Keempatbelas

17.9K 859 11
                                    

Mobil Iwan sudah memasuki gerbang rumah Kirana yang sudah dipenuhi oleh banyak mobil. Mereka bertiga kemudian keluar dari mobil dan berjalan kearah rumah nenek.

"Nek" ucap Laras menghampiri nenek yang masih menangis. Ia kemudian memeluk nenek menyalurkan rasa simpati agar nenek bisa tabah. Nenek membalas dan terisak dipelukannya.

"Nek, yang sabar ya, Laras ikut berduka cita" ucap Laras yang juga sudah menangis. Nenek mengangguk dan menghapus air mata dipipi Laras.

"Tolong hibur Kirana ya sayang. Dia lagi di kamarnya" ucap nenek. Kemudian dianggukkan oleh Laras. Iwan dan Adam kemudian bergantian bersalaman dengan nenek dan menyusul Laras yang menaiki tangga ke lantai dua.

Laras sangat terkejut melihat penampilan Kirana yang sangat kacau seperti orang frustasi saat ini. Rambutnya yang berantakan, dan bekas air mata yang masih ada diwajahnya. Kirana hanya menatap kosong kearah depan.

Iwan sangat khawatir melihat Kirana saat ini. Ia sangat ingin menghibur Kirana. Tapi salahkan ia yang kaku tidak bisa berbuat apa-apa. Ia hanya bisa menatap nanar kearah Kirana yang duduk meringkuk diatas kasurnya.

Laras segera berlari kearah Kirana dan memeluknya. Ia menangis sesenggukkan dipundak Kirana yang masih tidak membalas pelukannya. Kirana terdiam karena pelukan Laras yang tiba-tiba.

"Ras, lo kenapa nangis? Gak ada yang sedih disini kok" ucap Kirana. Laras mengeratkan pelukannya lagi. Ia tahu, Kirana sangat sedih dan sepertinya logika tidak mau berpihak dengan Kirana, membuatnya tidak mau menerima keadaannya saat ini.

"Kirana udah.. Lo kalau mau nangis, nagis aja.. Tapi jangan kayak gini" ucap Laras. Kirana hanya terdiam. Ia tahu, sahabatnya saat ini sangat menghawatirkannya. Hatinya terlalu sesak menerima semua ini. Menerima bahwa papanya tidak ada lagi didunia ini. Dan berpisah dengannya dan semuanya.

Tak lama ia membalas pelukan Laras dan menangis di pelukan Laras. Mencurahkan semua kesedihannya kepada sahabatnya yang sedari tadi ia tanggung sendiri. Laras mengusap punggung Kirana yang sudah menangis terisak.

"Papa udah gak ada Ras.. Papa udah gak ada" ucap Kirana disela tangisannya. Laras hanya mengangguk mengerti dan mengusap punggung Kirana yang sudah bergetar hebat. Dari arah luar Iwan dan Adam hanya memperhatikan dari pintu kamar. Melihat Laras dan Kirana yang sudah menangis sesegukkan. Adam kini mengerti apa yang terjadi saat ini. Ia kemudian memperhatikan mata Iwan yang memandang nanar kearah gadis yang dipeluk Laras tadi, yang tadi sempat ia tangkap dari pembicaraan nenek dengan Laras bernama Kirana.

Adam menepuk bahu sahabatnya tersebut membuat Iwan menoleh kearahnya.

Setelah melepaskan pelukannya, Kirana menghapus air matanya dan secara tidak sengaja ia menoleh kearah pintu kamar dan melihat wajah Iwan dan temannya. Ia tidak menyangka, bahwa laki-laki itu datang, saat ia harus merasa kehilangan sesosok Ayah. Kirana memandang Iwan dengan tatapan sulit diartikan. Ada rasa bersalah dihatinya, tapi ia tidak tahu mengapa.

Meski agak kabur karena air mata, Ia dapat melihat wajah yang sangat dirindukannya tersebut. Wajah Iwan yang menatapnya dengan tatapan lembut. Kirana mengulum senyumannya kearah Iwan untuk menyapanya. Iwan membalasnya tersenyum hangat seperti dulu, saat ia masih bersama dengannya.

**

Hujan turun dengan deras saat pemakaman telah dilaksanakan. Jenazah beserta peti mati telah terkubur dengan gundukan tanah yang telah basah oleh hujan. Kirana masih memperhatikan nama papanya yang tertulis dibatu nisan berwarna putih tersebut. Ia menangis kembali, entah sudah berapa banyak air mata yang telah ia keluarkan untuk mengantar papanya ke pemakaman yang sama sekali tidak pernah terbayangkan olehnya.

CantikWhere stories live. Discover now