CHAPTER 28 : A Choice

Start from the beginning
                                    

Sorak sorai keriuhan terjadi di kelas itu dalam sekejap. Alvin berhasil membuat suasana kelas yang tadinya tegang, menjadi rusuh. Alvin menarik kedua sudut bibirnya dan lekas memamerkan deretan putih giginya yang berjajar.

Bu Poly melotot tajam seolah menegaskan pada muridnya untuk tetap tenang, tanpa berceletoh panjang lebar dengan mulutnya. Semuanya diam, seakan mengerti dengan kode yang diberikan sang guru.

"Lo gila ya vin?!" Sungut Gabriel mendelik tak percaya pada teman sebangkunya ini. Sedangkan Alvin? Ia hanya tersenyum innocent.

"Karena kamu sudah membuat kegaduhan di kelas ini, Alvin.. sekarang kamu keluar dari jam pelajaran saya!" Tukas Bu Poly menahan amarah. Ia terus mengusap perutnya. Sambil berkomat - kamit dalam hati 'amit - amit jabang bayi!'

Mata Alvin berbinar dan terkekeh pelan saking senangnya, "Baik bu!" Sahutnya semangat. Sejurus kemudian, ia langsung melesat cepat kearah pintu kelas dan lekas keluar tanpa beban.

Seisi kelas melongo begitu melihat Alvin dengan senang hati dihukum oleh seorang guru. Baru kali ini ada murid yang begitu semangat dihukum keluar kelas. Ajaib!

^_^

Suara pantulan bola basket bergema di lapangan indoor sekolah. Sepatu yang bedecit di lantai seolah bersahutan dengan pantulan bola basket itu. Via yang tidak tau harus kemana disaat dirinya dihukum, akhirnya memilih lapangan sebagai tempat persinggahan sementara hingga bel jam pelajaran selanjutnya berganti.

Tidak banyak yang tau bahwa Via sebenarnya lumayan mahir dalam bermain basket. Terakhir ia memainkan bola oranye itu yaitu saat kelas dua SMP. Tepat tiga tahun yang lalu sebelum ia menekuni bakatnya di bidang menggambar sketsa khususnya di media sketchbook.

Dulu, saat suasana hatinya sedang kacau karena orangtuanya, Via seringkali melampiaskannya lewat basket --sekarang mungkin lebih ke sketchbook. Seperti suasana hatinya saat ini yang begitu kacau. Kali ini penyebabnya tak hanya kedua orangtuanya, melainkan dengan kedua orang cowok yang memporak-porandakan hatinya. Satu hal yang Via sesali saat ini. Tidak konsisten. Harusnya ia tidak boleh jatuh cinta. Lebih parahnya lagi, ia harus memilih. Stay or not?

Via terus men-dribble bola oranye yang ada ditangannya dan memainkannya dengan lihai. Meski awalnya sedikit kaku, namun seiring berjalannya waktu kemampuannya tak berubah sama sekali. Beberapa kali ia melakukan jump shot pada bolanya kearah ring. Shoot pertama... gagal. Hingga akhirnya pada shoot ketiga. Dan yaap! Masuk!

'Prok! Prok! Prok! Prok!'

Suara tepuk tangan dan langkah kaki yang semakin mendekatinya membuat Via refleks menoleh. Bola yang ia apit di tangan kanannya pun terlepas hingga memantul tak tentu. Sampai akhirnya bola itu tanpa sengaja mengarah ke mata kaki seseorang yang membuat Via begitu terkejut dengan kehadirannya.

"Aku baru tau ternyata kamu bisa bermain basket," gumam orang itu. Ia merunduk, berusaha meraih bola basket yang ada di bawah kakinya. Setelah berhasil mendapatkan bola itu, ia mengapitkannya di tangan kanannya sambil tersenyum mematikan.

"Alvin?! Kenapa kamu kesini?" Tanya Via tergagap. Telunjuk kanannya menunjuk kearah Alvin.

"Dihukum sama Bu Poly buat nemenin kamu,"

"HAH?!" Via tercengang mendengar jawaban super santai yang Alvin lontarkan. Ia sungguh tak mengerti jalan pikiran Alvin yang dirasa sudah tidak waras itu.

Tanpa menghiraukan reaksi dan ekspresi terkejut --tapi menggemaskan dari Via, dengan langkah pasti Alvin perlahan mendekati Via. Setelah jarak diantara mereka hanya terpaut 30 senti saja, Alvin menatap Via dengan tatapan yang begitu meluluhkan.

30 DAYS FOR LOVEWhere stories live. Discover now