Part 12

968 63 2
                                    

Asap nikotin mengepul ke udara. Membentuk lingkaran kecil lalu membesar, kemudian menghilang ditelan angin malam. Abel mengacak rambutnya kesal. Ia tertawa sumbang. Menertawakan dirinya yang memang pecundang. Memang tidak seharusnya ia membalas Tiara dengan begitu brutalnya. Sejahat apapun, sundel bolong itu tetap cewek. Dan emosinya membuatnya lupa jika Abel seorang laki-laki bukan banci seperti yang Ega bilang.

Sudahlah! Semua sudah terjadi. Waktu tak kan bisa kembali berputar ke masa lalu. Ia harus bisa menghadapi masalah ini. Dengan dada membusung dan bukannya lari bersembunyi. Pertama, ia akan meminta maaf pada Tiara. Memang, apa yang cewek itu lakukan sudah menerobos batas aman. Tapi yang ia lakukan juga sudah melanggar norma.

Nikotin yang baru separuh terbakar ia matikan pada asbak kaca di depannya. Malam sudah larut. Abel memutuskan untuk tidur, agar besok memiliki stamina yang prima untuk menghadapi Tiara. Ia memakai sandal jepitnya lalu meninggalkan gazebo meningglakan sunyi.

*********

Masih terlalu pagi untuk mengetuk pintu apartemen Tiara. Karena itu Abel memutuskan menunggu di luar pintu sambil menikmati pemandangan Jakarta pagi ini. Langit mendung dan berkabut, jalanan di bawah masih lengang. Mungkin sebentar lagi hujan akan mendinginkan Jakarta. Melarutkan karbon monoksida yang selama ini tanpa sadar merasuk ke paru-paru dan mengendap. Menunggu waktu yang tepat untuk bangkit dan melemahkan saraf dan mematikan jantung.

Setelah menunggu sekitar lima belas menit. Abel memutuskan untuk menekan bel pintu itu. tak berapa lama pintu terbuka sedikit, kepala Tiara menyembul di baliknya. Wajahnya tampak terkejut. Ada ketakutan terpancar dari matanya.

Brengsek! Hati Abel terasa diremas-remas menemukan ketakutan itu. Sampai begini dahsyatkah dampak perlakuannya pada gadis yang sebelumnya tak mengenal takut ini.

Kaki kanan Abel menyelip diantara daun pintu sebelum Tiara sempat menutupnya. Tangannya memegang tangan Tiara yang memegang erat gagang pintu. Jari-jari mungil itu sangat dingin dan... bergetar.

"Gue minta maaf." Ucapnya lembut.

Genggaman Tiara melemah. Ia mendengar kesungguhan pada suara Abel. Baru kali ini cowok itu berbicara selembut itu padanya. Tiara mendongak, memberanikan menatap mata abu-abu yang biasanya selalu dingin. Kini mata itu menghangat. Tapi dalam sedetik bayangan mata itu berubah menjadi ganas dan kejam berkelebat dalam benaknya. Tanpa sadar Tiara mundur selangkah. Ia tidak siap menatap mata itu lagi.

"Tiara..." Abel berusaha menggapai kedua tangan gadis itu, tapi dengan cepat Tiara menampiknya.

Kali ini hatinya tak hanya terasa diremas. Tapi berlubang seketika. Rasa nyeri menjalar di jantungnya. Memerangkap alat vital itu lalu menyebarkan nyeri bersama aliran darah keseluruh tubuhnya. "Gue tau, ini nggak akan mudah. Tapi, gue akan berusaha memperbaikinya."

Abel berbalik. Tiara memang belum siap untuk bertemu dengannya. Ia berjalan gontai menuju lift. Dan saat pintu lift terbuka Keysha dan Ega ada didalamnya. Sedang bercanda, entah apa yang mereka bicarakan. Yang pasti, Keysha terlihat sangat gembira.

Mereka berhenti tertawa saat melihat Abel. Pandangan Keysha beradu dengan Abel.

"Ngapain lo disini bel?" tanya Keysha saat sudah di luar lift.

"Gue mau jemput Tiara, memperbaiki semuanya. Tapi kayaknya dia belum siap ketemu gue."

Senyum di bibir Keysha berkembang. "Lo emang selalu gentle. Nggak pernah lari dari masalah. Selalu bertanggung jawab."

Di sisi Keysha, Ega memutar bola mata jengkel. Tidak terima kalimat pujian untuk si psikopat ini keluar dari bibir gadisnya.

Abel tersenyum miring melihat reaksi Ega.

"Gue yakin, Tiara bakal maafin lo. Waktu menyembuhkan segalanya kan? Jadi sabar aja ya?"

