Handphone Satria kembali berbunyi, Dedi yang semula cuek mulai berpikir mungkin itu telpon penting pikirnya.

"Pak maaf itu..." belum selesai ucapan Dedi, tangan Satria terjulur ke arah handphone yang ia letakkan disampingnya.

Dengan mata yang masih terpejam satria membalikkan handphonenya, otomatis nada dering handphonenya berubah menjadi mute. Dan suasana di dalam mobil kembali hening.

Dedi yang melihat hal itu tak berkomentar, ia kembali menatap ke jalanan.

Perjalanan kembali ke SCBD tak membutuhkan waktu yang lama, apalagi siang ini jalanan di ibu kota tak begitu padat. Tidak sampai setengah jam, Satria sudah sampai di kantornya.

Petugas di lobi membukakan pintu untuk Satria, Satria pun masuk ke dalam gedung diikuti oleh Dedi di belakangnya.

Sesampainya di lantai 5, tempat dimana ruangannya berada, Arin-sekretarisnya Satria tampak sudah menunggu kedatangannya.

"Maaf pak..." Arin langsung mendekat ke arah Satria.

"Ada ibu di dalam, sudah menunggu bapak sejak sejam yang lalu. Bapak dihubungi tapi tidak menjawab" ujar Arin.

Satria teringat dengan handphonenya yang terus berdering sepanjang jalan, ternyata itu ibunya.

"Iya..." hanya satu kata yang keluar dari mulut Satria.

Wajah Arin terlihat takut, masih ada satu hal yang belum ia sampaikan kepada bosnya itu, dan ia ragu untuk mengatakannya.

"Hmm..anu pak, ibu datang tidak sendiri" tambah Arin pelan.

"Sama siapa emang?" tanya Satria.

"Sama perempuan yang datang kesini 3 hari yang lalu pak, yang bapak menolak untuk bertemu" jawab Arin dengan kepala tertunduk.

Satria langsung menghentikan langkahnya saat mendengar jawaban sekretarisnya itu, perempuan? 3 hari yang lalu?.

Setelah Satria teringat kembali siapa perempuan yang dimaksud, air muka Satria langsung berubah tidak suka. Untuk apa mama datang bersama perempuan itu batinnya.

"Loh bapak mau kemana?" tanya Arin ketika Satria merubah haluan, yang semula berjalan ke ruangannya sekarang malah berbalik arah menuju ruangan manajer pelaksana.

"Kalau ibu saya tanya keberadaan saya, bilang aja kamu engga tau" jawab Satria tanpa menengok.

Arin menghentakkan kakinya kesal. Semudah itu berbicara, memangnya dia lupa apa bagaimana peringai ibunya yang super itu batin Arin.

--

Satria memang berjalan menuju ruangan manajer pelaksana, tapi dia tak masuk kesana. Ia malah membuka pintu darurat, lalu menaiki tangga hingga sampai ke lantai 7.

Satria tidak membuka pintu darurat lantai 7 tersebut, ia malah membuka pintu kecil yang berada di dekat tangga.

Ternyata terdapat ruangan terbuka dengan 3 bangku dan sebuah meja yang terbuat dari rotan, lalu tanaman hias dan pepohonan dengan ukuran sedang memenuhi tempat itu. Sungguh segar dipandang mata.

Satria memilih duduk di salah satu kursi yang dinaungi oleh pohon kamboja, lalu mengangkat kedua kakinya ke atas meja.

Ia kembali menutup matanya, dan membiarkan telinganya mendengar suara dedaunan yang diterpa angin.

Belum 10 menit Satria memejamkan matanya, tiba-tiba pintu terbuka dengan kasar.

Perempuan berhijab berdiri sambil bertolak pinggang, "Pak! dicariin malah tidur disini enak-enak" seru perempuan tersebut.

Satria yang mendengar seruan perempuan itu diam saja pura-pura tak mendengar.

"Pak, bangun deh saya tau kok bapak pasti denger suara saya. Ini banyak dokumen yang harus di tanda tangan" ucap perempuan itu.

Perempuan satu ini, kalau bukan adik sepupu pasti udah gue tendang dari perusahaan ini batin Satria.

"Hellooooo Rahadhi Satria" sekarang perempuan itu mulai meneriaki nama panjang Satria.

"Ratnaaaaa..." akhirnya Satria bersuara, "Taro aja dimeja bisa kan, nanti saya turun"

"Ck.. bapak turun sekarang atau saya bilangin ke tante Ambar kalau bapak ada disini, biar tante Ambar kesini sama cewe ngeselin itu" ancam perempuan yang bernama Ratna itu sambil mencolek-colek pundak Satria.

Meski Ratna dan Satria sepupuan, namun Ratna memilih untuk berbicara formal selama di kantor. Tapi tak jarang juga cara berbicaranya itu suka terbawa sampai dirumah.

Terdengar lagu Stereo Hearts- Adam Levine yang mengalun kencang, ternyata itu nada dering handphone Ratna.

"Sastiiii, tunggu ya sebentar" Ratna langsung berbicara pada si penelpon.

Satria yang mendengar ucapan Ratna langsung membuka matanya, Sasti? Mungkinkah Sasti yang sama dengan yang gue kenal batin Satria.

Satria mencoba menajamkan pendengarannya, namun Ratna yang merasa sedang dikupingin mengambil jarak dari tempat Satria.

Satria hanya bisa melihat ekspresi wajah Ratna, dan kepala Ratna yang beberapa kali mengangguk-angguk. Tak lama Ratna memasukkan handphonenya ke dalam kantung tunic yang ia kenakan.

"Kepo banget sih, nguping yaa pak tadi"

Satria tak menghiraukan ucapan Ratna, ia kembali memejamkan matanya.

Melihat tingkah bosnya alias kaka sepupunya sendiri Ratna hanya bisa mendesah kesal sekaligus gemas.

"Jangan lama-lama ya disininya, tante Ambar udah pulang kok" selesai berbicara Ratna langsung pergi meninggalkan Satria, ia sengaja menutup pintu dengan kencang.

Sepeninggalan Ratna, Satria kembali membuka matanya. Ia menatap langit yang sedikit terhalang cabang pohon kamboja, tampak begitu biru tidak ada awan sama sekali.

Entah kenapa akhir-akhir ini Satria sering merasa ada sesuatu yang mengganjal hatinya, namun ia tak bisa menemukan jawaban mengapa hatinya merasa seperti itu.

Dan dengan menatap langit ia merasa hatinya sedikit lebih baik, itulah mengapa Satria menyukai tempat ini. Sebuah ruangan terbuka yang begitu hijau dan hanya segelintir orang yang mengetahuinya.

--

25/06/2016

ZMSKIA

DIA (BANYAK DIHAPUS)Where stories live. Discover now