"Coba saya lihat hasilnya" ucap Pak Dirjen membuat Asep langsung berlari ke arahnya.

"Ini pak" Asep menunjukkan foto yang ia ambil kepada Pak Dirjen.

Pak Dirjen pun tersenyum lalu mengangguk puas,"oke... kita kembali saja ke depan" ucap Pak Dirjen disusul anggukan oleh yang lain.

Jalan yang dipilih Pak Dirjen untuk kembali ke depan kantor proyek ternyata sedikit memutar, jalan agak menurun dengan tingkat kerusakan lebih parah membuat Sasti menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

Satria, Pak Nurwan (Direktur Unit), Pak Udin juga Asep berjalan mendampingi Pak Dirjen. Namun sebuah panggilan ke handphone Satria membuat lelaki itu tertinggal dari rombongan.

Sasti yang berjalan dengan susah payah pun telah melewati Satria yang tampak serius berbicara dengan penelpon, sekilas Sasti dapat mendengar suara Satria.

"Kalau tidak penting jangan hubungi saya" hanya itu yang dapat Sasti dengar dari Satria.

Sasti yang melangkah pelan-pelan dikagetkan oleh sebuah tarikan yang menahan lengannya, dengan cepat ia menoleh dan mendapatkan Satria yang sedang menatapnya.

"Pegangan sama saya biar engga jatuh" ucap Satria dengan wajah datarnya.

"Engga perlu pak, saya bisa sendiri kok" tolak Sasti halus.

"Yaudah..." Satria pun melepas lengan Sasti lalu berjalan meninggalkannya.

--

Sebelum masuk ke dalam mobil Pak Dirjen menyempatkan diri untuk masuk ke dalam kantor proyek dan bertegur sapa dengan beberapa pegawai yang ada di dalam sana.

"Tolong ambilkan Pak Dirjen dan Pak Nurwan minum" perintah Satria kepada salah satu pegawainya.

"Minumnya apa ya pak?" tanya pegawai tersebut.

Sasti yang baru saja bergabung dan mendengar pertanyaan tersebut langsung menjawab, "ada white coffee? buatin itu aja pakai es, kalau engga ada air putih dingin aja"

Pegawai tersebut mengangguk lalu pergi menuju pantri. Tak lama ia kembali sambil membawa 2 gelas berisi air putih dingin, Sasti yang melihatnya pun tak kuasa menahan senyum.

Saat pegawai tersebut hendak melewatinya Sasti pun menghadang, Sasti mengaduk isi tasnya mencari sesuatu, "Nah...ini" ucap Sasti sambil menyerahkan 2 bungkus white coffee.

"Buatin untuk bapak, airnya jangan kebanyakan ya" pesan Sasti. Pegawai tersebut menerima 2 bungkus white coffee yang Sasti berikan lalu kembali ke pantri.

"Kamu kemana-mana selalu bawa gituan?" tanya Satria yang ternyata melihat saat Sasti menyerahkan white coffee kepada pegawainya.

"Kalau pergi sama bapak aja, kalau engga ya saya engga bawa" jawab Sasti disusul anggukan kepala oleh Satria, "Ooh..." hanya itu yang bisa terucap dari bibir Satria.

--

"Kamu duduk di depan sini" ucap Satria saat melihat Sasti yang hendak membuka pintu belakang.

"Emang saya supir, kamu duduk di belakang" tambah Satria sebelum membuka pintu depan lalu duduk dibalik kemudi.

Sasti pun jalan memutari mobil, lalu membuka pintu depan dan duduk dengan manis disamping Satria.

"Ohh iyaa ini sendal bapak" Sasti mengeluarkan sendal jepit abu-abu lalu mengarahkannya ke arah Satria.

Namun Satria diam saja tak mengambil sendal tersebut dari tangan Sasti.

"Taro dibawah situ" ucap Satria sambil menstater mobilnya.

"Makasih" ucap Sasti pelan.

Satria melirik sekilas lalu menjalankan mobil keluar dari kawasan proyek. Sastipun diam tak lagi berbicara, ia menatap lurus ke depan.

Terdengar bunyi gemuruh dari langit, yang semula langit terang berwarna biru berubah menjadi gelap karena tertutup awan mendung.

Perlahan langit mulai menghujani bumi, setetes demi setetes air mulai menimpa apa saja yang ada dibawah langit.

Tak perlu waktu yang lama hingga akhirnya hujan yang amat deras turun, membuat Satria memelankan laju mobil yang ia kendarai.

Duaarrr...

Bunyi petir yang besar membuat Sasti tersentak. Kilat terus menerus terlihat di langit, seolah sedang ada pertunjukkan dengan lampu flash diatas sana.

"Pak.. apa engga lebih baik berhenti dulu? Ini engga keliatan apa-apaan di depan" suara Sasti terdengar mulai khawatir.

"Keliatan kok" balas Satria santai sambil terus menyetir.

Sasti mendelik kesal, "Apanya yang keliatan sih pak?"

"Ya menurut kamu apa yang keliatan?" Satria malah bertanya balik dengan pertanyaan yang membuat Sasti semakin kesal.

Sabar Sasti sabar.... lebih baik diam daripada dilanjutkan batin Sasti.

Saat melewati pertigaan jalan tanpa mereka sadari sebuah mobil berjalan dengan kecepatan cukup tinggi, lalu....

Braaakkkk!!

Mobil yang mereka naiki terhempas ke arah kanan karena ditabrak dari sisi kiri.
Sasti merasakan dirinya terhempas kencang ke arah Satria, untuk saja ia menggunakan sabuk pengaman. Namun tetap saja ia merasakan sakit pada badannya, terlebih lagi pecahan jendela yang menghujaninya. Sedangkan Satria kepalanya terbentur ke jendela cukup keras namun tak cukup kuat untuk membuatnya pingsan.

"Sas kamu engga apa-apa?" tanya Satria khawatir, apalagi saat melihat kening sebelah kiri Sasti berdarah. Bukan hanya kening tapi tangan kirinya juga ada beberapa luka kecil.

"Hhh...." Sasti yang masih shock tak menjawab pertanyaan Satria. Ia meringis pelan sambil memegang kepalanya yang terasa pusing dan perlahan kesadarannya pun menghilang.

Untung saja pintu tidak penyok terlalu dalam sehingga tidak menjepit kaki Sasti.

Duaaaarrr!

Petir kembali menggelegar di langit, dan hujan turun semakin deras

--

2/07/2016

ZMSKIA




DIA (BANYAK DIHAPUS)Where stories live. Discover now