Chapter 18 : Vierra - Rasa Ini

4.4K 322 20
                                    

A/N : Halo, update lagi. Phew, chapter selanjutnya adalah chapter terakhir. Rencana awal sih ada 21 chapter + epilog, tapi kayaknya 20 aja deh termasuk epilog didalemnya. Tell me what you feel about this chapter. Gue udah mencoba bikin seemosional mungkin, tapi semoga aja gue berhasil ya. Oh iya, garis miring Itu artinya flashback, oke? Cuman mau bilang itu aja kok. Jangan lupa vote dan komen. Terima kasih :)

Multimedia : Gilang Dirga as Farel

~~~

Mungkinkah kau merasakan

Semua yang ku pasrahkan

Kenanglah kasih..

Kusuka dirinya, mungkin aku sayang

Namun apakah mungkin kau menjadi milikku?

Kau pernah menjadi miliknya

Namun salahkah aku bila kupendam rasa ini?

Selamat datang di rumah kecil kami, Ben! Panggil saya Pakde. Dan si kecil yang satu ini adalah keponakan saya, namanya Fian. Dia orangnya pendiam kalau kamu belum mengenalnya lebih dekat. Oh saya harap kamu tak punya alergi dengan kucing karena Fian benar-benar mencintai Ratna-kucing peliharaannya. Oh dan kenalkan, ini adalah istri saya. Panggil dia Bude. Mulai sekarang kami adalah keluarga kecilmu sampai enam bulan kedepan. Jangan sungkan-sungkan untuk meminta apapun pada saya, ataupun Bude. Kami akan membantumu. Oh dan satu lagi, semoga kamu dan Fian cepat dekat ya. Pakde dan Bude mendo'akan itu.

Masih teringat jelas di dalam benak Benjamin betapa ramahnya keluarga itu di hari pertama kedatangannya. Pakde dan Fianlah yang menjemputnya di bandara. Dan kemudian setelah sampai di rumah pria yang sekarang sudah seperti ayah sendiri baginya itu mengenalkan istrinya. Istrinya tak kalah cantik. Tampak masih muda meski usianya sudah hampir setengah abad. Setelah itu ada Fian yang tak henti-hentinya tersenyum pada Ben dan mengantarkan bule tersebut menuju kamar yang ternyata sudah disiapkan untuknya.

Hari itu Ben seperti memiliki keluarga baru yang menyambutnya dengan ramah. Pakde yang menunjukkan semua ruangan di rumahnya, membacakan peraturan-peraturan di rumah tersebut. Bude yang memasakkannya kalkun panggang yang di panaskan di dalam oven-dan membuat suasana menjadi seperti Thanksgiving Day di London. Dan Fian yang tak banyak bicara, tetapi sesekali juga menimpali kedua orang tua angkatnya tersebut.

Benpun berjalan ke dapur. Tempat dimana semua kenangannya berawal.

'Oh, Ben. Ini hari pertamamu di Indonesia kan? Nanti biar Pakde yang mengantarkanmu ke sekolah untuk mengurus pertukaran pelajarmu. Kamu mau makan apa? Sup? Bubur? Oh, atau kamu mau makan pecal? Belum pernah dengar kan? Kacang Bude abis sih, sebentar, biar Fian yang belikan-'

'Bude! Hari ini Fian libur! Akang Asep nggak buka! Lagian Fian males kalau harus ke pasar!'

Saat itu Ben meminta Bude untuk memasakkannya apapun yang tak akan membuat Fian ataupun yang lainnya repot. Itu baru hari pertama Benjamin di Indonesia dan dia sudah merepotkan orang lain? Dimana sopan-santunnya?

Ben tersenyum getir mengingat kenangan satu bulan yang lalu tersebut. Dia tak pernah tahu jika takdir mempermainkannya dan membuatnya harus pergi lebih awal dari Indonesia.

Bule itu menarik sebuah kursi tempat ia biasa duduk setiap jam makan tiba. Padahal baru lusa kemarin ia duduk di tempat ini bersama-sama dengan keluarga kecilnya, tapi rasanya sudah seperti satu abad lamanya.

Ben menoleh ke samping. Kursi itu adalah kursi yang selalu di tempati Fian. Fian yang akan selalu membantunya untuk mengambilkan nasi, atau mengambilkannya minum jika makanan Bude terasa terlalu pedas di lidah Ben.

Good LifeWhere stories live. Discover now