LaQueen 18

4.4K 335 43
                                    

Jalan setapak itu licin, dipenuhi oleh genangan es yang mulai mencair. Tetapi hawa dingin masih enggan untuk pergi. Pemandangan sudut kota masih berselimut salju, meskipun beberapa sudah menjadi genangan bening. Tetapi... di taman-taman kota masih buka area untuk melakukan ice skating dan kegiatan musim dingin lainnya. Derai tawa anak-anak, remaja, bahkan orang dewasa masih memenuhi penjuru kota.

Moskow memang menjadi kota yang menarik saat musim salju tiba. Sepenjuru jalan bisa dipenuhi oleh kristal-kristal es. Namun itu justru menjadikan beberapa area taman atau halaman depan pusat-pusat perbelanjaan dijadikan destinasi untuk melakukan olahraga musim dingin.

Mata biru itu larut dalam lamunannya. Memikirkan mengapa anak-anak, remaja, dan orang dewasa yang kini ada di sekitarnya begitu menyukai salju. Ia sendiri tidak menyukai salju. Ia benci dingin meskipun ia harus hidup di salah satu belahan dunia yang paling dingin. Ia memeluk dirinya sendiri sambil tetap memandang ke arah taman itu. Pemandangan yang cukup menarik, ditambah dengan kebahagiaan yang terpancar dari tiap mereka yang juga ikut menumbuhkan aura positif bagi dirinya.

Meskipun... jauh dalam lubuk hatinya... ia merasa sedikit iri. Akan sebuah pemandangan keluarga bahagia dengan anak-anak yang berada dalam genggam hangat jemari ayah dan ibu mereka. Orang tua yang menuntun sang anak untuk belajar berman ice skating. Ia menggigit bibir. Bahkan ia tak pernah ingat bagaimana rasa hangat kulit orang tuanya.

Dekap itu hanya mampu ia rasa dalam mimpi. Hangat itu hanya mampu ia kecap dalam angan. Pada kenyataannya, takdir tak mengijinkannya untuk hidup lama bersama dengan orang tuanya.

Ia menekan dadanya sendiri. Merasakan kepahitan yang enggan untuk pergi. Merasakan gemercik dndam yang tiba-tiba memanggil untuk diluapkan dalam sebuah emosi.

Jika saja hari itu Sea tidak membunuh mommy-nya, tentu hingga detik ini ia masih mampu merasakan bagaimana ada dalam pelukan Alanis. Merasakan kecupan pnuh sayang dari seorang malaikat yang begitu cantik. Tetapi kini semua hanya bisa tervisualisasi dalam sebuah imaji. Tak lagi nyata, tak lagi tersentuh. Dan itu... menyakitkan.

Tiba-tiba ia merasakan sebuah kulit lembut yang menutup kedua matanya. Ia juga mampu merasakan deru napas seseorang yang tampak baru saja berlari dari arah belakang. Ia membentuk senyum sinis tetapi dengan sangat cepat mengubah sinis itu menjadi sebuah senyum tulus yang sangat natural terjadi ketika kekasih yang ditunggu-tunggu telah datang.

"Sea... aku tahu itu kamu. Leluconmu sungguh basi," ujarnya disertai kekehan ringan.

"Kamu selalu memahamiku, Earth." Sea membuka mata Eart dan menghadap perempuan itu sambil mengecup kening gadisnya singkat. "Apakah sudah menunggu lama?"

"Begitulah. Hampir saja aku mati beku di sini," canda Earth sambil menganbil botol minum dari dalam tas tangannya dan menyerahkan pada Sea. "Minumlah dulu, Sayang, kamu tampak begitu kacau di hari spesial kita."

Sea tertawa renyah dan mengambil botol minum itu. Meminumnya hingga habis sebelum menyerahkan kepada Earth. Ia benar-benar haus karena harus berjalan kaki dengan jarak yang tidak dekat.

LaQueenWhere stories live. Discover now