2

3K 125 6
                                    

Pagi ini masih sama seperti pagi kemarin. Rina masih di antar oleh Mamanya ke Sekolah. Bedanya, hari ini bahkan Rina tak mengeluarkan satu suarapun semenjak kakinya melangkah ke meja makan untuk sarapan. Entahlah, Rina hanya merasa ada yang berbeda dari Mama dan Papanya sehingga membuat Rina agak malas mengobrol dengan mereka seperti kemarin-kemarin. Mungkin besok, Rina akan kembali seperti biasa. Bahkan yang biasanya Rina selalu mengganggu Reno adiknya ketika sarapan, hari itu Rina benar-benar diam. Menikmati sarapannya seolah dia memang dilahirkan untuk berbuat setenang itu. Reno merasa menjadi hampa karena pagi ini ada yang berbeda dari Rina.

Mamanya mengklakson ketika hendak menyalip sebuah motor. Setelah itu melirik anaknya yang tampak lebih diam dari kemarin. "Menurut kamu, Willy gimana?"

kalau sedang kesal, biasanya Rina akan mengacuhkan orang-orang yang membuatnya kesal dan akhirnya mengoceh panjang lebar, mengadukan apapun hal yang membuatnya kesal. Tapi hari ini Rina benar-benar malas untuk berdebat dan bertindak seperti hari-hari kemarin. Jadi hari ini Rina lanagsung menjawab pertanyaan Mamanya meski kemarin Mamanya benar-benar sudah membuatnya kesal. "Ya gitu deh."

"Gitu gimana?" suaranya lembut. Suara seperti ini memang suara milik Mamanya. Bukan auman singa betina seperti kemarin itu.

"Apapun yang Mama pikirin, aku mikirin hal yang sama."

"Hah? Yang bener?" Mamanya bertanya dengan antusias.

Rina mengangguk mantap dan melanjutkan memainkan ponselnya.

"Jadi, kamu setuju kalo Willy itu laki-laki baik, penyayang, lemah lembut, manis, cerdas dan sopan santun?"

Rina hanya bergumam mengiyakan.

Lusi melepas tangannya dari kemudi dan bertepuk tangan "Wah bagus-bagus! Kita sehati, sayang!"

Rina bergumam lagi.

"Ganteng ga?"

Rina hanya menjawab dengan gumaman mengiyakan tanpa repot-repot melirik mata Mamanya. Memang pasti semua jawaban setiap orang yang ditanya dengan pertanyaan yang sama akan menjawab jawaban yang sama juga ketika pertama kali melihat rupa William. Ganteng.

"Suka?"

Pertanyaan ini membuat Rina mengacuhkan ponsel serta rentetan percakapan sahabatnya di grup LINE. "Suka apa?"

"Suka gak sama Willy?"

Rina mengernyitkan dahi. "Maksud Mama apa?"

"Jawab aja kenapa sih?" desak Lusi.

Aduh, Mamanya tidak bercanda kan? Mamanya benar-benar tidak berniat untuk cerai sama Papa dan menikah lagi dengan William kan?

"Enggak sama sekali." Jawab Rina tanpa kesulitan. Iya lah, jika laki-laki manapun di dunia ini disodorkan kepada Rina sebagai pengganti Papa, Rina akan selalu memilih Papanya untuk disandingkan dengan Mamanya.

"Lho, kok gitu? Willy kurang apa?" Mamanya masih mendesak Rina sampai Rina mengatakan kalau dia juga menyukai sosok guru baru di sekolahnya.

"Udah lah, Ma. Discuss end. Aku gak suka sama Pak William."

"Terus kamu sukanya sama siapa?" Tanya Lusi sangat penasaran.

"One and only, Papa."

"Lho, kayaknya kita salah paham, sayang. Maksud Mama, apa kamu suka Willy secara... apa ya? Kayak kamu suka sama temen cowok mu gitu. Jadi jawabannya gak mungkin Papa, kan?"

Rina menunduk merasa konyol. Oh jadi selama ini dia yang paling hiperbola. Mikirnya sudah keluar dari bumi, bahkan keluar dari galaksi bima sakti.

"Jawabannya tetep nggak, Ma. Aku gak suka Pak William. I love someone else."

Hold You CloserTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang