Keenambelas

17.4K 856 34
                                    

Kirana membulatkan matanya terkejut melihat layar segi empat yang sedang bergetar dihadapannya. Kripik singkong yang ia makan tadi tak terlalu ia pedulikan karena masih menatap layar ponselnya yang menampilkan caller id lelaki yang ia sukai. Ia menimbang-nimbang untuk mengangkat atau tidak. Tapi kenapa Iwan harus menelponnya tepat pada jam 10 malam. Saat waktunya orang untuk beristirahat. Kirana melirik Siska dan Laras yang sedang terlelap di kasurnya.

Ia mendesah pelan karena ponsel itu tidak bergetar lagi. Ia kembali fokus pada bacaannya sambil menyuapi kripiknya, mencoba menghilangkan pikiran tentang telphon dari Iwan yang tidak ia angkat.

Ponsel itu bergetar kembali, ia tersedak karena mengetahui bahwa Iwan kembali menelphonnya. Sesudah merapalkan doa, ia menghirup nafas dalam-dalam dan menggeser tombol hijau lalu mendekatkan ponsel tersebut ketelinganya.

"Assalamualaykum" sapa Iwan dari sana.

"Waalaykumussalam" ucap Kirana setengah gugup. Baru kali ini ia mendapatkan telphon dari Iwan.

"Kira, gue mau nanya sesuatu boleh?" tanya Iwan to the point. Kirana mengangguk meski tak dapat dilihat Iwan. Iwan menghela nafasnya panjang. Ia juga tengah dilanda gugup karena baru kali ini ia berani untuk menelphon gadis yang ia sukai.

"Beneran lo akan pulang ke Paris?" tanya Iwan dengan irama yang sulit diartikan Kirana. Kirana terdiam dan menatap kembali ponselnya. Dari mana Iwan tahu? Begitu pikir Kirana, ia kembali mendekatkan ponsel tersebut ke telingannya. Setelah diam cukup lama, Kirana tak kunjung memberikan jawaban. Ia terlalu takut mengatakan kata 'iya'. Karena hal itu akan membuat ia tidak bisa rela meninggalkan Indonesia.

Diseberang sana Iwan tengah menunggu jawaban dari Kirana sambil menyandarkan tubuhnya di kepala ranjang sambil memangku sebuah buku. Kirana tak kunjung memberikan jawaban.

"Iya" ucap Kirana singkat, membuat badan Iwan kaku seketika. Ternyata benar apa yang dikatakan Laras. Kirana akan segera pergi ke negara menara Eiffel tersebut.

Iwan berpikir sejenak, apa yang harus ia respon terhadap kata 'iya' Kirana tersebut. Terdengar helaan panjang dari seberang sana.

"Pilihan sulit Wan, satu sisi gue harus nemenin nyokap karena itu udah tugas gue sebagai anak, satu sisinya gue gak mau pisah sama semuanya" ucap Kirana lagi.

'termasuk lo Wan' batin Kirana.

Iwan hanya terdiam mendengar perkataan Kirana dan mengangguk dalam hati. Kalau ia diposisi Kirana, sudah pasti itu juga akan menjadi pilihan sulit baginya.

"Kapan?" tanya Iwan yang sudah pasrah untuk menerima Kirana akan pergi. Kirana memejamkan matanya. Sangat berat mengatakannya, tapi ia harus mengatakan hal tersebut.

"Lusa" ucap Kirana. Dan kata tersebut merupakan kata terakhir Kirana sebelum Kirana pamit dan menutup telponnya. Kirana mengusap wajahnya dan memperhatikan layar ponselnya. Ia kemudian berdiri dari duduknya hendak mengambil minum di dapur. Langkahnya terhenti ketika mendapatkan sebuah pesan masuk.

Jaga diri baik-baik disana. Begitulah pesan Iwan, membuat perasaannya menjadi sesak. Ia menghela nafas dan tersenyum miris mendapat pesan singkat tersebut. Ia kembali meletakkan ponsel tersebut tidak berniat untuk membalasnya dan memilih beranjak kedapur.

**

Sudah dua hari berlalu. Dan hari ini merupakan hari terakhir Kirana berada di Indonesia. Laras sejak Subuh sudah dijemput uminya untuk pulang ke Jakarta, dan Siska juga sudah pulang kerumahnya. Kini tinggal tersisa Kirana yang masih memperhatikan jalanan dari jendela mobil yang berada disampingnya.

Sekolah terlihat seperti biasa. Banyak siswa yang masih berjalan menuju kelasnya pagi itu. Dan ada juga yang sekedar duduk ataupun berdiri di lorong-lorong yang terdapat didepan kelas. Kirana melangkah menuju kelasnya yang akan ia rindukan nantinya.

CantikWhere stories live. Discover now