3

2.1K 122 12
                                    

"Rinaa..." Lusi memanggil Rina yang sedang menaiki tangga menuju lantai dua dimana kamarnya berada.

Rina menoleh ke arah Lusi sebelum akhirnya menatap William dan kembali lagi menatap Lusi. "Iya, Ma?"

"Sini duduk," Lusi menepuk sofa di sebelahnya.

Rina ingin menolak. Tapi tidak enak karena disana ada Pak William. Rina hanya tidak mau Pak William mengira kalo Rina berlaku setidak sopan itu karena tidak dididik oleh Mamanya.

"Ada apa, Ma?"

"Tadi kamu bolos lintas minat, ya? Olah raga juga kamu bolos kan?" cecar Lusi.

Rina hanya tertawa renyah, "Iya, Ma. Abis sumpah deh, aku lagi bete banget. Dari pada recokin kelas, mendingan aku bolos, kan?"

"Rina.. Rina.. Mama kan udah bilang, rubah dong sikap kamu. Kamu itu udah kelas 12 lho. Mau UN beberapa bulan lagi."

"Iya, Ma tenang aja. aku gak akan berbuat lebih dari itu, kok. Relax oke? Ngomong-ngomong, siapa yang bilangin ke Mama? Tadi padahal aku udah main rapi lho."

"Willy, lah." Jawab Lusi pendek.

Rina menggerakkan tubuhnya sedikit hingga menatap William dan tersenyum. "Terimakasih Pak, udah bikin Mama tau aktivitas aku hari ini."

"Rina!" Lusi menegur. "Willy itu bermaksud baik."

"Iya, Mama. Aku tau Pak William bermaksud baik. Makanya I thank him."

"Mama tau kamu gak bermaksud begitu."

"Oke Ma, aku ngaku. Sorry."

"Perbaiki sikap kamu, sayang. Kamu gak kasian sama Mama dan Papa yang udah biayain sekolah dan les bimbingan belajar kamu? Kamu gak bisa kayak gini terus. Sekarang waktunya untuk berubah, sayang."

Rina kesal. Rina tau kalau perbuatannya sudah kelewatan. Tapi hanya ini caranya untuk Rina mengurangi kadar stressnya. Lusi harusnya bersyukur karena Rina tidak menggunakan rokok apalagi narkoba untuk mengalihkan rasa jenuhnya akibat sekolah.

"Oke, Ma." Rina mengalah. Rina tidak janji, Rina hanya tidak ingin mendengar omelan lebih dari Mamanya.

"Willy belum makan, Rin. Makan malem kita udah abis sebelum Willy datang. Liat tuh, dia cuma makan kue kering." Lusi menunjuk bertoples-toples yang isinya kue kering yang memang di tempatkan di ruang keluarga. "Anter Willy nyari makan gih, dia gak tau tempat makan di sekitar sini. Dia kan lama di Melbourne, sayang."

Kenapa gak pulang dan makan di rumah aja sih? Rina merutuk dalam hati

"Enggak mau ah, Ma. Sorry. Aku bakal nyuruh Reno buat nemenin Pak William." Rina berdiri dari duduknya kemudian berjalan ke tangga.

"Rina!"

"Ma, i'm tired. I'll ask Reno to accompany Pak William." Kata Rina sambil tetap berjalan menaiki tangga.

"Marinka!"

"Apa sih, Ma? Pak William bakal lebih enjoy sama Reno. Iya kan, Pak?" Rina menatap William meminta persetujuan William.

"Kalau kamu gak keberatan, saya lebih ingin ditemani kamu."

Oh lihat dengan gaya bicaranya. Guru satu ini makin membuat Rina kesal karena gaya bicaranya yang sok itu.

"Maaf Pak, saya capek. Harap Bapak bisa ngerti keadaan saya. Saya bakal manggil Reno." Rina melanjutkan langkahnya, "Reno!!" panggil cewek itu kepada adiknya.

Lusi mengambil ponselnya yang tergeletak di atas meja di hadapannya. Mengetik sesuatu disana kemudian menyimpannya kembali di atas meja. Lusi memasang senyumannya ketika melihat William. Ditepuknya bahu William itu seperti sedang menenangkan anaknya sendiri.

Hold You CloserTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang