Ckrek... buk. aku membuka mataku seketika. Kulirik jendela kamar yang tertutup tanpa cahaya yang selalu menrobos masuk. Aku mencoba duduk dari tempatku sembari mengusap mataku pelan. Suara seseorang yang berargumen terdengar dari luar. Dengan pelan aku membuka pintu ruanganku dan mendapati Chika berdiri di daun pintu depan dan kakek Jono di depannya.

"Kakek mau kemana?"tanyaku penasaran. Kakek Jono memakai jaket tebal dengan sarung yang ia selempangkan di pundaknya.

"Kakek mau berlayar ke laut dan Chika melarang keras kakek pergi dari sini." Chika menjelaskan tanpa memandangku. Ia terlalu sibuk menatap tajam kakek Jono yang sekarang sedang membetulkan peci hitamnya.

"Chika, kakek hanya berlayar seperti biasa. Cuaca hari ini terlihat pas untuk mencari ikan. Kakek pergi bersama yang lain dan kemarin kita sudah mengadakan syukuran laut. Semua akaan baik-baik saja." Kakek berusaha menjelaskan kepada Chika yang masih tetap berdiri di ambang pintu seakan ia seorang penjaga pintu.

"Tetap saja. Chika tidak mau kakek pergi pagi ini. Perasaan ku tidak enak. Perasaan yang sama ketika ibu dan ayah meninggalkan Chika." Chika merengek dan menatap dengan tatapan memohon. "Aku tidak mau sendirian."

"Kamu tidak akan sendirian dan tidak akan pernah sendirian." Kakek Jono menepuk kedua pundak Chika , "Kakek hanya berlayar dan masih ada Surya yang menemanimu."

Chika terdiam mendengar perkataaan kakek. Sesaat ia melirik ke arahku yang berdiri diam di belakang kakek. aku hanya bisa memberi senyuman singkat padanya, karena aku sendiri tidak begitu paham apa yanag mereka bicarakan.

Kakek Jono membalikan badannya ke arahku. Aku pun berjalan mendekat ketika lengannya terangkat seakan menyuruhku mendekat. Ia menepuk pelan pundakku saat aku berdiri tepat di sampingnya.

"Tolong jaga dan temani Chika selama saya tidak ada," pintanya padaku dengan tatapan tegas. Aku pun mengangguk menyetujui permintaan yang tanpa perlu ia minta. Karena aku akan menemani gadisku apapun yang terjadi.

"Chika masih belum setuju kakek ikut berlayar pagi ini!"

"Astaga, Chika! Orang-orang sudah menunggu. Jangan membuat orang kecewa."

"Kakek tidak mau membuat orang lain kecewa tapi malah membuat Chika kecewa."

Kakek Jono menghela napas panjang seakan dia sudah tidak tahu apa yang harus dilakukan. Ia menatapku dan memberi kode untuk membantunya lepas dari cucu perempuannya. Aku mengangguk dan menarik Chika mendekat kepadaku.

"Biarkan kakek pergi, nanti siang kakek kembali," ujarku sambil mengedipkan sebelah mataku kepada kakek.

"tapi..."

"Nanti siang kakek pulang." Kakek berjanji dan melangkah pergi keluar dari rumah. Chika berbalik menatapku dengan muka cemberut. Aku menaikan sebelah alisku dan memasang wajah tanpa bersalah.

Ia berjalan meninggalkanku masuk ke dalam kamarnya. Rasa letih yang masih menggelayuti, berhasil membuatku menguap lebar. Aku menutup dan menunci pintu depan, memastikan orang luar tidak bisa masuk.

Saat hendak masuk kembali ke kamar, ia keluar dengan membawa tikar bambu dan menggelarnya di ruang tengah. Aku berdiri diam di tempatku memperhatikannya yang sedang duduk bersila sembari menyilangkan tangan ke dada.

"Apa yang sedang kamu lakukan?"

"Chika akan duduk di sini menunggu kakek pulan!" jawabnya dengan tatap lurus ke arah pintu.

Aku berjalan mendekatinya, "masih gelap, lebih baik kamu kembali tidur. Kakek pasti pulang."

"Chika mau menunggu kakek!" jawabnya dengan tegas. Aku mendesis melihat tingkahnya, ia menatapku kesal kali ini. Tanpa mempedulikannya aku berjalan masuk kembali ke kamar dan berbaring ke ranjang tipis itu.

Her Sweet Breath ✔ ( TELAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang