LaQueen 3

7.7K 591 44
                                    


Queen memijat keningnya saat ia baru saja keluar dari kelas. Mata hazel dan safir itu berhasil menyiksanya dalam waktu yang bersamaan. Tanpa ampun. Bahkan di ruangan yang dipenuhi dengan dingin air conditioner, kelenjar kulitnya mampu mengeluarkan keringat dingin yang berlebihan. Beruntung kelas selesai lebih cepat meskipun detik terasa berjalan lambat. Ia bahkan berani keluar ruangan saat sang dosen muda itu telah terlebih dahulu meninggalkan kelas.

Langkah Queen menjelajahi lobi fakultasnya. Mata hazel-nya menyusuri lorong yang cukup sepi itu. Kemudian tatapannya terpaku pada sosok yang paling ingin ia hindari. Lelaki yang bahkan sampai saat ini ia tidak mengetahui siapa namanya. Lelaki dengan sapuan warna iris yang sama dengannya. Ia duduk bersila di atas lantai sambil bersandar di pilar yang menjulang tinggi. Di tangannya terdapat buku jurnal mata kuliah yang cukup tebal.

Mencoba untuk menghindar, Queen memilih untuk membalikkan tubuhnya. Tetapi itu merupakan tindakan bodoh yang ia sesali karena dari sudut mata hazel lelaki itu Queen dapat merasakan bahwa tatapannya menghujam diri Queen sedemikian rupa. Jika Queen mebalik badannya terlihat sekali bahwa ia memang sengaja menghindar. Queen tidak peduli, yang jelas ia bisa jauh dari lelaki itu sudah cukup. Ia sungguh tidak peduli meskipun tatap tajam itu mengikuti langkah kakinya hingga ia menghilang di balik pilar lain.

Derap kaki itu menuntun Queen menuju kepada sebuah gerbang megah yang seakan membisikkan helai kata agar ia masuk ke dalam. Bibir tipis Queen membentuk senyum simpul dan ia melangkah dengan hati dipenuhi ketenangan. Tenang, ketika ia akan di sapa oleh kenangan indah sang legenda yang akan terus abadi dengan kisah cinta sejatinya. Leonard Caradoc dan Alanis caradoc, kisah yang akan selalu abadi dan menghiasi ruangan megah di depannya.

Kenangan yang telah terpatri indah dalam sebuah relief pahat dan lukisan hasil karya sang maestro itu sendiri--Leonard Caradoc--yang dengan bangga biasa ia panggil daddy walau raganya tak lagi menapak bumi. Daddy yang telah menghadirkan ia dan Qui di dunia ini. Lelaki yang menjadi salah satu maestro seni kontemporer di Rusia. Lelaki yang pernah menjadi dosen di kampusnya ini. Tetapi, tidak ada satu pun yang tahu bahwa ia adalah anak kandung dari Leonard.

Biasanya ruangan megah ini penuh dengan mahasiswa klub kesenian, Queen adalah salah satunya. Tetapi hari ini tidak ada jadwal untuk berkumpul sehingga galeri ini begitu lengang. Hazel Queen menelanjangi tiap indah goresan kuas yang menghiasi dinding-dinding kokoh yang membentang. Lukisan-lukisan itu adalah hasil karya mahasiswa klub kesenian. Tetapi ada sebuah ruangan yang khusus menyimpan hasil karya sang maestro.

Degup jantung mengiringi langkah Queen memasuki ruangan ayahnya. Ruangan yang selalu mampu menguarkan tangis yang seharusnya tidak boleh terurai. Setiap menapak di atas makam kedua orang tuanya, ia tidak pernah menangis. Ia justru menampakkan senyum ketegaran ketika melihat wajah mommy dan daddy-nya dalam bingkai marmer yang terpahat abadi. Tetapi di tempat ini berbeda... bingkai wajah yang terlukis indah di atas kanvas itu seakan nyata. Bernyanyi dengan melodi pilu yang selalu meneriakkan nama Queen agar tersedot ke dalamnya. Merasakan dingin yang membekukan, namun justru penuh dengan belaian rindu.

Dan di depan pintu itu Queen membeku, saat ia akan menapak langkah pertamanya, sosok jangkung itu telah memburamkan ruang penglihatannya dengan bayangan pekat yang mendominasi dan membuat tubuh Queen menggigil. Ia ditemani oleh remang selimut ruangan dan sepi yang menusuk. Queen hanya berani berada di ambang pintu, menyaksikan seseorang itu yang tengah menatap wajah objek lukisan dengan begitu seksama, mommy-nya.

Tidak ingin mengusik lelaki itu, Queen memilih untuk pergi. Tetapi belum sempat ia berbalik, lelaki itu menoleh. Queen kembali kehilangan oksigennya saat ia menatap mata safir yang kini bertemu dengan hazel-nya. Queen mengutuki diri sendiri dengan reaksi tubuhnya yang sangat keterlaluan. Sebelumnya, ia tidak pernah seperti ini. Dan kini, ia benar-benar terpaku di atas tempatnya berpijak, tanpa bisa bergerak. Karena safir itu telah memborgolnya dalam ruang berselimut keremangan ini.

LaQueenWhere stories live. Discover now