Abel mengangguk, dilemparkannya senyum termanisnya pada Keysha. Dan dibalas gadis itu dengan tepukan pada pundaknya, menguatkan. Di mana lagi ia bisa bertemu gadis dengan hati yang besar seperti Keysha? Karena itu ia harus mati-matian mendapatkannya lagi. Perjuangan ini baru akan dimulai.

***********

Tiara duduk diam di jok belakang. Sosok yang biasanya cerewet sudah hilang entah kemana. Meskipun kecerewetan Tiara selalu memojokkan dan mengumpatnya. Keysha lebih menyukainya, daripada Tiara murung seperti ini. Membuat suasana aneh dan sunyi.

Tidak tahan dengan situasi yang mencekam Keysha menyalakan radio. Suara Maudy Ayunda mengalun dengan lagu Panggil Aku Sayang. Membuat Ega dan Tiara berdehem bersamaan. Kami saling bersitatap lewat kaca rear view lalu tertawa bersama.

"Cinta yang bikin gila." Ega membuka percakapan diantara tawanya.

"Dan tanpa sadar menciptakan psikopat." Tiara menambahi.

Keysha mengedikkan bahu. "Cuma karena ingin dipanggil sayang? Apa itu setimpal?"

Tawa mereka perlahan terhenti. "Hidup macam apa ini?"

"Hey! Jangan terlalu serius gitu! Masih banyak hal yang lebih pantas kita perjuangkan ketimbang cinta-cintaan. Cita-cita! Mimpi!" Keysha memandang Ega di sampingnya lalu ke belakang mencari tatapan Tiara. Dan benar, gadis itu menatapnya. Tersenyum.

"Yeah! Fu*k Love!" Tiara berseru lalu disambut senyum lega oleh Ega dan Keysha.

"Apa cita-cita kalian?"

Tanpa berpikir lagi, dengan senang hati Ega menjawab. "Jadi fotografer professional. Human interest. Berbicara dengan media foto akan lebih ngena daripada berkoar-koar doang!"

"Dan kadang kata-kata tak mampu menyampaikan pesan sebuah foto."

"Yeah, Foto memang berkomunikasi dengan mata turun ke hati. Mengabaikan neuron otak yang hanya bisa tergagap." Ega mengedipkan sebelah matanya dramatis.

"Wow! Fotografer dan pujangga! Haha." Kedua ibu jari Keysha teracung.

"Dan gue akan menari balet di panggung broadway!" Menyadari tidak ada suara dari belakang, pandangannya berlalih pada Tiara. Gadis itu sedang melamun, entah memikirkan apa. "Kalo lo?"

"Gue.... masih bingung. Dan gue baru sadar. Selama ini yang gue lakuin cuma ngurusin hidup orang lain. Ternyata, selama ini bukan ortu gue doang yang nggak peduli. Bahkan diri gue sendiri pun nggak peduli."

"Nggak ada kata terlambat. Lo juga masih muda. Masih banyak waktu buat nyari passion lo di mana."

Dari belakang Tiara merangkul Keysha. Gadis cerewet dan baik hati dirangkulannya ini memang pantas ia musuhi. Gadis yang terlalu baik. Hingga membuatnya iri hingga ingin mendepaknya dan membuatnya menderita. Tapi, bagaimana sekarang ia bisa? Keysha tetap baik padanya setelah apa yang ia lakukan. Dan itu membuatnya mau tak mau berdamai dengannya. Berdamai dengan kehidupannya. Dan mungkin, nanti ia juga akan berdamai dengan orang tuanya.

"Kita udah sampai girls!" Ega melepas seatbeltnya sambil tersenyum. Tidak ada yang lebih indah dibanding berdamainya dua musuh besar.

Riang, Tiara melompat turun diikuti Keysha yang sudah menyandang tas ranselnya. Mereka bertiga berjalan ke kelas dengan tatapan takjub anak-anak lain. Bagaimana mungkin dua kutub yang berlawanan bisa bersatu dan bukannya berjauhan?

Brokoli ikut bergabung bersama mereka. Setelah mendengar penuturan Keysha semalam suntuk, kini ia juga memaafkan Tiara. Tidak ada orang yang benar-benar jahat di dunia ini kan? Sejahat-jahatnya, manusia tetap punya hati. Punya cerita dibaliknya. Cerita kelam, hingga mengaburkan baik dan buruk.

_______________________

Hello again!

Makasih buat kalian yang udah baca :)
Dan kalau kalian suka jangan lupa vote dan comment buat semangat nulis saya :)
Dan lagi, jika berkenan bantu share cerita ini ya, agar dunia mengenal tokoh-tokoh kita yang unyu ini :D

Xie xie
-------------

The Second ChanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang