong?" Rama mengiyakan Vika. Bohong lagi. Padahal Rama sudah beli jauh-jauh di Cikini, bukan di aula performing arts building kampus.

"Beli pas intermission. Gue lupa kalau lu anak orkes." Vika hanya tertawa. Tuhaaaaaaan mendengar tawa Vika saja kaki Rama sudah kehilangan beberapa tulangnya. Tiba-tiba Vika dipanggil teman-temannya untuk foto bersama. Rama ingin sekali mengajak Vika pulang bersama. Tapi apa daya, Rama terlalu cemen untuk mengajaknya. Rama langsung kabur, sebelum Vika membuatnya kehilangan seluruh tulang ditubuhnya.

Rama membuka aplikasi Line, dan mengscroll home Linenya.

Ravika's profile picture was change!

Rama membuka profile picturenya. Vika sedang memegang suatu alat tiup. Dia tidak terlalu yakin itu apa. Bukan flute, berwarna hitam juga. Ia mengenakan baju hitam-titam dengan rambutnya yang terurai. Yang paling menarik Rama, Ada beberapa komentar dibawahnya.

Arka Handriadhi: Squidward, squidward!

Ravika Rachmanina: Pergi kau Patrick! @.Arka Handriadhi

Bisma Fajar: Hahahaha!

Riena Handar: Vika itu alat musik apa

Ravika Rachmanina: @.Bisma Fajar ini lagi si Spongebob dateng ketawa doang! @.Riena Handar clarinet kak Rien :) namanya Vallerie ahahaha

Tanpa sadar, Rama menekan assistive touch hanphonenya, dan mengcapture foto profile Vika yang baru. Ia langsung memasukkan handphonenya ke dalam saku, tidak ingin gadis di depannya tahu dan menyebarkan ke Pasukan Bodrex apa yang baru saja dilakukannya.

Halloooooo terima kasih sudah membaca sampai sini! Hehehe
Jangan lupa comment dan votenya! Pengen tau tanggapan kalian tentang cerita ini! Hehehe syukrooon

Xoxo

Saturday Afternoon CoffeeWhere stories live. Discover now