Part 7

890 43 5
                                    

Jeep hitam Ega menembus jalan Jakarta yang masih lengang. Rintik-rintik air menghujam bumi membuat jalanan basah, dan ada beberapa genangan kecoklatan di beberapa tempat menimbulkan cipratan jika mobil Ega melintasinya dengan kecepatan tinggi.

Mereka berdua sibuk dengan pikiran masing-masing. Hanya suara rintik hujan dan suara wiper yang meramaikan suasana. Ega sibuk memikirkan langkah selanjutnya untuk membuat cewek di sebelahnya ini kembali menerimanya dan memaafkannya. Sedangkan Keysha memandang keluar sambil menahan sakit, kepalanya masih berdenyut.

Baiklah mungkin langkah pertama Ega harus membuat Keysha memaafkannya dulu, baru ia akan membuat rencana selanjutnya. Ega berdehem menarik perhatian Keysha, "gue minta maaf Sha."

Keysha mengalihkan pandangan pada cowok di sebelahnya ini. Tangan kanan Ega masih menggengam erat kemudi dan tangan kirinya memegang persneling, pandangannya juga masih fokus ke jalanan di depannya. Agak lama Keysha memikirkan kata-kata yang tepat tapi tidak menemukannya. Nama panggilan itu pernah membuatnya teringat pada sosok yang kini tidak bisa ia lihat lagi. Dan ia tidak menyukai itu. "Udah lama gue nggak pakai nama itu lagi. Cuma dokter Indra yang tetap keras kepala."

"Kenapa? Ada yang salah dengan panggilan itu? Bukannya itu panggilan kesukaan lo. Buat orang-orang yang spesial."

"Banyak hal yang terjadi selama lo pergi Ga. Dan gue nggak merasa harus ngejelasin tentang ini ke elo." Keysha menarik napas jengah, "Dan gue udah maafin lo kok. Tapi gelas yang udah pecah nggak akan bisa buat minum lagi kan? Nanti bisa malukai bibir atau tangan kita."

Ega melirik Keysha melalui kaca spion. "Gelas yang udah pecah emang nggak bisa buat minum lagi, tapi lo bisa menyimpannya kan Sha? Walaupun nggak sempurna lagi seenggaknya gelas itu bisa tetap menempati rak di hati lo."

Tangan kiri Ega menggenggam tangan mungil yang ada di pangkuan cewek itu. "Dan gue harap kita bisa gencatan senjata dan berteman lagi."

Keysha segera menepis tangan besar itu. Bukan karena tidak menginginkannya, tetapi karena terkejut dengan aliran listrik yang tiba-tiba menjalar di kulitnya. "Please panggil gue Key aja, seperti yang lain." Cowok di sampingnya ini terlihat agak terkejut dan salah tingkah dengan perlakuannya barusan. Ia berdehem, berusaha menjernihkan suaranya dari kegugupan. "Bukannya kita emang temen? Kapan gue pernah mengumumkan perang sama lo? Bukannya lo yang selalu menghindari tatapan gue?"

Tubuh Ega agak menegang. Ya. Ia memang pengecut waktu itu. Tidak yakin jika Keysha akan memaafkannya dengan mudah. Ia menarik napas dalam lalu menghembuskannya kasar. "I'm so sorry, really. Gue waktu itu belum siap. Gue nggak percaya diri menatap mata lo."

Benarkah? Ega yang membuat semua cewek di sekolahnyanya ini histeris dengan kedatangannya kemarin, merasa tidak percaya diri hanya karena dirinya? Seorang Keysha Ann? Yang bukan apa-apa dan hanya teman masa kecilnya, yang ia tinggalkan tanpa pamit. Dan jika dipikir-pikir lagi untuk apa ia marah? Lagipula saat itu mereka masih anak-anak.

Suasana kembali hening. Lalu bertambah hening saat Ega mematikan mesin mobilnya sesampainya di parkiran sekolah. Tangan kanan Ega bersiap membuka pintu mobil setelah melapaskan seatbelt, dan Keysha tiba-tiba menarik lengannya.

Keysha mengulurkan kelingking kanannya pada Ega. "We are friends now. Are we?"

Ega tersenyum lebar. Lalu menautkan kelingkingnya pada kelingking kecil pemilik seluruh hatinya itu.

************

Siang ini matahari sudah terik. Mengeringkan sisa-sisa hujan deras tadi pagi. Mengusir kelembapan, menciptakan kehangatan. Hampir semua orang kini sudah menanggalkan jaket masing-masing. Kembali bebas dengan udara hangat.

Bel istirahat sudah berbunyi sejak tadi, tapi Keysha masih bergeming di mejanya sibuk mencoret-coret buku A3nya. Kepalanya juga masih agak pusing. Membuatnya malas ke kantin dan mengabaikan rengekan Risa yang akan dengan senang hati menyeret Keysha ke kantin jika ia tidak meraba belakang kepala Keysha yang benjol.

Sebenarnya ia sangat lapar, apalagi tadi pagi ia kehilangan selera gara-gara cowok yang dibencinya itu. Mengingat kejadian tadi pagi membuatnya tersenyum tipis. Sekarang ia dan Ega sudah kembali berteman. Jadi rugi banget sebenarnya ia sampai melancarkan aksi ngambek dan kehilangan nafsu makan karena cowok itu.

Tanpa sadar Keysha menoleh ke balakang mencari keberadaan cowok itu. Dan benar, Ega masih di mejanya. Menaruh kepalanya di atas meja berbantalkan kedua lengannya. Mungkin cowok itu sedang tidur.

Keysha berjengit saat ada tangan besar di kepalanya.

"Hi sweetheart."

Di depannya Abel menunduk mensejajarkan wajah dengan Keysha, tersenyum memamerkan deretan gigi putihnya yang rapi. Segera, Keysha menepis tangan cowok itu. "Ngapain lo?"

"Dih galak amat!" Abel tertawa lalu memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana abu-abunya. Abel mengeluarkan sebatang Black Chocolate dari saku kanannya. Tersenyum. Lalu menaruh cokelat itu di depan Keysha. "Gue tau lo laper. Lagi ada inspirasi buat gambar kan?" Abel melirik buku gambar di depan Keysha. Di sana sudah ada sketsa yang belum ketahuan akan berbentuk apa.

Selain balet Keysha memang suka menggambar. Salah satu cara untuk mengusir rasa pusing dan menghabiskan waktu.

"Ingat Key! Gue belum menyerah tentang hubungan kita."

Sebelum Keysha menjawab Abel sudah berlari pergi.

Di bangku belakang Ega diam-diam memperhatikan mereka berdua. Ia masih bisa tenang. Keysha masih belum memaafkan Abel. Sedangkan ia sudah mendapatkan maaf. Kali ini ia satu langkah di depan cowok berkulit cokelat itu. Walau baru beberapa hari Ega bertemu dengan Abel, Ega sudah menduga jika cowok itu adalah saingan yang berat.

____________________________________________________________

Please Kritik dan Votenya ya :)
Dan bantu share kalau kamu suka cerita ini. Terimakasih :)

The Second ChanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang